Transkrip

 

 

Tanah Toraja terletak sekitar 300 kilometer di sebelah utara Kota Ujungpandang. Jumlah penduduknya kurang lebih 500 ribu orang. Ibukotanya adalah Makale, sedangkan pusat kebudayaanya di Rantepao.

Seluruh Tanah Toraja merupakan daerah pegunungan dan letaknya jauh dari laut.

Karena tidak ada tanah yang datar, orang Toraja menanam padi di lereng-lereng pegunungan.

Selain menanam padi, orang Toraja suka beternak babi.

Bentuk pusar-pusar turut menentukan tinggi rendahnya harga kerbau.

Diantara berbagai jenis kerbau, kerbau belang dihargai sangat mahal. Harganya bisa mencapai sepuluh kali harga kerbau biasa.

Kerbau merupakan lambang kekuatan, kesuburan, dan perlindungan terhadap kejahatan, maka patung kepala kerbau sering dipasang di rumah-rumah.

Tanduk-tanduk yang dipasang di depan rumah melambangkan kekayaan pemilik rumah. Makin banyak tanduk, makin kaya.

Konon nenek moyang orang Toraja berasal dari seberang lautan. Dalam suatu perjalanannya mereka terdampar di pantai Sulawesi. Perahu mereka rusak sehingga mereka tidak bisa meneruskan perjalanan. Oleh karenanya mereka menetap di sana dan bangkai-bangkai perahu mereka gunakan sebagai atap rumah.

Sampai sekarang rumah-rumah adat dibangun dengan atap yang berbentuk perahu. Demikian pula dengan lumbung yang selalu berhadapan dengan rumah.

Baik pada rumah maupun pada lumbung, hiasannya selalu simetris dan memakai warna yang khas.

Toraja sangat terkenal dengan pesta kematian. Nampak para tamu wanita sedang datang untuk melayat.

Di suatu lapangan yang disebut ranti, didirikan gubug-gubug untuk para tamu. Para tamu pria ada yang membawa bambu yang berisi tuak untuk minuman pada pesta kematian.

Mayat disemayamkan di dalam sebuah peti yang nampak di bawah miniatur rumah adat. Dalam kesempatan ini pusaka keluarga dipamerkan sebagai lambang kekayaan yang akan dinikmati oleh orang yang mati.

Para tamu yang datang disuguhi sirih dan tembakau.

Semakin penting orang yang meninggal, semakin banyak kerbau yang dikorbankan.

Kerbau-kerbau itu dipotong satu persatu, sedapat mungkin hanya dengan satu kali tebas.

Beberapa wanita diberi tugas khusus untuk menangisi orang yang meninggal. Sementara itu laki-laki mengelilingi mereka sambil bergandengan tangan.

...continued on part 2.