Indonesian-English Dictionary |
|
Berita
Utama Tuntutan Pengunjuk Rasa Mulai Bergeser Jakarta, Kompas - Gelombang unjuk rasa mahasiswa dan berbagai kelompok masyarakat hari Rabu (15/1) masih terus berlangsung. Mereka meminta pemerintah membatalkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) serta tarif dasar listrik (TDL) dan telepon. Unjuk rasa masih dipusatkan di depan Istana Merdeka Jakarta, kendati Presiden Megawati Soekarnoputri tidak berada di istana sepanjang hari kemarin. Di depan Gedung MPR/DPR pun terjadi unjuk rasa, namun jumlah pesertanya lebih sedikit. Jika pada hari-hari sebelumnya isu unjuk rasa masih didominasi tuntutan pembatalan kenaikan harga BBM, kemarin para orator yang tampil di depan Istana Merdeka mulai meneriakkan tuntutan agar Presiden Megawati Soekarnoputri dan Wakil Presiden (Wapres) Hamzah Haz turun. Meski demikian, selebaran yang mereka bagikan hanya menyebut-nyebut soal penolakan kenaikan harga BBM serta TDL dan tarif telepon. "Kawan-kawan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) memang akan menggunakan isu kenaikan harga ketiga komponen ini untuk mendesak Mega-Hamzah mundur. Tapi memang harus bertahap, karena kawan-kawan tidak mau dituding ditunggangi elite politik tertentu," ucap aktivis senior HMI Ciputat, Adang. "Mega-Hamzah harus turun karena mereka tidak mampu memulihkan perekonomian nasional kita. Mega-Hamzah harus mundur karena mereka tidak mampu membasmi korupsi, bahkan sebaliknya, berkolaborasi dengan para koruptor dan konglomerat hitam," kata salah seorang aktivis HMI di atas atap kendaraan komando. Sementara di depan Gedung MPR/DPR, beberapa demonstran mahasiswa Jaringan Perlawanan Kota (Japta) membawa spanduk bertulis, "Turunkan 'Harga' (Hamzah, Amien Rais, Mega, Akbar Tanjung)". "Ya, saya kira kalau rekan-rekan mahasiswa di istana menyerukan Mega-Hamzah turun, maka Amien Rais dan Akbar Tandjung juga harus mundur. Mereka semua ikut bertanggung jawab dalam soal kenaikan harga dan tarif ketiga komponen," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Gigih Guntoro tegas. Acara di TIM Rabu pagi kemarin, bertepatan dengan peringatan 29 tahun peristiwa Malari (Malapetaka 15 Januari), digelar acara dialog nasional bertajuk "Selamatkan Indonesia Kita" yang diselenggarakan Indonesia Democracy Monitor (Indemo) di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki. Acara itu diisi orasi aktivis Malari Hariman Siregar, pembacaan puisi oleh WS Rendra, dan Konser Rakyat Leo Kristi. Hadir pada acara tersebut, antara lain mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Wiranto, Direktur Eksekutif Indemo Mulyana W Kusumah, dan Ketua Umum PP Muhammadiyah Achmad Syafii Maarif. Saat memberikan orasi, Hariman Siregar mengatakan bahwa pemerintah dan wakil rakyat yang duduk di DPR dan MPR telah gagal membawa rakyat ke kehidupan yang lebih baik. Mereka tidak memiliki konsep yang jelas untuk mengatasi buruknya keadaan. Karena tidak memiliki konsep yang jelas, maka bangsa Indonesia jauh tertinggal dengan bangsa lain yang pernah mengalami krisis serupa seperti Thailand, Korea Selatan, dan Filipina. Dalam kondisi seperti ini, seharusnya para elite politik menggalang solidaritas dan mau bekerja keras untuk mengatasi persoalan bangsa, bukannya malah saling memamerkan kemewahan. Dialog tersebut dimeriahkan Opera di Ujung Abad dengan ilustrasi lagu-lagu Iwan Fals yang dimainkan Teater Tegangan Tinggi, pembacaan puisi "Dalam Kesaksian" oleh WS Rendra, dan Konser Rakyat Leo Kristi. Acara tersebut menarik minat simpatisan dan pengunjung. Mereka terlihat memenuhi kursi yang tersedia di Graha Bhakti Budaya. Suasana terlihat ramai dan santai. Para simpatisan dan pengunjung sering berteriak spontan mengomentari kalimat-kalimat yang mereka anggap menarik, baik saat orasi maupun ketika pembacaan puisi dan Konser Rakyat. Dalam puisinya, Si Burung Merak WS Rendra coba menggugah kesadaran masyarakat melalui kritik-kritik pedas terhadap aparat penyelenggara negara. Selain itu, ia juga menyesalkan sikap polisi yang menjadi aparat pemerintah, bukan aparat penegak hukum yang mengawal proses penegakan hukum. Akibat ulah polisi yang tidak menjadi aparat rakyat, katanya, hukum di Indonesia menjadi ompong. Pengunjung kagum melihat penampilan Rendra yang masih tetap bersemangat siang itu. Mereka kadang tertegun dan kadang berteriak gemuruh ketika Rendra selesai membaca baris-baris. Ketika Rendra selesai membacakan kalimat: Kejahatan kasat mata tertawa di depan mata, pengunjung terdiam. Tetapi, saat kalimat: Hukum ditulis di atas air, polisi adalah aparat pemerintah bukan aparat penegak hukum, spontan