[Berita www.beritabali.com Edisi : 21.01.2008 15:48
Puluhan Orang Demo Tuntut Adili Soeharto dan Kroni
Denpasar, Puluhan mahasiswa di Denpasar Bali hari ini melakukan demo
terkait kasus mantan Presiden Suharto. Mahasiswa meminta agar Presiden SBY dan
Wapres JK agar bersikap tegas terhadap proses hukum Suharto. Menurut mereka,
tidak ada alasan bagi Suharto dan kroninya untuk mengelak dari proses hokum.
Puluhan mahasiswa dari berbagai elemen yang menggelar demo ini tergabung dalam
Aliansi Mahasiswa untuk Demokrasi dan HAM. Mereka berdemo di perempatan jalan
Dewi Sartika dan Jalan Sudirman Denpasar.
Dalam aksi demonya, para pendemo mengelar orasi secara bergantian. Selain itu
mereka juga membentang beberapa poster dan spanduk.
Dalam aksi demo yang berjalan damai ini, para pendemo mengajukan 5 tuntutan.
Tuntutan tersebut antara lain meminta pemerintahan SBY-JK agar bersikap tegas
terhadap kasus hukum Suharto, dengan mencabut SP 3 dan mengadili Soeharto.
“Selama berkuasa 30 tahun, mantan Presiden Suharto telah melakukan korupsi
senilai 150 hingga 350 Triliun Rupiah berdasarkan lembaga survey Stolen Asset
Recovery. Selain itu, selama berkuasa soeharto juga bertanggung jawab atas
beberapa kasus pelanggaran HAM,” kata Lucas, salah seorang pendemo.
Dengan berbagai pelanggaran hukum yang telah dilakukan, menurut pendemo, tidak
ada alasan bagi Suharto dan kroni-kroninya untuk menghindar dari proses hokum.
Selain harus menjalani proses hukum, pendemo juga menuntut pemerintah agar
menyita aset Suharto untuk kemakmuran rakyat Indonesia. (bob)
VOICE OF THE OPPRESSED: Protesters hold a placard demanding former president Soeharto’s cronies be tried for their alleged involvement in human rights violations. The protesters rallied near the Merdeka Palace in Jakarta on Wednesday and were supported by dozens of victims and relatives of those who suffered violations of human rights during the late Soeharto’s rule. The rally also questioned a recent call to bestow Soeharto with the title of hero.
Jusuf Kalla Pernah Dinilai Tak Sopan terhadap Soeharto
Rabu, 30 Januari 2008 | 14:24 WIB
JAKARTA, RABU-Kenangan terhadap mantan Presiden RI ke-2, almarhum Jenderal Besar TNI (Purn) Muhammad Soeharto, hingga kini masih banyak diceritakan oleh para pejabat di Indonesia.
Kali ini, kenangan terhadap mantan penguasa Orde Baru selama 32 tahun itu diceritakan langsung oleh Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla di hadapan petinggi Partai Golkar, saat melantik pengurus Badan Informasi dan Komunikasi Partai Golkar serta membuka seminar di Kantor Pusat Partai Golkar, Rabu (30/1).
Menurut Kalla, yang juga Ketua Umum DPP Partai Golkar, saat ada pertemuan pada tahun 1992 antara pengusaha dengan almarhum Presiden Soeharto, selaku Ketua Kadin Makassar dia mengutarakan adanya ketidakadilan perlakuan dalam komunikasi di Indonesia. "Orang Jakarta kalau berkomunikasi melalui telepon sangat murah, biayanya hanya Rp 1.000 per 3 menit. Tetapi, orang Makassar biayanya Rp 3.000 per menit. Ini karena komunikasi melalui kabel itu dibagi dalam enam zona," ungkap Wapres Kalla.
Menurut Wapres, pernyataan itu tidak menjadi soal bagi almarhum Soeharto. "Namun, yang menjadi soal itu ketika saat saya menyampaikan persoalan itu, sebagai orang yang berasal dari non Jawa, tangan yang saya angkat itu lebih tinggi dari tangan almarhum. Kejadian itu difoto dan fotonya dimuat di halaman satu harian Kompas pada tahun 1992. Dan, menurut teman-teman saya, tangan saya itu dianggap tidak sopan kepada Pak Harto waktu itu," papar Wapres Kalla.
Wapres Kalla menambahkan, seusai dirinya menyampaikan keluhan, almarhum Presiden Soeharto meminta saya membuat surat yang ditujukan kepada PT Telkom, dengan tembusana ke saya.
"Setelah tiga bulan berlalu, memang ada perubahan. 6 zona itu diubah menjadi 3 zona, sehingga biaya untuk berkomunikasi bagi masyarakat di Makassar, bisa lebih murah lagi," lanjutnya.
Namun, kata Wapres Kalla lagi, saat dia menjadi pengusaha komunikasi di Makassar dan berbisnis komunikasi, ia malah rugi dengan perubahan zona tersebut. "Akan tetapi, itu hanya kerugian di tahun pertama. Tahun berikutnya sudah kembali modal lagi," demikian Wapres Kalla. (HAR)