Gedung Tua Sebagai Objek Wisata

https://qizinklaziva.wordpress.com/2007/07/25/gedung-tua-sebagai-objek-wisata/

Pusat kota di Kabupaten Serang merupakan kota tua yang dibangun kolonial Belanda. Nina Lubis dalam bukunya berjudul Banten dalam Pergumulan Sejarah menyebutkan, pusat kota Serang dibangun setelah Kesultanan Banten dibumihanguskan penjajah Belanda dengan dibakarnya Keraton Surosowan oleh Gubernur Jendral Daendels pada 1808. Serang ditetapkan menjadi kawasan landrosambt (semacam pengawas) yang mencakup tiga daerah setingkat Kabupaten, yakni Banten Hulu, Banten Hilir, dan Anyer. Konon, dalam pembangunan kota ini, para penjajah memanfaatkan sisa bahan bangunan kesultanan Banten, seperti dari sisa-sisa Keraton Surosowan dan Kaibon. Para penjajah ini mengangkuti sisa bahan bangunan untuk kantor pemerintahan mereka.

Penataan kota dan pembangunan gedung kolonial dimulau sejak Belanda menempatkan residen pertama J De Bruijn WD pada 1817. Hingga kini sisa-sia bangunan kolonial itu masih ada yang tersisa di sejumlah titik di Serang. Walaupun tak sedikit yang sudah diratakan dan berganti dengan bangunan baru. Salah satu bangunan yang sudah hancur adalah bangunan milik Smitt Voss yang dijadikan mes tentara Jepang yang kini berganti menjadi pusat perbelanjaan. Bangunan itu direbut pejuang dan menjadi markas Tentara Pelajar, Tentara Putri, dan Badan Keamanan Rakyat (BKR) sebagai cikal bakal TNI. Bangunan tersebut juga menjadi saksi gugurnya pahlawan-pahlawan Serang, seperti Zamachsyari, Kadir, pada pertempuran 19 Desember 1948. Sedangkan bangunan yang tersisa kini sebagian besar dimanfaatkan untuk kantor-kantor pemerintahan. Bangunan tua itu didominasi di sekitar alun-alun Serang, seperti kantor Pemprov Banten, pendopo Pemkab Serang, dan Gedung Joeang 45 yang dulunya merupakan markas kempetai.

Selain gedung-gedung megah berarsitek indis, gedung tua peninggalan Belanda di sekitar alun-alun juga bertebaran di kawasan kota lama Kaujon. Gedung tua juga tampak di sejumlah titik kota Serang lainnya, seperti Markas Korem Maulana Yusuf Banten (bangunan ini dulunya adalah Noormale School), dan Mapolres Serang (dulu Gedung Osvia).

Bangunan peninggalan penjajah tersebut memiliki ciri khas berdinding tebal. Jendela dan pintu bangunan itu juga berukuran lebih lebar dan banyak dibandingkan rumah pribumi. Hal ini dibuat untuk memperlancar ventilasi dan sirkulasi udara ke dalam gedung. Gedung-gedung tua itu sangat disayangkan kalau hanya menjadi materi mati. Bangunan bersejarah yang dilindungi undang-undang sebagai benda cagar budaya itu sebenarnya bisa juga dimanfaatkan masyarakat luas menjadi salah satu objek wisata. Sehingga wisatawan yang dating ke Kabupaten Serang tak hanya disuguhi keindahan alam pantainya, tapi juga diberi alternatif pilihan berwisata.

Dari gedung-gedung tua itu, wisatawan tak hanya dibuat kagum dengan arsitektur bangunan tua peninggalan kolonial yang tampak gagah, yapi juga bisa mendapatkan nukilan sejarah masa lalu kota Serang. Namun tentu saja, tak mudah untuk mewujudkan bangunan tua itu sebagai salah satu tujuan (destination) wisata kota Serang. Perlu ada sinergi dari semua pihak untuk memanfaatkan banguan tua itu bagi perkembangan wisata perkotaan. Pemerintah harus gencar mempromosikannya kepada wisatawan dan melakukan pendataan bangunan tua berikut sejarah-sejarahnya. Dengan demikian, diharapkan semua pihak bisa terlibat untuk menjaga dan melestarikan bangunan bersejarah. Dan generasi kita mendatang tak kehilangan sejarah kotanya sendiri. (*)

~ by qizinklaziva on Juli 25, 2007.