Transkrip 1

 

Namaku Bangguk, aku anak suku Dayak Wardanu yang tinggal di desa Tumbang Korik, di pedalaman Kalimantan Tengah.

Ini sungai Korik yang mengaliri desa kami.

Di sungai yang tenang dan dingin ini setiap saat kami mandi bersama, berenang atau pesta bermain air.

 

Apa yang kita bayangkan tentang Kalimantan?

Kalimantan kita bayangkan seperti sebuah benua kecil dengan hamparan hutan tropisnya yang lebat.

Kita juga sering membayangkan Kalimantan seperti taman abadi bagi kehidupan berbagai jenis satwa dengan sungai-sungainya yang bening seperti cermin.

Itukah yang kita bayangkan? {Itulah yang kita bayangkan!]

 

Transkrip 2

 

Berburu di hutan adalah kegemaran ayahku.

Laki-laki sejati adalah seorang pemburu.

Begitu yang sering ia katakan.

 

Ibuku lebih suka diam dan bekerja.

Baginya selalu ada saja pekerjaan di rumah ini, dan semuanya sering ia kerjakan hingga larut malam.

 

Kakakku sementara tinggal disini.

Bayinya gemuk dan lucu sekali.

Aku sering mengasuh atau menemaninya.

Kadang ia aku bawa mandi ke sungai.

 

Ini Bagong kakakku.

Sekarang ia kelas empat.

Anaknya pendiam dan pemalu sekali.

 

Sekarang aku kelas tiga.

Sampai sekarang aku belum punya cita-cita.

Aku belum bisa membayangkan besok aku mau jadi apa.

 

Ini satu-satunya sekolah dasar yang ada di desa kami, dan Bapak Herwi Ginting adalah kepala sekolah juga satu-satunya guru yang kami miliki.

Pak Herwi terpaksa mengajar sendirian dari murid kelas satu sampai kelas enam.

 

Sekolah kami hanya memiliki tiga ruangan dan setiap ruang dibagi untuk dua kelas.

Jumlah muridnya 40 orang.

Pak Herwi merasa repot dan kewalahan mengajar kami.

 

Kadang Pak Herwi datang sendirian ke sekolah tanpa ada murid-muridnya.

Jika kami sedang membuka ladang baru, kami bisa meninggalkan sekolah selama berminggu-minggu.

Tentu pak guru merasa sedih,

tapi beliau tidak dapat berbuat apa-apa.

 

Transkrip 3

 

Ladang kami letaknya di pinggir hutan.

Setiap keluarga memiliki ladangnya sendiri,

dan setiap keluarga yang mau membuka ladang baru,

menanam bibit atau pada saat memanen,

maka seluruh penduduk desa wajib membantunya.

 

Main kumbang adalah hiburan kami di ladang.

Mainan ini kami buat dari batang lidi serta daun nyiur.

Bila diputar suaranya mirip dengan kumbang yang ribut.

 

Musim tanam telah berlalu.

Ladang-ladang kami tumbuh subur dengan sendirinya,

dipelihara oleh alam serta roh nenek moyang kami.

 

Ladang sunyi sepi.

Penduduk desa kami mulai meninggalkan ladangnya untuk mencari pekerjaan lain.

 

Ayah, ibu, serta kakakku pergi mendulang emas.

Hampir setiap sungai di Kalimantan mengandung emas.

Lalu setiap orang bermimpi menjadi kaya,

tapi tak semudah itu.

 

Hari ini mereka mendapat emas di satu tempat,

besok mereka belum tentu mendapat emas di tempat yang sama.

 

Emas tidak dapat diburu,

tapi emas akan menghampiri mereka bila mereka sedang bernasib baik.

 

Penduduk meninggalkan rumah-rumah mereka untuk mencari bermacam-macam pekerjaan.

Desaku yang hanya dihuni 24 keluarga ini

seperti telah dilupakan.

 

Ini adalah betang atau rumah panjang suku Dayak.

Betang yang sudah berusia ratusan tahun dan menjadi lambang kejayaan masa lalu suku kami, kini telah ditinggalkan penghuninya.

 

Tidak ada yang merawat betang ini.

Patung dan bangunannya sudah banyak yang rusak dan hancur.

Dulu ketika keluarga pemilik betang ini masih tinggal disini, desaku tak pernah sepi.

Banyak upacara dan pesta meriah diadakan di sini.

 

Transkrip 4
 

Seluruh penduduk desa berkumpul di sini,

membuat pesta Halunuk

untuk mengucap syukur untuk dewa-dewa.

Para bashir menabuh gendang, menyanyikan lagu-lagu pujian buat para leluhur.

 

Pesta berlangsung semalam suntuk,

meriah dengan musik dan tarian.

 

Semakin malam, orang-orang tambah bersemangat.

Semua orang mabuk tuak.

Para wanita menari Nasai dengan penuh gairah,

larut dalam suka cita pesta adat kami.

 

Semua kemeriahan serta upacara adat itu sekarang hanya tinggal kenangan.

Aku hanya bisa mendengar semua cerita itu dari Pak Likku,

orang yang menjaga betang ini.

 

Betang yang dulu jadi pusat adat istiadat kami telah dilupakan.

