|
|
Selasa, 7 Januari 2003 Soal Kenaikan Harga BBM dan Tarif Listrik DPR Seharusnya Mengambil Inisiatif Jakarta, Kompas - Kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), tarif dasar listrik (TDL), dan tarif telepon adalah keputusan politik yang dibuat oleh pemerintah bersama dengan DPR, yang ditetapkan dalam UU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2003. Oleh karena itu, DPR-lah yang harus mengambil inisiatif untuk meninjau kembali keputusan yang mendapat reaksi keras di masyarakat. "Dalam soal budget, kedudukan DPR lebih tinggi dari pemerintah. Oleh karena itu silakan DPR membahas terlebih dahulu kalau memang ingin melakukan perubahan. DPR yang harus mengambil inisiatif untuk menangkap aspirasi rakyat. Bola itu ada di tangan DPR," kata Wakil Presiden (Wapres) Hamzah Haz usai mengikuti sidang kabinet paripurna di Sekretariat Negara, Jakarta, Senin (6/1). Saat sidang kabinet yang dipimpin oleh Presiden Megawati Soekarnoputri berlangsung, sejumlah aksi unjuk rasa menolak kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, TDL, dan tarif telepon digelar oleh berbagai kelompok masyarakat di depan Istana Merdeka. Namun, sidang yang diikuti seluruh menteri Kabinet Gotong Royong dan berlangsung 4,5 jam tidak membicarakan masalah kenaikan harga dan dampaknya terhadap masyarakat. Pada saat pemerintah mengatakan bahwa bola (soal pencabutan keputusan untuk menaikkan harga BBM, tarif dasar listrik, dan tarif telepon secara bersamaan-Red) berada di tangan DPR, Partai Keadilan malahan mengancam akan menarik anggotanya yang duduk di DPR jika pemerintah tidak memperhatikan kritik yang berkembang di masyarakat. "Sangat mungkin satu anggota DPR ditarik dan sangat mungkin pula ada anggota lain yang menyusul. Pak Mashadi tadi sudah menegaskan siap ditarik dari keanggotaannya di DPR dan ia (Mashadi-Red) telah menyatakan diri mundur dari panitia anggaran," kata Presiden Partai Keadilan Hidayat Nurwahid dihadapan wartawan, Senin. Rencana Partai Keadilan untuk menarik anggotanya dari DPR ditegaskan dalam pernyataan sikap yang dibacakan Ketua Departemen Ekonomi Partai Keadilan Dr Zulkieflimansyah pada acara konferensi pers dalam rangka "Gugatan terhadap Pemerintahan yang Malas serta Seruan untuk Protes Nasional". Saat ini ada tujuh anggota DPR dari Partai Keadilan yang bergabung dalam Fraksi Reformasi. "Yang kita pentingkan adalah adanya komitmen pemerintah untuk sesegera mungkin mendengar suara publik. Kemudian melakukan evaluasi ulang terhadap kebijakan ini," ungkap Hidayat. Sementara itu, berkaitan dengan pemboikotan untuk membayar tarif listrik dan telepon yang dilakukan masyarakat, Partai Keadilan menyatakan sikapnya tidak secara khusus mendukung boikot, tetapi memahami bentuk protes yang dilakukan masyarakat dengan cara boikot membayar listrik. Tidak tutup mata Menjawab pertanyaan tentang apakah pemerintah membuka diri untuk mengubah kebijakan kenaikan harga BBM dan tarif listrik tersebut, Hamzah Haz mengatakan, "Semuanya tergantung DPR, karena ini UU yang telah diputuskan. Pemerintah tidak menutup mata, oleh karena itu pemerintah melakukan berbagai antisipasi, yaitu bagaimana menjaga daya beli masyarakat, menjaga suplai barang di pasar, dan menjaga HET (harga eceran tertinggi-Red) bisa berlaku di seluruh Indonesia." Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Dorodjatun Kuntjorojakti mengatakan keputusan ini sudah disetujui DPR dan merupakan amanat politik dari mulai MPR sampai DPR bahwa kita harus mengurangi subsidi. Sementara Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan sesuatu yang biasa bila masyarakat melakukan kritik terhadap kebijakan atau keputusan pemerintah. "Itu sah dan boleh saja selama protes dan unjuk rasa itu menepati aturan, tidak melakukan pelanggaran hukum, tidak mengganggu keamanan dan ketertiban umum," katanya. Dijelaskan, secara implisit sidang kabinet mengharapkan dibukanya dialog publik antara pemerintah dengan masyarakat. "Diharapkan bisa dibuka ruang komunikasi antara pemerintah dengan publik, apakah itu ornop, organisasi profesi, politisi, untuk sama-sama memahami apa yang menjadi kesulitan masing-masing dan mendapatkan solusi yang terbaik," ujar Yudhoyono. