Kata Hati Anak Negeri
SUNGGUH kami dalam kecemasan amat sangat. Perseteruan gerombolan elite politik
menjerumuskan kami ke liang ketakutan. Dan dalam sepekan ini, kembali rasa kecemasan dan
ketakutan itu, mengusik mimpi-mimpi indah kami.Cukup sudah kami lihat eloknya
perbukitan dan gunung di negeri ini, dari Sabang hingga Merauke, bersimbah darah dan
linangan air mata. Kami amat lelah berlari, dikejar sang prahara yang membawa kekuasaan,
siap memancung kepala kami.
Anak-anak kami menatap dengan matanya yang kosong tanpa harapan, bertanya
kepada kami, apa yang telah terjadi pada ibu pertiwi. Dan sekali lagi, kami, tak mampu
menjawab pertanyaan tadi. Karena kami anak kaum tersisih yang terlahir dalam kasus dan
krisis yang melanda negeri ini.
Tak lagi ada tempat untuk kami berlindung, sekalipun pagar betis dan kawat duri di
gedung wakil rakyat. Bahkan Tuhan seakan telah capai menolong kami, meski nada pedihnya
doa, tiap detik kami lantunkan dari mulut yang perih.
Titik harapan enggan menghampiri kami, seakan terbunuh, di antara empuknya kursi
kekuasaan yang membutakan hati nurani, mobil-mobil mewah dan congkaknya gedung-gedung
tinggi.
Kami kelelahan, hingga kami lupa, sudah sepekan, perut kami tak terisi.
Kami lemah, berbaring menatap langit tak berbintang. Malam ini, kami kembali berharap,
jangan nina-bobokkan kami dalam penderitaan yang berkepanjangan, tetapi, hantarkan tidur
kami dalam melodi perdamaian, agar kami dapat menuai mimpi-mimpi yang kami yakini tak
terbeli. Dan tolong bangunkan kami, esok pagi, dengan kokok ayam jantan yang kami
rindukan, bukan salakan senapan dan rintih kesakitan. (Eddy Hasby)
|
DI BAWAH MERAH PUTIH - Dalam
sengatan terik mentari, seorang bapak membawa Merah Putih, menyerukan kedamaian pada
kampanye simpatik di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Jumat (27/4). |