|
|
Kamis, 9 Januari 2003 Presiden Sesalkan Aksi Demo yang Rusak Simbol Kenegaraan Jakarta, Kompas - Menanggapi maraknya aksi demonstrasi belakangan ini, Presiden Megawati Soekarnoputri menyesalkan bahwa aksi itu juga merusak simbol-simbol kenegaraan, seperti bendera, foto, atau patung kepala negara. Model demonstrasi tersebut--yang dinilainya tak menghormati pemimpin bangsa--hanya akan membuat bangsa Indonesia sulit menjadi bangsa yang utuh, seperti Jepang dan Korea. "Saya juga dengar, tidak tahu benar tidaknya, katanya foto-foto saya dan Pak Hamzah dibakari.... Saya tidak terima jika bendera, patung-patung saya dan Pak Hamzah Haz diinjak-injak dan dibakar. Saya mikir, kapan sebagai bangsa kita punya cara seperti itu. Itu yang perlu dikomunikasikan kepada anak-anak kita," kata Megawati di depan peserta Rakornas Sosialisasi Kebijakan Komunikasi dan Informasi 2003 di Istana Negara, Jakarta, Rabu (8/1). Dalam acara itu, hadir juga Menteri Negara Komunikasi dan Informasi Syamsul Muarif, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Kwik Kian Gie, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. Lalu Presiden Megawati pun mengeluhkan media yang tidak simpatik kepada dirinya. "Begini, media kan tidak simpatik kepada saya, jadi saya tidak tahu pernah masuk atau tidak. Saya pernah bicara bahwa bangsa Indonesia sudah menjadi 'bangsa setengah', pada bingung semua. Bingung sendiri-sendiri, interpretasi sendiri-sendiri, saya ketawa sendiri," ungkapnya sambil menjelaskan bahwa "bangsa setengah" adalah bangsa yang tidak serius ingin menjadi bangsa modern namun melupakan budayanya sendiri. "Coba kita amati media kita, apakah itu media elektronik ataupun cetak, saya kadang-kadang prihatin. Bagaimana tidak prihatin. Sepertinya kita ini mau menyebut diri kita sebagai bangsa apa? Kalau Indonesia, kok bukan begini caranya? Tetapi kalau tidak dikatakan Indonesia, lalu apa?" ujar Presiden. Hal itu, menurut Presiden, harus dikembangkan sebagai bahan dasar atau olahan yang nantinya akan diinformasikan dan dikomunikasikan kepada masyarakat. "Karena tanpa itu akan terjadi kerapuhan karena kita tidak solid, kita bangsa yang setengah, harusnya kita menjadi bangsa yang utuh," ucap Presiden. Sekarang ini, lanjut Megawati, memang perlu membentuk opini publik karena isu sekarang ini sudah dianggap menjadi kebenaran. "Sekarang bagaimana caranya komunikasi, informasi, ini betul. Ketika membuat jaringan bisa menyampaikan sesuatu yang betul dan diharapkan masyarakat, menjadi suatu data yang bisa dipertanggungjawabkan," katanya. Jangan terbakar Sementara itu, di Yogyakarta, kemarin, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, ketidakpuasan masyarakat soal kenaikan serentak harga bahan bakar minyak (BBM), tarif dasar listrik (TDL), dan telepon yang dilewatkan dalam bentuk aksi massa masih tertib dan wajar dalam kehidupan demokrasi. Namun, katanya, pemerintah tetap mewaspadai jangan sampai akibat amuk massa, Tanah Air terbakar di sana-sini dan menjauh dari pemulihan keadaan. Ia kemudian menceritakan pertemuannya dengan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Menko Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Jusuf Kala, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Polri) Jenderal (Pol) Da'i Bactiar, Selasa petang. Di situ dirumuskan langkah-langkah untuk mengatasi akibat yang terjadi setelah kenaikan ketiga harga komponen tadi. "Karena bagaimanapun kita harus mendengar apa yang disuarakan oleh rakyat kita. Kita harus responsif secara positif," tandasnya. Unjuk rasa yang