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Hari Sabarno berpendapat wajar bila muncul reaksi masyarakat terhadap kenaikan harga. "Jika daya beli belum meningkat, wajar ada keresahan. Persoalannya adalah bagaimana keresahan ini tidak melahirkan instabilitas," katanya. Oleh karena itu, lanjut Mendagri, pemerintah harus memberikan kompensasi untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Di sisi lain Menteri Tenaga Kerja Jacob Nuwa Wea menyatakan, pengusaha sesungguhnya masih memiliki kemampuan untuk meningkatkan upah buruh demi meningkatkan daya beli buruh. "Asalkan uang siluman (pungutan liar-Red) yang harus mereka bayarkan dikurangi. Kalau ada yang minta uang siluman mereka harus bisa menolak dengan tegas," ujarnya. Menanggapi rencana terjadinya unjuk rasa buruh dan pengusaha, Nuwa Wea mengatakan, "Kalau mau demo silakan, asal tidak merusak." Staf Ahli Menkeu Anggito Abimanyu mengatakan, keputusan pemerintah mengenai sejumlah kenaikan tarif dan harga tidak perlu mengejutkan berbagai pihak. Sebab, keputusan tersebut merupakan pengurangan subsidi dalam APBN 2003 yang dibahas pemerintah sejak bulan Maret 2002 dan diumumkan bulan Agustus 2002. Karena itu, Anggito juga meminta kepada lembaga lain seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI) agar konsisten dengan perhitungan angka inflasi pada tahun 2003 yang ditetapkan dalam RAPBN 2003 sebesar 9 persen. Sebab, angka sembilan persen tersebut dihitung bersama dengan BPS dan BI, dengan perhitungan kenaikan sejumlah tarif dan harga di tahun 2003 akibat pengurangan subsidi tersebut. Ketika ditanya, apakah pemerintah mengkaji pengaruh kenaikan terhadap rakyat kecil, Anggito mengatakan tidak relevan jika mengaitkan penderitaan rakyat kecil dengan inflasi. Lebih tepat, jika melihat kenyataan langsung di lapangan karena perhitungan inflasi hanya terkait berapa ratus barang tertentu saja. Saat disebutkan bahwa justru kenyataan di lapangan, nelayan menjadi sulit melaut, Anggito mengatakan, pemerintah akan memberikan kompensasi kepada nelayan akibat kenaikan harga BBM. Besarnya kompensasi, akan disesuaikan dengan beban yang diderita oleh nelayan akibat kebijakan tersebut. Kebijakan memberikan kompensasi sudah dijalankan sejak kenaikan harga BBM pada tahun 2001, kini disiapkan lagi dana kompensasi BBM pada tahun 2003 sebesar Rp 4 trilyun. Dana kompensasi diberikan sebagai subsidi langsung untuk menutupi kemerosotan daya beli dari masyarakat. Anggito juga menjelaskan, subsidi BBM pada tahun 2002 sekitar Rp 33 trilyun, kemudian pemerintah mengurangi subsidi pada tahun 2003 sekitar Rp 20 trilyun. Namun tambahan tabungan pemerintah dari potongan subsidi itu, ada tambahan kenaikan anggaran pembangunan sebesar Rp 10 trilyun, kenaikan gaji pegawai negeri dan tunjangan guru sebesar 50 persen, lalu ditambah lagi kenaikan dana ke daerah. "Dari tambahan kenaikan anggaran, dapat dilihat pada sisi tabungan yang bisa diraih pemerintah, ternyata dikembalikan lagi. Hal ini dipilih, ketimbang pemerintah mengeluarkan subsidi yang salah sasaran," ujar Anggito. Anggito menegaskan, jika pencabutan subsidi tidak dilakukan, maka pemerintah harus mencari sumber penghematan pengeluaran atau tambahan penerimaan. Pemerintah menurut Anggito, sudah berupaya menggunakan sumber pembiayaan lain, misalnya pengembalian rekening dana investasi (RDI). Namun audit BPK dan BPKP belum selesai, sehingga pemerintah terpaksa belum bisa memanfaatkan sumber pendanaan seperti RDI tersebut. Buka lahan kerja Sementara itu, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Ermaya Suradinata mengatakan, dana yang semula digunakan untuk subsidi BBM diharapkan dapat dialihkan untuk membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan riilnya. "Dana subsidi harus dimanfaatkan untuk memberikan modal pada ekonomi menengah ke bawah, membuka lahan kerja, subsidi untuk angkutan umum, bahkan subsidi pada nelayan," ujar Ermaya, usai acara serah terima jabatan Wakil Gubernur Lemhannas di Jakarta, Senin. Ermaya membenarkan bahwa Lemhannas setuju dengan kenaikan harga BBM. Latar belakangnya adalah karena Lemhannas melihat kenaikan harga BBM itu secara komprehensif, dan bukan hanya melihat bahwa naiknya BBM akan mengakibatkan harga solar, bensin menjadi naik. Lemhannas melihat secara keseluruhan, subsistem dari sistem yang begitu luas. Menurut dia, pada tahun 2003 ini mulai diberlakukannya AFTA (Asean Free Trade Area). Artinya, negara-negara di Asia Tenggara akan masuk ke Indonesia dengan keunggulan dan keunikan kualitas ekspornya. "Sementara kita adalah termasuk negara yang kurang memproduksi keunggulan atau keunikan ekspor kita sehingga kita menjadi negara pasar yang sifatnya sangat konsumtif. Sebab itu, kita harus membangun dari yang paling bawah, yaitu pemerintah harus memberikan perhatian kepada masyarakat menengah ke bawah itu," papar Ermaya. Ermaya menyatakan, tahun ini ketahanan nasional harus ditingkatkan. Terlebih sekarang ini juga sudah ada upaya untuk menjatuhkan Presiden Megawati Soekarnoputri oleh kelompok-kelompok tertentu. Menurut Ermaya, menjatuhkan Megawati bukanlah suatu solusi untuk mengatasi problem yang dialami Indonesia karena langkah itu justru akan menjerumuskan bangsa kita sendiri. (ely/mba/osd/tia/boy/b02)
|
|
Kembali ke Daftar Isi |