PARTAI
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Ketua Umum
Megawati Soekarnoputri
Sekretaris Jenderal
Pramono Anung W
Asas
Pancasila
Alamat
Jl. Lenteng Agung No.99, Jakarta Selatan 10710
Telepon / Fax
021-7806028 / 021-7814472
Website
Visi

BAHWA sesungguhnya cita-cita luhur untuk membangun dan mewujudkan Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, demokratis, adil dan makmur serta beradab dan berketuhanan  sebagaimana termaktub di dalam Pembukaan UUD 1945 adalah merupakan cita-cita bersama dari seluruh rakyat Indonesia
 
Perwujudan cita-cita bersama tersebut menuntut keterlibatan semua kekuatan bangsa, baik secara individual maupun secara kolektif, sekaligus merupakan hak dan tanggung jawab seluruh rakyat. PDI Perjuangan sebagai wadah dan alat perjuangan serta kekuatan politik rakyat berasaskan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai jiwa dan semangat lahirnya pada 1 Juni 1945.

Di dalam perwujudannya, PDI Perjuangan mempunyai jati diri kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan sosial dengan watak demokratis, merdeka, pantang menyerah, dan terbuka yang seluruhnya merupakan modal perjuangan untuk membangun bangsa dan karakter bangsa serta menggerakkan kekuatan dan memperjuangan aspirasi rakyat menjadi kebijakan negara.
 
Untuk itu PDI Perjuangan mempunyai tugas mempertahankan dan mewujudkan cita-cita Negara Proklamasi 17 Agustus 1945, melaksanakan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta mempersiapkan kader Bangsa.
 
Oleh karena itu, melalui kekuatan dan kekuasaan politik yang senantiasa akan diperjuangkan, PDI Perjuangan bertekad untuk mewujudkan kehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Sejarah

PDI Perjuangan dideklarasikan pada tanggal 14 Februari 1999 di Istoran Senayan Jakarta. Lahirnya PDI-P dapat dikaitkan dengan peristiwa 27 Juli 1996, dimana kantor DPP PDI diserbu oleh ratusan orang berkaos merah yang bermaksud mengambil alih kantor DPP PDI. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Peristiwa "Sabtu Kelabu 27 Juli" yang banyak menelan korban jiwa.

Hasil dari peristiwa ini adalah tampilnya Megawati Soekarnoputri di kancah perpolitikan nasional. Walaupun sebelum peristiwa ini Megawati tercatat sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia dan anggota Komisi I DPR, namun setelah peristiwa inilah, namanya dikenal diseluruh Indonesia.

Setelah dibukanya kehidupan kepartaian politik oleh Presiden Habibie, untuk menyongsong Pemilu 1999, PDIP didirikan. Pemilu tahun 1999 membawa berkah bagi PDI Perjuangan, dukungan yang begitu besarnya dari masyarakat menjadikan PDI Perjuangan sebagai pemenang Pemilu dan berhasil menempatkan wakilnya di DPR sebanyak 153 orang. Dalam perjalanannya kemudian, Megawati terpilih sebagai Wakil Presiden mendampingi KH Abdurahman Wahid yang terpilih didalam Sidang Paripurna MPR sebagai Presiden Republik Indonesia Ke - 4.

Untuk pertama kalinya setelah berganti nama dari PDI menjadi PDI Perjuangan, pengurus DPP PDI Perjuangan memutuskan melaksanakan Kongres I PDI Perjuangan meskipun masa bakti kepengurusan DPP sebelumnya baru selesai tahun 2003. Salah satu alasan diselenggarakannya Kongres ini adalah untuk memantapkan konsolidasi organisasi Pasca terpilihnya Megawati sebagai Wakil Presiden RI. Kongres I PDI Perjuangan diselenggarakan pada tanggal 27 Maret - 1 April 2000 di Hotel Patra Jasa Semarang-Jawa Tengah.

Kongres I PDI Perjuangan akhirnya menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan periode 2000-2005 secara aklamasi tanpa pemilihan karena 241 dari 243 DPC mengusulkan nama Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan.

Setelah Kongres I PDI Perjuangan tahun 2000, pada tahun 2001 Megawati diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia Ke - 5 menggantikan KH Abdurahman Wahid yang diturunkan dalam Sidang Istimewa MPR-RI. Diangkatnya Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI ke - 5 membawa perubahan pada sikap politik PDI Perjuangan dan cap sebagai partai penguasa melekat di PDI Perjuangan.

 

PROFIL PARTAI

HINGGA saat ini peran Megawati Soekarnoputri di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sangatlah sentral. Megawati yang merupakan putri Bung Karno dan gigih melawan otoritarianisme pada masa Orde Baru menjadi simbol pemersatu sekaligus simbol perjuangan partai.

Tak heran, ketika PDI-P mengalami kekalahan pada pemilu legislatif dan presiden 2004, Megawati tetap dipilih untuk memimpin partai kembali hingga 2010. Dalam Rapat Koordinasi Nasional PDI-P 2007, 16.000 jajaran pengurus PDI-P, mulai dari cabang sampai pusat, yang duduk di legislatif dan eksekutif, secara aklamasi kembali mencalonkannya untuk maju pada Pemilu 2009.

