BENTUK-BENTUK KATA KERJA dan KATA BENDAVERB and NOUN FORMS |
|||
Bacalah
artikel di bawah ini dengan seksama. Kata-kata yang berwarna MERAH adalah
kata kerja dan kata-kata yang berwarna BIRU adalah kata benda jadian. Kata-kata penting
lainnya berwarna
UNGU.
Read the article below carefully.
RED colored words are verbs and BLUE colored words are nouns. Other
important words are in
PURPLE.
|
|||
Desa dengan luas area sekitar 1.496,002 hektar itu kini juga menanti-nantikan, apa yang akan (bisa) dibawa oleh Otonomi Daerah bagi wilayah yang dihuni sekitar 600 jiwa ini. Bendesa Adat, Mangku Widia mengungkapkan hal itu saat berbincang dengan Kompas di rumahnya yang juga merangkap sebagai art shop pertengahan Januari 2001."Kami tahu bahwa Otonomi Daerah itu dimulai tahun ini, dan diperkirakan akan efektif pada bulan Mei mendatang," ujarnya. "Namun, sampai sekarang kami belum mendapatkan petunjuk yang jelas," tambahnya.Selama ini, dengan berpegang pada awig-awig atau peraturan adat desa yang sudah ditulis sejak abad 11--diperbarui tahun 1842 karena yang asli terbakar--Tenganan berhasil tegak di tengah arus keras perubahan. Ketika Kuta sudah penuh gebyar dengan kehadiran hotel dan arus wisatawannya yang melimpah, Tenganan tetap bertahan dengan tiga balai desanya yang kusam, dengan deretan rumah adat yang satu sama lain persis sama dan bertahan dengan keturunan yang dipertahankan keasliannya dengan perkawinan sesama warga desa.Dengan Otonomi Daerah, Mangku Widia malahan " menawarkan" diri untuk berubah. "Kami perlu komunikasi. Sekarang yang perlu dilihat adalah potensi kami, lalu bagaimana seharusnya mengelolanya. Kami juga perlu berhubungan dengan dunia luar. Jelas, kami tidak mungkin hidup sendiri," ujar Mangku Widia.Roda kehidupan masyarakat Tenganan, walaupun nantinya sudah menerima masukan dari "dunia luar", tentu tidak akan bisa cepat berubah begitu saja, karena awig-awig tetap memiliki peran dan fungsi sentral.***TENGANAN selama ini kurang " terdengar" dalam peta pariwisata. Jangankan dengan Kuta, Ubud, atau Sanur. Dengan Candidasa yang berdekatan dengan lokasi desa itu saja, Tenganan kalah top. Kesan bahwa penanganan pariwisata di desa ini tidak dikoordinir dengan baik mulai terasa begitu kaki melangkahi gerbang utama.Memasuki kawasan ini, wisatawan harus melalui "gerbang" sempit yang cukup lewat satu orang. Sebelum masuk wisatawan harus menyumbang sukarela kepada petugas di bangunan kayu semipermanen. Wisatawan harus mengisi buku tamu. Tidak ada tiket masuk ke desa yang sekaligus menjadi obyek wisata itu. Tidak jelas benar berapa penghasilan per kapita penduduk Tenganan, karena di sana berlaku sistem barter yang didasarkan pada kepemilikan kolektif atas tanaman, sawah, dan kerbau yang ini dibiarkan berkeliaran bebas di kawasan desa. "Selama ini pengaruh pariwisata terhadap masyarakat kami memang masih sedikit, namun komunikasi kami justru mulai terbuka," ujar Mangku Widia. Tentang usia pariwisata di desa yang berjarak sekitar 17 kilometer dari Amlapura ini, bisa dijejaki sejak tahun 1960. "Tahun 1966 di sini lebih ramai daripada kunjungan di Bali Beach di Sanur," ujar Mangku Widia. Sementara Candidasa sendiri baru mulai dirambah wisatawan tahun 1985. Jumlah pengunjung memang menunjukkan peningkatan, tetapi, "Dalam satu dua tahun terakhir ini meskipun jumlah pengunjung meningkat, namun belanja souvenir mereka kurang," tambah Mangku Widia. ***TENGANAN