penonton menyambut dengan tepuk tangan dan teriakan bergemuruh. Seusai dialog nasional, mereka menggelar dialog bersama di atas panggung. Dalam dialog itu Siregar menyatakan kekhawatirannya akan sikap pemerintah yang terus bertahan untuk tidak mencabut keputusan atas kenaikan harga BBM, TDL, dan tarif telepon. "Bila pemerintah terus bersikap demikian sedangkan rakyat terus menuntut penurunan, sementara DPR terus bingung, nanti bisa terjadi kekacauan. Kekacauan seperti ini yang akan merangsang munculnya presidium. Tetapi bila kondisinya belum kacau, pembentukan presidium akan dipertanyakan," kata Siregar yang enggan memberikan komentar apa parameter kekacauan situasi tersebut. Seharusnya, dalam kondisi seperti ini, mahasiswa dan pemuda segera mengambil alih kekuasaan (take over). Mereka bisa melakukan itu. Tanpa ada inisiatif dari mahasiswa dan pemuda untuk mengambil alih kekuasaan, perubahan tidak akan terjadi dan rakyat akan tetap menderita. Seusai dialog nasional, Indemo mengajak para simpatisan dan masyarakat untuk melakukan aksi demonstrasi di Istana Merdeka. Akan tetapi, ajakan mereka tidak ditanggapi. Alasannya, cuaca terlalu panas. HMI dan BEM Unjuk rasa di depan Istana Merdeka mulai ramai setelah sekitar pukul 14.00 dua rombongan besar demonstran masing-masing berbendera HMI dan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) tiba dari arah yang berlawanan. Ratusan demonstran berbendera HMI muncul dari arah Jalan Veteran III-samping Gedung Mahkamah Agung, sedang ribuan demonstran berbendera BEM muncul dari Jalan Medan Merdeka Barat. Mereka bergerak ke satu titik, depan Istana Merdeka. Lalu lintas pun akhirnya menjadi macet, menyempit, tapi kendaraan terus dibiarkan mengalir tersendat-sendat. Pengunjuk rasa berbendera HMI berasal dari Ciputat, Jakarta, Bogor, dan Serang, sedangkan kelompok demonstran lainnya berasal dari BEM beberapa perguruan tinggi di lingkungan Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Kekuatan massa rombongan demonstran ini masih bertumpu pada massa BEM Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Indonesia (UI), dan BEM di lingkungan perguruan tinggi Muhammadiyah. Beberapa petugas intelijen di lapangan mengaku sudah tahu sikap politik para demonstran yang berunjuk rasa di depan Istana Merdeka, terutama HMI, BEM dan KAMMI. Menurut mereka, para demonstran mahasiswa menggunakan isu kenaikan harga dan tarif ketiga komponen untuk menggulingkan Mega-Hamzah, sedang mereka yang berunjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR menginginkan pembubaran parlemen dan pembentukan presidium bila Mega-Hamzah jatuh. Di sela kelompok demonstran HMI tampak bendera dan panji Front Nasional Demokratik (FND), Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), dan Universitas Bhayangkara (Ubhara), HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi), Universitas Dokter Moestopo, Pijar, Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAM) Yarsi, serta Formatur (Forum Mahasiswa untuk Reformasi) Trisakti. Puluhan bendera KAMMI tersebar di dua kelompok besar BEM dan HMI. Aksi juga ditandai dengan pembakaran ban mobil bekas tiga kali. Tiga mobil kendaraan pemadam kebakaran DKI Jakarta dan dua mobil lapis baja penyemprot air polisi disiagakan di pintu masuk sayap barat Istana Merdeka. Aksi dorong sebanyak tiga kali berakhir tanpa hasil bagi mahasiswa untuk masuk ke halaman istana. Presiden Megawati Soekarnoputri tidak ada di istana sepanjang hari kemarin. Hari Selasa, Megawati juga tidak datang ke istana. Kemarin, para pejabat istana kepresidenan yang menyaksikan aksi unjuk rasa adalah sejumlah pejabat dari Sekretaris Militer Presiden. Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) disiagakan dengan senjata laras panjang di sayap barat istana. Para pejabat istana ketika ditanya apakah tidak ada kemungkinan beberapa wakil demonstran ini diperkenankan masuk ke istana untuk berdialog dengan para pejabat istana, yang ditanya hanya diam. Aksi unjuk rasa ini berakhir sekitar pukul 18.15. "Aksi ini bukan yang terakhir, masih akan berlanjut," ujar salah seorang orator demonstransi yang berdiri di atas panggung mobil. Kemudian massa demonstran menyanyikan lagu anak-anak Heli (tentang anjing kecil), yang diplesetkan tentang Megawati yang tetap berdiam diri. Di depan Gedung MPR/DPR, ratusan demonstran bertahan hingga pukul 16.00. Mereka yang berunjuk rasa di sana antara lain JAPTA, FND, serta Front Perjuangan Rakyat Miskin yang antara lain berelemen Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI), LMND, dan Partai Rakyat Demokratik (PRD). (B06/B10/B03/osd/win)
|
Kembali ke Daftar Isi |