Pemilihan Presiden Langsung di Indonesia
Pada tanggal 20 September 2004, masyarakat
Indonesia melakukan pemungutan suara untuk memilih presiden secara langsung. Ini
adalah pemungutan suara kedua untuk pemilihan presiden ini, karena pada
pemungutan suara pertama tanggal 5 Juli yang lalu tidak ada kandidat yang
terpilih. Menurut UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden, untuk dapat terpilih menjadi presiden, kandidat harus memperoleh
minimal 50 persen dari jumlah suara sah dan mendapatkan minimal 20 persen suara
di sepertiga propinsi yang ada di Indonesia pada putaran pertama. Apabila tidak
ada kandidat yang memenuhi persyaratan tersebut, maka diadakan pemilihan putaran
kedua, dimana kandidat yang memperoleh suara terbanyak akan menjadi presiden.
Pemilihan presiden secara langsung pada tahun 2004 ini adalah yang pertama kali
terjadi dalam sejarah Republik Indonesia. Sebelumnya, pemilihan presiden
diadakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). MPR pada masa lalu terdiri
dari anggota-anggota DPR, Utusan Golongan, dan Utusan Daerah. Pada masa
kepemimpinan Presiden Soeharto, sebagian besar anggota MPR ditunjuk dan
diberhentikan oleh presiden, sehingga memungkinkan Soeharto menjabat presiden
berulang kali.
Karena jumlah anggota MPR relatif sedikit dibanding jumlah pemilih pada umumnya,
maka sangat dimungkinkan juga terjadinya permainan politik dalam pemilihan
presiden. Hal ini terjadi pada tahun 1999, ketika kandidat presiden dari partai
pemenang pemilihan umum, Megawati Soekarnoputri, dikalahkan oleh Abdurrahman
Wahid yang mendapat dukungan dari kelompok Poros Tengah. Akibatnya, pendukung
Megawati mengamuk di beberapa daerah, seperti di Jakarta, Solo, dan Bali. Mereka
merasa bahwa Megawati telah dikalahkan secara tidak adil melalui konspirasi
politik Poros Tengah.
Pada putaran pertama pemilihan presiden 2004 ini ada lima kandidat yang
bertarung. Mereka adalah Wiranto, Presiden Megawati, Amien Rais, Susilo Bambang
Yudhoyono, dan Wakil Presiden Hamzah Haz. Wiranto adalah purnawirawan jenderal
yang menjabat Menteri Pertahanan dan Keamanan merangkap sebagai Panglima
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ketika terjadi gerakan reformasi pada
tahun 1998. Susilo Bambang Yudhoyono adalah purnawirawan jenderal juga dengan
jabatan terakhir adalah Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan.
Sedangkan Amien Rais adalah ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat saat ini dan
juga tokoh kunci dalam gerakan reformasi.
Dari lima kandidat tersebut, Megawati dan Yudhoyono berhasil masuk dalam putaran
kedua pemilihan presiden. Megawati memperoleh 26.6 persen dan Yudhoyono
memperoleh 33.6 persen suara sah. Dalam putaran kedua ini, Megawati yang
berpasangan dengan Hasyim Muzadi sebagai calon wakil presiden, mendapatkan
dukungan dari partai-partai besar seperti Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan
yang dipimpinnya, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Damai
Sejahtera, dan partai-partai kecil lainnya. Sementara itu, Yudhoyono mendapat
dukungan penuh dari Partai Demokrat yang mencalonkannya dan Partai Keadilan
Sejahtera serta beberapa partai kecil lainnya. Selain itu, Yudhoyono juga
mendapatkan dukungan tidak resmi dari Partai Amanat Nasional yang dipimpin Amien
Rais dan Partai Kebangkitan Bangsa.
Meskipun ini adalah pemilihan presiden secara langsung yang pertama kalinya
diadakan, masyarakat tampaknya tidak begitu antusias untuk mengikutinya lagi.
Mungkin masyarakat sudah bosan dengan pemilihan umum, karena pada tahun ini
diadakan tiga kali pemilihan umum. Yang pertama kali adalah untuk memilih
anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah pada tanggal 5
April, dan kemudian putaran pertama pemilihan presiden, serta terakhir putaran
penentuan pemilihan presiden. Hal yang menggembirakan adalah sejauh ini
pelaksanaan pemilihan umum berjalan dengan aman dan tanpa ada masalah yang
berarti.