identik dengan kain geringsing. Begitu kaki melangkah ke art shop di dekat pintu masuk, langsung ada tawaran kain geringsing seharga Rp 400.000 sampai nyaris Rp 1 juta. Jangan heran dan kaget. Dibanding kain-kain pabrikan yang dijumpai di toko-toko tekstil, sekilas pandang bisa diketahui bahwa setiap lembar kain geringsing adalah lembar yang eksklusif--sifat yang melekat pada barang buatan tangan. Harga setinggi itu diberikan untuk kain selebar dua jengkal tangan dengan panjang seperti selendang. Harga setinggi itu bisa dikatakan tinggi dan bisa juga tidak, karena kain geringsing hanya diproduksi di Tenganan. Pengerjaannya pun makan waktu lama, karena warna yang digunakan berasal dari tumbuh-tumbuhan, butuh perlakuan khusus. Warna merah, misalnya, dari akar sunti dari Nusa Penida. Sementara warna kuning berasal dari minyak kemiri. Agar warna bisa merasuk ke dalam serat-serat benang, prosesnya panjang. Warna kuning, agar bisa muncul, perlu pemrosesan selama satu bulan tujuh hari. Warna merah, perlu proses tiga hari. Seterusnya, semuanya secara total mencapai lama pemrosesan (cuci-jemur-simpan) secara tiga bulan. Kekhasan kerajinan tangan lainnya yaitu anyaman ata--bahan dasar yang didapat dari Pulau Flores. Kerajinan ini mulai dikenal di Tenganan setelah ada tameng (perisai) yang rusak dalam acara geret pandan-tarian pemuda. "Kami berusaha memperbaiki sendiri tameng yang kami beli dari luar itu, dan akhirnya kami mengetahui caranya. Ternyata itu mudah," kata I Nengah Kedep, yang juga pelopor kerajinan anyam-menganyam ata ini. Nah, jika ada hal-hal yang "khas" di Tenganan selain masyarakatnya sendiri-yang memunculkan perasaan halus berbau ironis ketika menyaksikan "keterasingan" dan kesederhanaan mereka, harapan Mangku Widia sudah sepantasnya mendapatkan sambutan yang layak dari mereka yang berkecimpung dan memegang otorisasi di bidang pariwisata. Jika dimungkinkan, tanpa harus melanggar awig-awig tinggalan para leluhur, masyarakat Tenganan sebaiknya dilatih untuk bisa menangkap peluang pariwisata. Alangkah idealnya. Mangku Widia bercerita, sudah ada sebuah yayasan di Jakarta--dia lupa namanya--yang beberapa tahun terakhir ini melakukan penjajakan untuk membuat eco-tourism di kawasan Tenganan. Tahun pertama diawali dengan peta jalur (tracking), tahun kedua mulai dilakukan komunikasi dengan desa adat. "Kami sadar jika ini tidak segera diurus, tentu akan membunuh potensi pariwisata kami sendiri," tutur Mangku Widia yang sebelum bertemu Kompas bercengkerama dengan sejumlah petugas dari Dinas Pariwisata. Tetapi, tambah Mangku Widia, "Kami menghendaki guide lokal." Persoalannya, benarkah yayasan tersebut bisa
menangkap "napas" masyarakat Tenganan yang kental dengan kultur warisan
tahun abad ke-11? Ataukah mereka tidak peduli akan masyarakat Tenganan
melainkan diri mereka sendiri?
Bacaan diambil dari Kompas |
|||
Kata kerja VerbsWords in italic are the base/root words
|
|||
Kata benda NounsWords in italic are the base/root words
|
|||
Kata-kata penting lainnya Other important words Words in italic are the base/root words
|
|||
|
|||
Sudah
lama dia menanti-nantikan kedatangan
pacarnya. It has been for a while she waits on and on for her boyfriend. Suara bom itu
terdengar
sampai ke
kawasan
yang
berjarak
dua belas kilometer
dari pusat ledakan. Para
pengunjung
ke pantai yang
terpencil
itu kebanyakan
wisatawan
dari manca negara. |
|||
Kembali ke daftar bacaan |