Melahirkan pemimpin - pemimpin bangsa yang dapat membawa bangsa Indonesia Sejahtera.
Tinjauan Parpol
GOLPUT atau mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya akan menjadi target utama sumber perolehan suara Partai Indonesia Sejahtera atau PIS pada Pemilihan Umum 2009. Untuk itu, PIS coba menjawab masalah yang menyebabkan pemilih menjadi golput.
”Golput muncul karena banyak parpol dan orang-orang di dalamnya tidak berintegritas. Untuk itu, kami ingin membangun parpol yang berintegritas,” kata Ketua Umum PIS Budiyanto Darmastono.
Untuk itu, lanjut dia, semua caleg PIS diseleksi ketat dan harus menandatangani kontrak yang isinya bersedia mundur jika terlibat tindak pidana, terutama korupsi, meski itu belum berkekuatan hukum tetap. PIS ini juga jauh dari nepotisme. Tidak ada pengurus PIS yang keluarganya juga menjadi pengurus atau caleg parpol itu.
Golput memang menjadi tambang suara yang menggiurkan pada pemilu atau pilkada Indonesia dalam 10 tahun terakhir karena jumlahnya amat banyak. Bahkan, pada pemilu legislatif 5 April 2004, golput sudah berhasil menjadi pemenang dengan meraih 23,34 persen atau 34,5 juta suara. Jumlah suara ini di atas suara Partai Golkar yang memenangi pemilu dengan 24,48 juta suara.
Kemenangan golput terulang di sejumlah pemilihan kepala daerah, seperti Pemilihan Gubernur Jawa Timur. Dari 29.638.437 orang yang berhak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Gubernur Jawa Timur tahap kedua pada 4 November lalu, suara masuk yang sah 15.399.665. Ada 14.280772 atau 48,18 persen suara tidak sah karena rusak atau tidak datang ke TPS.
Namun, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengingatkan, golput yang tercatat di sejumlah pemilihan itu dibagi dalam dua kategori besar, yaitu golput teknis dan golput politik. Golput teknis terjadi, misalnya, karena nama yang terdaftar di pemilih ternyata tidak ada atau sudah meninggal dunia, ada kesalahan saat mencoblos, serta adanya halangan datang ke tempat pemungutan suara seperti karena sedang bekerja atau ada di luar kota.
Golput politik merupakan sikap sengaja tidak memilih karena kecewa atau tidak percaya dengan situasi politik di Indonesia.
”Dari angka golput yang selama ini dirilis, agak sulit menentukan berapa yang golput politik dan berapa yang golput teknis. Namun, golput teknis diyakini lebih besar dibandingkan golput politik. Sebab, angka golput yang dihasilkan hampir selalu lebih besar dari angka keinginan rakyat untuk menggunakan haknya dalam pemilu atau pilkada yang dihasilkan sejumlah survei,” papar Qodari.
Jika golput teknis ini berhasil diatasi, diyakini sebagian besar suaranya lari ke parpol-parpol lama. ”Untuk golput politik, bergantung pada parpol apa yang dapat meyakinkan mereka untuk memilih. PIS punya peluang di sini meski untuk mewujudkannya dibutuhkan kerja keras,” papar Qodari.
Direktur Eksekutif Charta Politica Bima Arya Sugiarto menambahkan, ada tiga faktor yang akan menentukan keberhasilan parpol baru dalam pemilu, yaitu ada tidaknya tokoh populer di parpol itu, jaringan pemilih yang luas, serta dana yang cukup.
Kepemilikan tokoh populer, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono, menjadi kunci keberhasilan Partai Demokrat pada Pemilu 2004. Adapun jaringan pemilih yang luas dan rapi merupakan kunci keberhasilan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada peristiwa yang sama.
Apakah Sutiyoso yang tetap diusung PIS akan menjadi sosok seperti Yudhoyono pada Pemilu 2004 dan apakah jaringan yang sekarang sedang dibentuk PIS dapat menjelma seperti yang dimiliki PKS? Kita lihat nanti. (NWO)
Partai Indonesia Sejahtera Angkat Tiga Isu
PARTAI Indonesia Sejahtera (PIS) mengangkat tiga isu utama sebagai modal kampanye pemilu 2009, yakni menyangkut bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Isu tersebut dijadikan PIS sebagai upaya menarik calon pemilih dari kal angan menengah dan bawah.
Demikian dikatakan Sekjen PIS Marnixon RC Wila kepada Kompas.com di kantor Dewan Pimpinan Pusat PIS, Jl. Slamet Riyadi Raya no.19, Matraman, Jakarta Timur, Selasa (15/7). "Ketiga isu tersebut lebih mewadahi keinginan masyarakat kalangan menengah ke bawah. Karena ketiga isu tersebut masih belum banyak membantu kalangan menengah dan bawah dalam merasakan kesejahteraan hidup", Ucap Marnixon.
Menurut Marnixon, sampai saat ini ketiga hal tersebut hanya dinikmati oleh kalangan tertentu saja. "Sebagai contoh untuk bidang kesehatan. Walaupun saat ini pemerintah sudah mengeluarkan surat askes bagi rakyat miskin, pada kenyataannya masyarakat bawah masih dibuat rumit, seperti masih harus izin sana-sini dulu, bukannya pasien yang langsung diurus. Kalau pasien sampai meninggal gara-gara kelamaan menunggu proses askes, gimana coba?," papar pria asal Nusa Tenggara Timur ini.
Sedangkan untuk masalah ekonomi, PIS menitikberatkan pada masalah pendapatan masyarakat ke las bawah dengan basis kompetensi. "Ekonomi kerakyatan yang berbasis pada kemampuan serta ditunjang dengan prospek pekerjaan di lingkungan sekitarnya. Contoh, nelayan harus diberi wawasan dan kemudahan dalam mendapatkan cicilan peralatan modern untuk menu njang profesinya, bukannya dipersulit sewaktu pinjam di bank dengan memberikan persyaratan agunan yang memberatkan," kata Marnixon.
Dengan terpenuhinya ketiga isu tersebut, masalah yang lain akan teratasi dengan sendirinya. "Sebab seseorang akan sejahtera bila tiga bidang tersebut sudah terpenuhi. Dalam artian bukan kesejahteraan secara finansial, tetapi kebutuhan primer seseorang," ungkap Marnixon.
Marnixon mengatakan, ketiga isu tersebut akan menjadi andalan PIS untuk memperoleh suara sebanyak-banyaknya dari calon pemilih yang berasal dari kalangan menengah dan bawah. "Ketiga isu tersebut sangat pas untuk mewadahi aspirasi masyarakat kalangan menengah dan bawah yang membutuhkan perubahan," Ujar Marnixon.