Pemilu Presiden Rawan
Jakarta, Kompas - Kendati relatif lebih sederhana,
persaingan antarpendukung dan tim kampanye pasangan
calon dalam pemilu presiden akan berlangsung lebih
ketat. Ketatnya persaingan itu bisa memicu kerawanan,
yang jauh lebih besar potensinya dibandingkan dengan
pemilu legislatif 2004 lalu.
Demikian dikemukakan Panitia Pengawas Pemilu (Panwas)
dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (10/5), yang dihadiri
Ketua Panwas Komaruddin Hidayat serta anggotanya, Saut
Hamonangaan Sirait, Rozy Munir, Brigjen (Pol) Bambang
Aris Samporeno Djati, Masyudi Ridwan, Topo Santoso, dan
Didik Supriyanto.
Persaingan dalam pemilu presiden lebih ketat karena
kursi yang diperebutkan hanya sepasang. Setiap pasangan
akan berupaya keras memperoleh kursi yang diperebutkan,
dengan bertarung habis-habisan.
"Kami mengimbau agar KPU siap dan tegas menghadapi
pemilu presiden. Panwas sendiri tidak akan pandang
pangkat sehingga akan tetap memprotes dan menindak jika
ada pelanggaran," tegas Komaruddin.
Panwas juga menuntut KPU segera menyampaikan dan
menetapkan regulasi atau aturan kampanye pemilu
presiden, yang berkaitan dengan jadwal, izin, dan lokasi
kampanye. Sebagaimana dikemukakan Bambang, saat ini
kepolisian sudah membahas potensi konflik akibat gesekan
antarpendukung.
"Aturan hendaknya ditetapkan per provinsi meski
sebenarnya dalam pemilu presiden tidak dikenal daerah
pemilihan. Sebab, gesekan massa di satu provinsi dengan
provinsi lain cukup besar," kata Bambang.
Empat titik krusial
Topo Santoso mengungkapkan, terdapat empat titik
krusial dalam pemilu presiden mendatang. Keempatnya
adalah tahapan pendaftaran pemilih, kampanye, pemungutan
dan penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS),
serta penghitungan dan rekapitulasi suara di Panitia
Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan
(PPK).
Keempat titik krusial itu berpotensi memicu konflik
kendati pemilu presiden lebih sederhana. Topo juga
melihat pendaftaran pemilih dapat memicu konflik jika
dalam pemilu mendatang masih ada juga pemilih yang tidak
diakomodir.
Hentikan kampanye negatif
Sementara itu, Ketua Pimpinan Pusat Pemuda
Muhammadiyah Abdul Mu’ti secara terpisah meminta para
kandidat calon presiden/wapres dan tim sukses mereka
diminta berhenti melancarkan kampanye negatif (negative
campaign), yang bertujuan saling menjatuhkan satu sama
lain. "Kecenderungan untuk saling melancarkan kampanye
negatif sudah makin marak," ujarnya.
Kampanye negatif dijalankan dengan melakukan
investigasi berlebihan terhadap si calon sampai ke
hal-hal yang bersifat pribadi. Tujuannya menyerang
individu dengan menampilkan kekurangan untuk melakukan
pembunuhan karakter (character assassinations).
Masyarakat digiring kepada opini tertentu dengan
memakai data, yang validitasnya sulit
dipertanggungjawabkan. Kampanye negatif dapat memicu
potensi konflik horizontal antarpendukung. Apalagi
sekarang dukungan organisasi masyarakat, seperti
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), lebih bersifat
konkret, bukan lagi sekadar normatif.
"Dengan begitu, dukungan emosional massa akan mudah
terpicu oleh sentimen yang berlebihan apalagi jika
diimbuhi pernyataan negatif yang provokatif,"ujarnya.
(DIK/IDR/DWA)