|
|
Senin, 13 Januari 2003 Megawati: Saya Pilih Kebijakan Tidak Populis Agar Tak Menjerumuskan Bangsa Badung, Kompas - Presiden Megawati Soekarnoputri mengakui, kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), tarif dasar listrik (TDL) dan telepon merupakan kebijakan yang sangat tidak populis (tidak memihak rakyat). Namun, untuk jangka panjang, kebijakan itu bersifat konstruktif jika dibandingkan dengan kebijakan yang populis, tetapi semakin menjerumuskan bangsa ini lebih dalam lagi ke kubangan krisis. Hal itu diutarakan presiden dalam pidato politiknya pada perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-30 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), di Lapangan Umum Mengwi, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, Minggu (12/1). Presiden Megawati, yang juga Ketua Umum DPP PDI-P, mengatakan, pemerintah tidak memiliki pilihan lain untuk segera membawa bangsa ini keluar dari krisis. "Masyarakat selalu dininabobokan dengan subsidi dimana dana subsidi tersebut didapatkan dengan jalan mengeruk sumber daya alam secara berlebihan dan melakukan pinjaman utang luar negeri. Akibat kebijakan subsidi yang populis tersebut, yang selalu ditempuh pemerintah untuk mendapatkan dukungan politis dari rakyat, pada akhirnya menyebabkan runtuhnya fondasi perekonomian kita di waktu yang lalu," ujarnya lantang. Sebelum membuka acara HUT tersebut, Megawati bersama suaminya, Taufik Kiemas, dan beberapa anggota rombongannya sempat melakukan acara simbolis penanaman padi dan pohon nangka tempel unggul di Desa Beraban, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan. Usai acara tersebut, sebelum menuju ke tempat perayaan HUT PDI-P, rombongan Megawati makan siang di Hotel Le Meridien di kawasan Bali Nirwana Resort, yang pada pembangunannya mendapatkan protes keras masyarakat lokal. Hadir dalam perayaan tersebut antara lain sejumlah Duta Besar dari negara-negara di Asia Tenggara, Eropa, dan Afrika di Jakarta, serta belasan menteri dan menteri negara Kabinet Gotong Royong, misalnya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Hari Sabarno, Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag) Rini M Suwandi, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Mennakertrans) Jacob Nuwa Wea, Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) Hatta Radjasa, Menteri Negara Lingkungan Hidup (Meneg LH) Nabiel Makarim, dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (Meneg PP) Sri Redjeki Sumaryoto. Acara ini merupakan acara utama dalam rangkaian HUT PDI-P ke-30 yang seluruhnya menelan biaya sekitar Rp 1,2 milyar. Kerja keras Presiden mengakui, kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif BBM, TDL, dan tarif telepon memang bukan keputusan mudah. Untuk memahami pilihan tersebut, lanjutnya, dibutuhkan pengertian dan kerja keras dari masyarakat. "Hal ini dilakukan untuk jangka panjang. Nanti kita akan bisa mulai mengurangi utang kita. Dengan demikian, kita tidak akan selalu dililit utang berkepanjangan yang selama ini sudah terjadi," ujarnya. Menurut dia, pengalaman masa lalu telah memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia. Megawati pun mengerti benar bahwa mengubah paradigma masyarakat yang selama lebih dari 30 tahun sudah terbiasa dibuai dengan kebijakan harga murah, tidaklah mudah. "Dibutuhkan sebuah pengertian dan kerja keras. Sekali lagi kerja keras, untuk memberikan pemahaman kepada seluruh masyarakat bahwa inilah pilihan yang terbaik dan tidak ada pilihan lain," tegasnya. Kendati belum memberikan hasil yang terlalu menggembirakan, namun ia yakin pilihan tersebut akan membawa masyarakat pada kehidupan yang lebih baik. Indikasinya dapat dilihat dengan adanya perbaikan pada sektor makro ekonomi dan pada rasio utang luar negeri kita terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang menjadi lebih kecil. "Hal ini menunjukkan semakin meningkatnya kemandirian kita di dalam menjalankan roda ekonomi," katanya. "Indonesia yang kaya raya tidak bisa lagi menjalankan satu politik ekonomi yang hanya menggantungkan pada pinjaman luar negeri belaka. Apakah saudara-saudara sanggup untuk bisa hidup sederhana, tetapi... tetapi akhirnya akan mendatangkan kemandirian," ujarnya beretorika yang disambut teriakan hangat massa. "Maka untuk itu, dengan ketulusan hati saya meminta pengertian seluruh warga PDI Perjuangan dan bangsa Indonesia agar pilihan untuk membangun fondasi ekonomi bangsa yang lebih kokoh ini dapat dipahami dan didukung walaupun sungguh terasa sangat berat," ujarnya. "Semua itu akan