SUARA PEMBARUAN DAILY --EDISI : 2/23/98


Lakon "Rama Tambak" Inspirasi Mengatasi Krisis Ekonomi

Pembaruan/B.Priyowibowo

RAMA TAMBAK - Dalang ki Manteb Sudharsono saat akan mentas, didampingi oleh Dirjen Kebudayaan Edi Sediati.

Lakon wayang Rama Tambak tidak akan pernah menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi negara Indonesia saat ini. Hanya saja semangat spiritual yang dibawanya, diyakini benar mampu memberi inspirasi para pemimpin untuk segera menemukan cara jitu agar bersama rakyat keluar dari lilitan krisis ekonomi yang tengah dihadapi bangsa ini.

''Dalam sejarah negara ini, memang tidak pernah terjadi sebuah pementasan wayang kulit dengan lakon Rama Tambak dapat memecahkan masalah berat yang dihadapi bangsa,'' demikian kata Wakil Ketua Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (Senawangi), Solichin, salah satu organisasi penyelenggara pementasan wayang kulit Rama Tambak dengan dalang Ki Manteb Sudharsono, belum lama ini di Museum Keprajuritan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta.

Ia berpendapat, sebagai warisan seni budaya, wayang merupakan sesuatu yang memiliki pesan moral dalam bentuk simbol, dan perlambangan yang sangat filosofis sifatnya. ''Memang, tidak pernah sebuah pertunjukkan wayang kulit itu memberi bentuk operasional yang langsung memecahkan masalah,'' katanya menjawab pertanyaan pers, di tempat akan digelarnya lakon tersebut.

Sebagai seni budaya, wayang mempunyai tiga unsur budaya manusia yaitu nilai batin, pranata dan pengejawantahan fisik. Hal serupa terkandung dalam Rama Tambak yang merupakan penggalan dari epos Ramayana 12 jilid.

Lakon tersebut, katanya, sarat pesan-pesan moral. ''Yaitu bahwa dengan kebersamaan, pengorbanan, semangat juang tinggi dan mengerahkan semua potensi yang ada serta ridho Tuhan Yang Maha Esa, niscaya kesulitan apa pun dapat diatasi,'' tuturnya.

Alternatif

Dalam Rama Tambak, diceritakan Prabu Rama yang hendak ke Alengka untuk menyelamatkan Dewi Sinta. Saat itu, ia dihadapkan pada beberapa macam alternatif pilihan upaya penyelamatan. ''Sama dengan pemerintah Indonesia yang saat ini juga tengah dihadapkan pada beberapa alternatif pilihan untuk keluar dari krisis ekonomi saat ini,'' paparnya.

Sementara, menghadapi pergelaran tersebut, sang dalang, Ki Manteb Sudharsono mengatakan, suatu tantangan berat membawakan lakon dimaksud. ''Saya selama 30 tahun menjadi dalang, tidak pernah latihan hingga sebanyak lima kali untuk mempersiapkan Rama Tambak,'' kilahnya.

Ia berpendapat, penggalan epos Ramayana itu sarat misi-misi tertentu. ''Saya sebagai penyaji harus mengimbangi misi tersebut dengan gerak dan iringan yang sesuai tuntutan cerita,'' ujarnya.

Dijelaskan, agar misi yang diisikan ke dalam cerita terlaksana, maka semua unsur pergelaran harus saling mendukung. ''Penyajian, iringan dan penonton harus saling mendukung. Sebab, penyajian dan iringan bagus tetapi tidak ada dukungan penonton, ya....jadi tidak bagus,'' ungkapnya.

Cerita Tempelan

Lakon Rama Tambak sebetulnya sering dipergelarkan. Hanya saja, menurut dalang yang terkenal dengan seruan oye tersebut, hanya sebagai cerita tempelan. ''Sebab sebagai seni tradisional yang juga bersifat menghibur, umumnya para dalang hanya menonjolkan adegan perang dan angkaranya saja. Terutama adegan Kumbakarna, Wibisana dan Dasamuka,'' tutur Ki Manteb Sudharsono.

Hal senada juga dituturkan Solichin. ''Lakon tersebut sebetulnya lakon biasa, sama bagus dengan semua cerita dari epos Ramayana. Menjadi sangat bernilai karena dikaitkan dengan keadaan negara saat ini,'' katanya .