terjadi di beberapa wilayah, sepanjang tidak melanggar keamanan dan ketertiban serta tidak melanggar hukum dan undang-undang, akan diposisikan sebagai realitas dalam demokrasi. Tetapi aksi-aksi yang disertai penyanderaan truk tangki BBM seperti terjadi di Makassar, menurut Menko Polkam, sudah bersifat pemaksaan dan bisa menjurus kepada aksi kekerasan. Kecenderungan untuk meniru ulah menyandera truk tangki tampaknya mulai menyebar ke berbagai kota. Kemarin, di Jakarta, dua kelompok demonstran mahasiswa-yang menentang kenaikan harga BBM, TDL, dan telepon-menyandera masing-masing sebuah truk tangki. Di hari yang sama, sejumlah badan eksekutif mahasiswa (BEM) mengancam akan mengerahkan massanya ke Istana bila sampai hari Kamis ini, pemerintah tidak membatalkan kenaikan ketiga harga komponen itu. Seperti juga Yudhoyono, Kepala Polri Da'i Bachtiar menyatakan, siapa pun atau kelompok mana pun di Indonesia tidak dilarang melakukan unjuk rasa untuk menyampaikan pendapat atau pikirannya. Tetapi, ia meminta untuk tidak mengungkapkan kebebasan berpendapat dan menyampaikan pikiran itu dengan cara-cara anarki. "Jangan sampai penyampaian pikiran dan pendapat itu mengganggu koridor ketertiban umum dan keamanan. Polri akan berupaya melakukan langkah persuasif kepada pengunjuk rasa agar tidak bertindak anarkis. Jika unjuk rasa semakin berkembang, Polri sudah siap menghadapinya," kata Kepala Polri yang berada di Singapura sebagai pembicara dalam seminar Re-Building Investor Confidence in Indonesia, Rabu. Sedangkan Wakil Presiden Hamzah Haz mengemukakan agar aksi demonstrasi yang marak di berbagai tempat di Indonesia bisa ditampung oleh DPR. "Seperti yang saya katakan itu, demo-demo itu hendaknya dapat ditampung oleh DPR. Saya kemukakan, dalam soal budget, hak tertinggi ada di DPR. Ini kan sudah jadi budget. Karena itu, supaya tidak menimbulkan sesuatu yang menimbulkan gangguan stabilitas politik dan ekonomi, maka diharapkan disalurkan di DPR sana. DPR mempunyai kewajiban menampung dan mengelola apa yang disampaikan rakyat dan kemudian dibicarakan dengan pemerintah," demikian kata Wapres menjawab pertanyaan wartawan sesuai mengadakan pertemuan dengan para pengurus Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Istana Merdeka Selatan, Rabu sore kemarin. DPR desak pemerintah Mengenai sikap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas kenaikan harga BBM, tarif listrik, dan telepon, Wakil ketua DPR Muhaimin Iskandar (Fraksi Kebangkitan Bangsa/F-KB) menjelaskan, berdasarkan Rapat Pimpinan DPR hari Selasa, pimpinan DPR telah sepakat untuk mendesak pemerintah menunda kenaikan harga tiga elemen pokok. Pimpinan DPR juga akan mengadakan rapat mengundang pimpinan fraksi untuk membahas kebijakan menaikkan harga BBM, tarif telepon, dan listrik tersebut. Wakil Ketua DPR dari Fraksi Reformasi AM Fatwa yang ditemui terpisah juga meminta pemerintah segera menanggapi reaksi penolakan yang berkembang di masyarakat dan tidak melempar tanggung jawab kepada DPR. Jika pemerintah tetap berkeras dengan kebijakannya, Fatwa mengingatkan pemerintah agar siap menanggung konsekuensi yang akan terjadi. Permintaan penundaan kenaikan harga juga datang dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kemarin. Ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara mengatakan, "Besok (Kamis-Red), kami akan bertemu Presiden di istana dan akan menyampaikan hal itu. Kami akan mendesak Presiden agar menunda dulu kenaikan BBM, listrik, dan telepon," ujar Abdul Hakim. (mba/top/win/smn/sut/osd)
|
|
Kembali ke Daftar Isi |