Kini, yang tinggal hanya Pak Likku,

sendiri, dan kesepian menjaga rumah sejarah suku kami.

 

Roh leluhur kami senantiasa hidup dan mengawasi desa kami dari puncak tiang ini.
 

Transkrip 5 

 

Ini rumah kakekku. Biasanya rumah ini sepi. Tapi sekarang nampaknya sedang ada upacara di sini.

 

Istri kakekku sudah beberapa bulan ini sakit lumpuh. Dukun wanita ini akan mengobatinya. Semua dukun wanita Dayak selalu minta bantuan roh sangyang.

 

Roh sangyang adalah roh yang baik, yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit.

 

Selama mengobati orang yang sakit, dukun wanita ini kesurupan roh sangyang.

 

Ia menari-nari diiringi suara kecapi, sambil membaca mantra, minum tuak,

atau darah ayam, makan beras atau tembakau.

 

Kata kakekku, istrinya belum bisa sembuh sekarang. Ia tidak usah bersedih hati.

 

Menurut petunjuk roh sangyang,

ia harus mencari beberapa jenis tanaman di hutan untuk obat istrinya agar bisa sembuh.

 

Kakekku ini adalah seorang bashir, atau pemimpin upacara agama Hindu Kaharingan,

agama leluhur yang dianut oleh suku kami.

 

Seorang bashir adalah manusia pilihan.

Ia penghubung antara manusia dan Tuhan, penghubung antara dunia nyata dan alam gaib.

 

Usia kakekku hampir 90 tahun dan sekarang bashir seperti kakekku ini hanya tinggal beberapa orang saja.

 

Kakekku tahu banyak tentang ilmu obat-obatan tradisional suku Dayak yang terkenal ampuh dan ajaib itu.

 

Setiap aku ke rumahnya, ia selalu mengajarkan padaku untuk mengenal berbagai macam tumbuhan.

Dia ingin kelak aku bisa mewarisi ilmu obat-obatan yang dimilikinya.

 

Transkrip 6 

 

Hutan di kawasan ini sudah berubah menjadi tanah lapang.

Ratusan rumah pekerja perusahaan kayu di bangun di sini.

Truk dan traktor sibuk mondar-mandir keluar masuk hutan mengangkut kayu.

 

Kakekku kelihatan bingung.

Katanya selama puluhan tahun ia biasa mencari akar-akaran untuk obat-obatan di kawasan hutan ini.

 

Tapi sekarang hutan disini sudah tiada lagi.

Ratusan ribu hektar hutan di kawasan ini sudah berubah menjadi milik perusahaan HPH.

 

Hari masih panjang dan kamipun melanjutkan perjalanan ke hutan-hutan yang lain.

Kami masuk jauh ke pedalaman.

Hutan-hutan makin gelap dan tampak menyeramkan

 

Hutan-hutan di sini adalah daerah yang angker.

Jauh di tengah hutan ini ada sebuah desa gaib yang disebut perkampungan roh.

 

Disanalah sebagian roh nenek moyang kami tinggal.

Arwah mereka kadang-kadang

menampakkan diri mereka dalam wujud binatang-binatang tertentu atau suara-suara yang terdengar aneh.

 

Beberapa jenis tumbuhan jamur yang tumbuh di kawasan hutan ini terkenal memiliki zat jiwa yang kuat.

Bila seseorang dalam keadaan sakit, maka zat jiwanya dalam keadaan lemah.

Untuk memulihkan itu kita harus mencari binatang atau tumbuhan tertentu yang memiliki zat jiwa sebagai penggantinya

 

Ketika kami berada di tengah hujan, tiba-tiba kami mendengar suara mesin yang ribut.

Ketika kami keluar kami melihat hutan di sini telah hilang.

Di tengah hutan ini tiba-tiba muncul sebuah perkampungan baru yang ramai.

 

Kalimantan sedang demam emas.

Ada ratusan ladang emas seperti ini di seluruh Kalimantan.

 

Dari penambangan rakyat seperti ini bisa dihasilkan puluhan kilogram emas setiap bulannya.

 

Dulu orang-orang Dayak mendulang emas dengan cara yang sederhana.

Tapi sekarang mereka menggunakan mesin-mesin moderen yang menyebabkan hutan dan lingkungan sekitarnya bertambah rusak.

 

Kakekku merasa sedih karena mereka telah merusak hutan warisan leluhurnya sendiri.

 

Dulu kami memiliki sungai-sungai sebening kaca.

Kini karena banyaknya kegiatan penambangan emas, sungai-sungai kami jadi kotor.

Banyak sungai di Kalimantan yang tercemar, airnya keruh dan kotor,

kadang tercampur bahan kimia yang berbahaya.

 

Keesokan harinya kakekku mengadakan upacara Najah Entang atau memanggil elang.

Melalui upacara ini burung elang akan memberi petunjuk di hutan mana kakekku bisa mencari tumbuhan untuk obat istrinya.

 

Tak lama kemudian elang itu datang.

Kakekku lalu membaca pertanda-pertanda yang dibawa burung elang itu.

Dari cara elang itu terbang, semua itu membawa pertanda yang punya arti tertentu.

 

Tapi tiba-tiba elang itu pergi dengan cara yang aneh, dan ini pertanda buruk.