Puisi oleh Rieke Diah Pitaloka
sumber: Rieke Diah Pitaloka, Renungan Kloset: Dari Cengkeh Sampai Utrecht (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003)
|
||
|
Puisi oleh T. Mulya Lubis
sumber: Puisi Tak Pernah Pergi: Sajak-Sajak Bentara 2003 (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003)
Puisi oleh Taufik Ismail
sumber: Secrets Need Words: Indonesian Poetry, 1966-1998, edited and translated by Harry Aveling (Athens, OH: Center for International Studies Ohio University, 2003)
click on the title for English version
Ada baiknya,
tak mencatat hidup
dalam lembarlembar buku harian
Suatu masa,
jika membacanya lagi
manis, membuat kita ingin kembali
pahit, membuat duka tak bisa lupa
Ada baiknya,
merenung hidup
dalam kloset yang sepi
Tak perlu malu,
mengenang, tersenyum atau menangis
Setelah itu,
siram semua
bersiap menerima makanan baru
yang lebih baik dari kemarin
Yogya, 01102001 kembali ke atas
Kubuka jendela kamar,
Tuhan menyapa
apa yang kau inginkan hari ini?
Tuhan kataku, merdekakan jiwajiwa tertindas
Tuhan tersenyum di semerbak mawar
Nuriku berkicau lirih mencium harumnya
kubuka sarangnya
ulurkan tangan
menyentuhnya
Ia menatap tak percaya
aku mengangguk
Ia terbang menuju langit biru
Selamat pagi Tuhan
Terimakasih
Jakarta, 01102001 kembali ke atas
: Jaksa Agung Baharudin Lopa
Usai sudah lagu-lagu ceria menyambut pagi
Kutuang segelas air putih, meneguknya tuntas
kau bicara di ujung sana,
menyampaikan kabar
pada kami
pada kita semua
Sebuah berita kematian menusuk embun
mentari terlonjak
burung berhenti bersenandung
alam berkabung
terdiam
dengarkan bisik angin!
"sebentar lagi, tanah ini semakin retak!"
Sebuah lagu didendangkan
Kunyalakan sebatang rokok, menghembus asap
kulihat ada yang tertawa, dalam asap
menyambut suka cita, sebuah kabar duka
Jakarta, 04072001 kembali ke atas
Tigapuluhtujuh tahun
sebuah lagu kematian berkumandang sudah
tetap dikenang berjuta hati dan otak
dari tubuhtubuh orok yang baru lahir
hingga ragaraga tak bernyawa
tersemat
terpatri
kisah yang sama
tak pernah usai
tak bisa selesai
Milik siapa dan siapa?
Bagi siapa dan siapa?
Mengapa?
Kenapa?
Tak perlu kau jawab
gending sudah ditabuh
sangkakala sudah ditiup
Tigapuluhtujuh tahun
sebuah naskah dipentaskan
di panggung kematian
namun gemanya,
masih mencakar
masih menggigit
masih merobek
masih menghujam
Hingga kini,
Sayang,
tak perlu sedu sedan itu*
tak perlu rintih hiba itu
Sontakkan hati
Berikrar
bagi jiwa-jiwa
yang terampas di alas roban
yang koyak di hutan loyang
yang terbantai di ladang tebu
tanpa kubur
tanpa bunga tabur
tanpa doa dulur
sendiri,
tanpa batur
Sebuah sms kuterima
Selamat datang tigapuluh September
jangan lupa
jam duapuluh lewat lima
di metro tv :]
DARAH ITU MERAH, JENDRAL!**
Jakarta, 30092002 kembali ke atas
Maaf,
Tak bisa kutulis banyak
Tinta habis
Tadi malam kugoresi langit
dengan namamu......