terasa lebih ringan bila semua pihak baik pejabat negara maupun para elite politik maupun para ketua umum ataupun partai-partai politik dapat memberikan keteladanan dengan gaya hidup sederhana, jujur, dan penuh dedikasi kepada bangsa. Saya selalu yakin bahwa bangsa Indonesia tercinta ini masih tetap memiliki semangat kebersamaan dan akan selalu mampu mengatasi setiap tantangan. Mari kita bangun semangat kebersamaan sosial melalui gerakan kesetiakawanan sosial," ujar Megawati. Kritik MA Pada kesempatan itu, Presiden juga mengajak pihak Mahkamah Agung untuk turut juga mengikuti alam reformasi karena berbagai masalah hukum yang diajukan pihak kepolisian dan kejaksaan ternyata malahan banyak yang dibebaskan. Dari tiga pilar penyelenggara pemerintahan di Indonesia yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif, tinggal yudikatif saja yang belum ikut melakukan reformasi. Presiden melihat bahwa proses di legislatif telah mengalami reformasi, malah kadang-kadang kebablasan. Eksekutif pun dinilainya telah berupaya untuk memperbaiki persoalan-persoalan mereka dan saya kira dalam waktu yang tidak terlalu lama mereka mampu menata dirinya kembali. "Sekarang yang masih tinggal adalah masalah yudikatif. Kita bisa melihat suatu proses pengadilan ketika dengan susah payah kepolisian dan kejaksaan memberikan bukti-bukti yang mereka dapatkan untuk bisa dibawa ke pengadilan. Dalam proses pengadilan itu, oleh Mahkamah Agung itu dibebaskan. Untuk itu, tentunya kita meminta Mahkamah Agung pun ikut mengikuti alam reformasi ini," ujarnya, yang disambut teriakan riuh dari warga PDI-P. Presiden Megawati juga menegaskan perlunya PDI-P menjadi partai yang bersih dari politik uang (money politics). Dia menyoroti masalah politik uang yang banyak terjadi di negeri ini, termasuk di antaranya yang terlibat adalah sebagian warga PDI-P. Karenanya, Megawati berpesan, agar mulai sekarang warga PDI-P pandai-pandai memilih calon-calon yang akan dipilihnya nanti pada Pemilu 2004, pemilu yang pertama kalinya akan memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. "Untuk memilih kepala desa, untuk memilih bupati, untuk memilih camat, untuk memilih lurah, untuk memilih gubernur, sekarang ini uang pating sliwer (lalu lalang-Red). Terima apa ndak?" Megawati melontarkan retorika yang disambut teriakan riuh. "Kok saya dengar katanya terima," ujarnya sambil tersenyum. Pada kesempatan ini Megawati juga menegaskan komitmen PDI-P untuk mempertahankan Pancasila yang selama ini telah menjadi perekat persatuan bangsa. Dia juga mengingatkan kembali unsur persatuan lain yang telah ditanamkan oleh pendiri bangsa Indonesia, Bung Karno, dengan falsafah tat twam asi. "Tat twam asi, tat twam asi, tat twam asi. Aku adalah engkau, engkau adalah aku. Demikian kebudayaan bangsa ini yaitu selalu dalam kebersamaan selalu dalam kegotongroyongan. Dan untuk itu, kami berterima kasih kepada masyarakat Bali yang telah mengalami keprihatinan (akibat bom di Kuta, 12 Oktober 2002-Red) tetapi tidak melakukan balas dendam apa pun," ujarnya. "Srikandi Sraya" Dalam perayaan HUT PDI Perjuangan kemarin, beragam pergelaran dipentaskan, antara lain band, drama tari bertajuk Srikandi Sraya yang ceritanya telah digarap lagi oleh adik Megawati, Guruh Soekarnoputra, sehingga berbeda dari pakem yang ada di Indonesia, sementara tariannya adalah garapan seniman asal Gianyar, Made Sidia. Drama ini mengisahkan kiprah Srikandi yang berada di pihak Pandawa yang berhasil menewaskan Resi Bhisma yang menjadi panglima perang pasukan Kurawa dalam besutan kisah Mahabharata. Mendahului hari ulang tahun Megawati yang jatuh tanggal 23 Januari mendatang, paduan suara AMI memperesembahkan lagu kesayangan Megawati dari penyanyi Frank Sinatra, My Way. Juga ditampilkan drama lokal Petruk dan Dolar, serta dua pergelaran gerak tari dari Kinarya GSP sebagai pembuka dan penutup acara. Di bagian pembuka, tari Laskar Merah Putih yang diiringi musik kontemporer itu gagal masuk ke khasanah jiwa laskar yang heroik. Sementara para tarian penutup, hanya segelintir warga PDI-P yang masih bertahan. Perhelatan tersebut dilengkapi dengan sejumlah sistem pengamanan. Selain mengandalkan ratusan petugas dari Kepolisian Daerah (Polda) Bali dan prajurit Kodam IX/Udayana, pengamanan perayaan HUT PDI Perjuangan ke-30 tersebut juga melibatkan sekitar 2.000 pecalang (satuan pengaman adat) dan Satuan Tugas (Satgas) PDI Perjuangan Bali serta satgas dari masing-masing Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) luar Bali.(COK/ISW)
|
|
Kembali ke Daftar Isi |