Militer Hanya Surut secara Fisik,
Subkulturnya Masih Hidup
Kupang, Kompas - Masyarakat harus mencermati kembali
dengan arif munculnya Wiranto dan Bambang Susilo
Yudhoyono, dua mantan jenderal, dalam pencalonan
presiden. Meski keduanya secara fisik telah tampil
sebagai orang sipil, tetapi rakyat patut mencermati
kepemimpinan mereka.
"Harus diingat, kehadiran militer selama 32 tahun di
era Orde Baru telah membawa subkultur militer ke dalam
kancah politik, seperti etos kerja, kebiasaan, cara
kerja dan nilai-nilai militer yang secara fisik sulit
ditarik ke barak," ujar sosiolog Dr Ignas Kleden dalam
diskusi kepemimpinan sipil dan militer di Universitas
Katolik Widya Mandira Kupang, Rabu (12/5).
Ignas tak sependapat dengan anggapan bahwa
kepemimpinan sipil dan militer tidak perlu lagi
dipersoalkan. "Bukan karena militer mau mempertahankan
subkulturnya dalam politik, tetapi karena hal ini
berhubungan dengan dinamika kebudayaan,"katanya.
Garis komando atas bawah, orientasi yang terpusat
pada target, penggunaan kekerasan dalam menciptakan
ketertiban dan keamanan adalah kebiasaan khas militer.
Subkultur ini telah masuk dan diinternalisasi dalam
politik. "Untuk menjalankan pemerintahan sipil, seorang
mantan jenderal harus berusaha sekuat tenaga untuk tidak
memakai cara-cara militer yang mendarah daging dalam
dirinya," katanya.
Bukan tanda kebangkitan
Sementara itu, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti menyatakan, majunya
tiga kandidat calon presiden dan wakil presiden dari
kalangan militer bukan merupakan tanda-tanda kebangkitan
militer. Itu lebih disebabkan ada kebebasan untuk itu.
"Kalaupun sekarang muncul penolakan, itu merupakan hal
wajar. Itu bagian dari demokrasi," ujarnya.
Namun, yang perlu dikhawatirkan adalah ikatan batin
antara mereka dan mantan anak buahnya yang masih aktif.
Selain itu, semangat korps (l’esprit de corps) yang
masih kental patut juga diwaspadai.
Namun, hal itu dibantah Kepala Staf Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Darat Jenderal Ryamizard Ryacudu.
Ditemui secara terpisah, Ryamizard mengatakan, TNI tidak
akan mendukung capres atau cawapres. "Kalau terbukti ada
militer yang mendukung mereka, saya akan pecat,"
tegasnya.
Menurut Ikrar, kekhawatiran itu bisa dikurangi bila
kekuatan sipil bisa menjadi pengawas di parlemen dan
masyarakat. Sayangnya, elemen-elemen sipil tidak bersatu
dan tidak memiliki visi yang sama. (J11/CAL)