Sebuah majalah pernah menjulukinya sebagai King
Maker. Julukan itu merujuk pada besarnya peran Amien Rais dalam menentukan
jabatan presiden pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan Sidang Istimewa tahun 2001.
Padahal, perolehan suara partainya, PAN, tak sampai 10% dalam pemilu 1999.
Amien lahir di Solo, 26 April 1944, Amien dibesarkan dalam keluarga aktivis Muhammadiyah. Orangtuanya aktif di Muhammadiyah cabang Surakarta. Masa belajar Amien, banyak dihabiskan di luar negeri. Sejak 1968, ia melanglang ke berbagai negara dan baru kembali tahun 1984 dengan menggenggam gelar doktor ilmu politik dari Universitas Chicago.
Kembali ke Tanah Air, Amien kembali ke kampusnya, UGM sebagai dosen. Ia bergiat pula dalam Muhammadiyah, ICMI, BPPT, dan beberapa organisasi lain. Pada era menjelang keruntuhan Orde Baru, Amien adalah cendikiawan yang berdiri paling depan.
Dialah yang paling berani berteriak lantang pentingnya suksesi kepemimpinan nasional. Suatu keberanian yang diacungi jempol. Tak heran, bila dirinya akhirnya dijuluki 'Bapak Reformasi.'
Saat itu, Amien nyaris akan ditangkap oleh Presiden Soeharto, karena suara lantangnya itu. Namun, TNI yang diperintah Soeharto tidak begitu saja menjalankan perintah itu, karena berisiko. Akhirnya, dengan dukungan mahasiswa yang melakukan demonstrasi di semua penjuru negeri, akhirnya tumbanglah kekuasaan Soeharto.
Seusai rezim Soeharto berakhir, Amien dengan dukungan dari tokoh-tokoh MARA (Majelis Amanat Rakyat) akhirnya membentuk Partai Amanat Nasional (PAN) pada 1998 dengan flatform nasionalis terbuka. Setelah ditunjuk memimpin PAN, Amien kemudian mundur dari Ketua PP Muhammadiyah.
Namun, hasil pemilu 1999 tak memuaskan bagi PAN. Meski begitu, dengan kepiawaiannya, Amien masih mampu bermain 'cantik' dengan berhasil menjadi ketua MPR.
Posisinya tersebut membuat peran Amien begitu besar dalam perjalanan politik Indonesia saat ini. Tahun 1999, Amien memang urung maju dalam pemilihan presiden, karena sudah terlanjur mendukung Abdurrahman Wahid maju sebagai calon presiden.
Oleh PAN, Amien sudah digadang-gadang menjadi calon presiden untuk tahun 2004. Sayang, suara PAN di Pemilu 2004 juga jeblok. PAN hanya mengantongi 6,5 persen suara dengan 52 kursi di DPR.
Meski hasil tak menggembirakan, dengan dorongan dari berbagai pihak, Amien tetap maju sebagai capres. Ini merupakan pertarungan politik terakhir. Dia berjanji, bila tidak terpilih sebagai presiden dalam pemilihan presiden secara langsung ini, Amien akan kembali ke kampus UGM untuk mengajar.
Untuk memenangkan pemilihan presiden 5 Juli nanti, Amien akhirnya menentukan Siswono Yudo Husodo sebagai calon wakil presidennya. Duet Amien dan Siswono sudah dideklarasikan di Gedung Joeang pada Minggu (9/5/2004). Duet ini juga sudah didaftarkan PAN ke KPU pada Selasa (11/5/2004).