Kait hubung tersebut, karena lakon itu menggambarkan Prabu Rama yang hendak menyelamatkan Dewi Sinta dari tangan Rahwana yang membawanya ke daratan Alengka. Ini diidentikkan dengan pemerintah yang hendak menyelamatkan bangsa dan negara dari hantaman krisis moneter saat ini.

Rama memikirkan cara menuju Alengka yang dibentangi samudra yang luas dan dalam.

Dalam mencari upaya menuju Alengka itu, kemudian tampil Wibisana, adik Rahwana yang berniat membantu Rama dengan membuat jembatan penyebrangan. Namun, niat Wibisana tersebut ternyata tidak tulus! Sebab, ketika jembatan itu diuji kekuatannya oleh Hanoman, roboh!

Prabu Rama lalu melakukan semedi, memohon petunjuk Tuhan Yang Maha Esa. Namun, petunjuk belum datang juga. Terbentur pada pikiran buntu, Rama hendak menggunakan senjata pamungkasnya yaitu Guwowijaya.

Ketika Guwowijaya hendak dilepas, mendadak hadir penguasa samudra, dewa laut Hyang Baruna yang memberi nasehat agar senjata ampuh itu jangan dilepaskan dulu. Nasehat ini mengandung maksud, jangan mengambil tindakan hanya berdasarkan kekuasaan semata.

Sebab, senjata ampuh tersebut menurut Ki Manteb Sudharsono, akan memusnahkan seluruh isi laut yang diidentikkan sebagai rakyat. ''Karenanya untuk wujud, digambarkan Rama dalam dua bentuk. Yang satu berwarna agak merah yang satu agak hitam untuk membedakan saat ia hendak menggunakan kekuasaan dan saat ia mendapat nasehat,'' katanya.

Akhirnya Prabu Rama memutuskan untuk membangun tambak (tanggul) guna mencapai Alengka. Dengan bantuan seluruh penghuni samudra tersebut, jadilah tanggul tersebut dan Dewi Sinta pun selamat.

Sakral

Persiapan menyajikan Rama Tambak ini, membuat Sang dalang melakukan tirakatan sebagai persiapan. ''Saya puasa makan, minum, merokok dan tidak tidur dua hari dua malam sebagai persiapan pergelaran,'' tuturnya.

Bisa dipastikan, tirakatan Ki Manteb beralasan. Mengingat, dari penyelenggara yaitu TMII, Persatuan Dalang Indonesia dan Senawangi, menginginkan pergelaran tersebut bernuansa sakral. ''Kalau bisa, Rama Tambak digelar se- wingit (angker) mungkin dan terkesan sakral,'' ucap Solichin.

Menurut rencana sebanyak 80 personel akan menopang penyajian Ki Manteb Sudharsono.

''Lima puluh personel yang biasanya memang mengiringi saya, sisanya itu saya ambil dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI),'' ujarnya. Menurut Solihin, berbagai terobosan memikat juga bakal melengkapi pergelaran tersebut. ''Antara lain penonton disambut seribu nyala obor, pergelaran dilengkapi dry-ice,'' tambahnya.

Selain itu, Ki Manteb akan memunculkan tokoh Hanoman dalam ukuran agak tidak biasa, 170 sentimeter! ''Saya juga akan menampilkan adegan flashback dengan menampilkan adegan perang justru di sesi pertama. Saat itu diadegankan Prabu Rama yang tengah melamun memikirkan Dewi Sinta,'' katanya.

Lakon usulan Menparpostel Joop Ave yang disodorkan Ki Manteb Sudharsono 18 Januari 1998, ditujukan bagi pemerintah dan masyarakat luas. Kata Solihin, ''Dimaksudkan agar misi yang disampaikan dapat memberikan pencerahan dan membangkitkan semangat persatuan bangsa khususnya pada situasi sekarang ini.''

Untuk itu, selain menggelar di Jakarta dengan harga tanda masuk tarif biasa di TMII, lakon serupa juga akan digelar di Bandung, Surakarta, Yogyakarta dan Surabaya dalam bulan Februari ini.

- Sesilia N. Ernawati


The CyberNews was brought to You by the OnLine Staff


Last modified: 2/23/98