Namun, Megawati juga telah menyiapkan sistem kaderisasi di partainya. ”Masak saya juga mau terus-terusan, kan tidak mungkin?” ucapnya.

Kendati demikian, Megawati juga menegaskan, kalaupun nanti figur yang datang menggantikan dia adalah dari keluarga Bung Karno, hal itu juga tidak perlu dipermasalahkan, asalkan memang mampu dan didukung rakyat, seperti halnya dirinya.

”Keluarga Bung Karno itu anaknya ada delapan, kenapa yang dipilih hanya saya. Ini juga harus dilihat dengan fair. Jadi kalau memang mampu, why not, tetapi bukan berarti menutup orang luar. Orang luar juga tunjukkan kemampuan. Semua berpulang kepada rakyat, bukan kepada elite,” paparnya.

Figur cawapres

Posisi sentral Megawati di PDI-P tentu akan ditentukan oleh hasil Pemilu 2009 nanti. Apabila Megawati kalah untuk kedua kali pada pemilu presiden, karisma putri Bung Karno ini bisa memudar.

Sementara kemenangan Megawati dalam pemilu presiden 2009 juga akan ikut ditentukan figur calon wakil presiden yang mendampinginya.

Tak heran, semenjak Megawati dicalonkan sebagai presiden pada rakornas, September 2007, banyak pihak menunggu siapa figur cawapresnya. Berbagai spekulasi pun berkembang, mulai dari Jusuf Kalla, Sultan Hamengku Buwono X, Hidayat Nur Wahid, Akbar Tandjung, Wiranto, Sutiyoso, sampai para gubernur seperti Gamawan Fauzi atau Fadel Muhammad.

Dalam perbincangan dengan Kompas, Megawati pun hanya menyebutkan kriteria. Menurut dia, figur cawapresnya harus yang benar-benar mau bekerja sama dengan dia. Hal itu mengingat konstitusi dan undang-undang belum merumuskan secara tegas pembagian tugas antara presiden dan wakil presiden. ”Karena itu, bagi seorang calon presiden, idealnya mencari seseorang yang mau ’bekerja sama’, dalam kondisi yang saya sebutkan tadi, dan bisa berjalan bersama-sama lima tahun,” katanya.

Sebagai orang yang pernah duduk di posisi presiden dan wakil presiden, Megawati mengenal betul perbedaan kedua posisi itu. Megawati menegaskan, saat menjadi wakil presiden, dia selalu membangun dalam diri untuk menghargai hak prerogatif presiden. ”Sebagai wapres tetap dengan etika mengikuti keadaan itu. Semua keputusan tetap dilaporkan kepada presiden. Saya tidak pernah melakukan pekerjaan di balik itu,” paparnya.

Menurut Megawati, sangat sulit dibayangkan bila presiden dan wakil presiden tidak bisa bekerja sama. Padahal, rakyat memilih seseorang menjadi pucuk pimpinan nasional untuk menjalankan roda pemerintahan dan membesarkan negara. Kalau di antara presiden dan wakil presiden terjadi hubungan yang rancu, akan terlihat nuansanya sampai ke bawah.

Terkait dengan banyaknya figur yang telah mendeklarasikan diri sebagai calon presiden, semakin sedikit alternatif bagi Megawati untuk memilih pasangannya. Ia sendiri menegaskan tidak mungkin mendegradasikan dirinya menjadi cawapres karena pencalonan dirinya diputuskan mulai dari kongres, rakernas, sampai rakornas 2007. Untuk mengubah itu haruslah melalui kongres luar biasa.

”Karena itu, tak mungkin kalau saya turun menjadi wapres. Saya juga akan dihujat oleh anak buah saya sendiri,” ucapnya.

Hasil sementara survei internal PDI-P, Megawati dianggap paling ideal berpasangan dengan Wiranto. Namun, Megawati tidak mau terburu-buru. ”Kita tidak boleh berpegang hanya pada survei. Saya juga punya hak prerogatif,” ucapnya.

Begitu pula dalam penentuan mitra koalisi partai. Wacana koalisi PDI-P dengan Partai Keadilan Sejahtera yang pernah dilontarkan Taufik Kiemas, menurut Megawati, boleh saja diwacanakan, tetapi belum merupakan keputusan partai. Sebagai ketua umum, dia pun punya hak untuk menentukan hal-hal yang sangat urgen.

Megawati juga belum bisa memastikan koalisi dengan Partai Golkar karena dalam rapimnas lalu pun masih muncul 10 nama calon presiden dari Partai Golkar. Bagi Megawati, kerja sama yang harus terbangun selama lima tahun nanti bukan hanya kerja sama di antara pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, tetapi juga kerja sama tim untuk memajukan negara. (SUT/MYR)

PARTAI PESERTA PEMILU
© 2008-2009 — Indonesia Memilih