Jakarta, 12082001 kembali ke atas
matamu memandang mataku,
jemarimu menyentuh jemariku,
kau tersenyum, aku tersipu;
awal kasih yang sederhana,
karena
Sayangmu tak lebih dari sepenggal pagi
yang selalu membangunkan
kau singkap kelambu hatiku,
kau tuang anggur dalam cawanku,
dua centi meter dari dasarnya,
'aku tak ingin kau mabuk', katamu
karena
Sayangmu tak lebih dari seberkas cahaya yang
menemani malam
tak ada rangkaian kata yang mempesona,
kata-kataku tenggelam dalam dekapmu,
kata-katamu karam dalam rengkuhanku,
detakhatimu gemuruh dadaku, meletup namun tak
menggores, beriak namun tak jadi gelombang,
berayun lembut,
mengatupkan mataku matamu dalam indah
yang tak menjulang
karena
Sayangmu tak lebih dari seteguk air yang
menghapus dahagaku
kau tak biarkan sedihku menjadi tangis,
kau tak biar tawaku jadi lupa,
kau tak pernah pasangkan pasung di kakiku agar
aku bisa berjalan, berlari,
kau tak pernah ikatkan rantai di tanganku,
agar aku bisa genggam dunia,
meraih harapan,
karena
Sayangmu selimut yang menentramkan
kau biarkan aku:
pergi dan datang dalam puisimu
memilih syair menulis kisah sendiri
karena
Sayangmu angin yang membimbing
kau bebaskan aku
jadi jiwa mandiri
karena itu
aku sayang padamu
sungguh...
Cengkeh, 24012003 kembali ke atas
barangkali kita cuma lelah setelah berabad berdebat
melihat pohon dan gunung bertumbangan satu-satu
lembah dan kali bertumpukan batu-batu
dan hujan yang enggan turun ke tanah
barangkali kita cuma lelah setelah berabad marah
melihat sungai dan laut menghitam oleh oli tumpah
kapal ikan yang tak henti menebar jala
mengusir perahu-perahu nelayan ke tepian
barangkali kita cuma lelah kehabisan daya
menghirup asap mobil yang memadati udara
bau busuk menyengat dari sampah berserakan
parit mampat di seluruh pelosok kota
barangkali kita lelah hampir menyerah
pada hukum alam yang mulai berubah
barangkali kita lelah karena cahaya api telah padam
dihembus angin kencang tanpa halangan
barangkali kita lelah karena kita sudah lelah
kehabisan tenaga kehabisan darah
8/8/2002 kembali ke atas
kenapa tak ada lagi langit
hamparan biru tempat awan
berlari
altar pelangi memberi salam
kepada anak kecil dan orang tua
yang
kesepian di jendela petang
dimana sungai yang membelah kota
mengalirkan damai ke sekujur badan
sebelum melangkah ke kesibukan kota
pagi hingga larut malam
ah, tak ada lagi langit dan sungai
dunia yang zalim telah merampasnya
dari anak-anak yang gemetar
yang kelak bakal terusir
entah kemana
26/8/2002 kembali ke atas
Hari depan Indonesia adalah duaratus juta mulut yang
menganga
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 watt,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang
menyala bergantian.
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong
siang-malam, dengan bola yang bentuknya seperti
telur angsa
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang
tenggelam karena seratus juta penduduknya.
Kembalikan
Indonesia
padaku.
Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main
pingpong siang malam dengan bola telur angsa di
bawah sinar lampu 15 wat.
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan
tenggelam lantaran berat bebannya kemudian
angsa-angsa berenang di atasnya.
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang
menganga, dan di dalam mulut itu ada bola-bola
lampu 15 wat, sebagian putih dan sebagian hitam,
yang menyala bergantian.
Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang
berenang-renang sambil main pingpong di atas
pulau Jawa yang tenggelam dan membawa seratus juta
bola lampu 15 wat ke dasar lautan.
Kembalikan
Indonesia
padaku.
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong
siang malam dengan bola yang bentuknya seperti
telur angsa
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang
tenggelam karena seratus juta penduduknya.
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang
menyala bergantian.
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang
menganga.
Kembalikan
Indonesia
padaku.
Last updated 5/13/2004
Site is developed by Nico Harjanto