JAKARTA--Pilpres 5 Juli dinilai sebagai momentum untuk
melakukan hijrah. Muktamar I Keluarga Alumni (Kalam) Masjid
Salman Institut Teknologi Bandung (ITB), yang berakhir Ahad
(16/5) malam, melahirkan rekomendasi politis untuk menyongsong
pemilihan presiden (pilres).
Namun terhadap semua pasangan capres, Kalam mengambil jarak
yang sama. ''Kami tidak partisan, tidak memihak alias bebas
nilai. Basis Kalam adalah moralitas dan intelektualitas. Soal
pilihan terserah individu,'' kata Ketua Panitia Muktamar, Budi
Santoso. Menjelang acara penutupan, capres Partai Golkar
Jenderal (Purn) Wiranto, hadir berorasi. Pada Muktamar hari
pertama, juga tampil capres PAN, M Amien Rais.
Sedangkan capres Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono,
sampai hari terakhir, berhalangan untuk hadir. Muktamar
ditutup dengan pemilihan dan pengukuhan Ketua Umum Kalam
Periode 2004-2008, Pariatmono, lulusan Teknik Sipil ITB
angkatan 1980. Ia mengalahkan dua pesaingnya, John Heilmy
(Teknik Kimia 1982) dan Andi Aryadi (Teknik elektro 1987).
Sedangkan Budi Hartono (Teknik Tambang 1991), mundur
penjelamng voting. Rekomendasi Muktamar kalam Salman ITB itu
terdiri dari delapan butir. Dihasilkan oleh rapat Komisi III
yang dipimpin M Iqbal.
Tiga butir rekomendasi di antaranya, menyangkut proses
pilpres dan kriteria pemimpin masa depan. ''Prinsip kami
tentang kepemimpinan, adalah menggunakan pola pikir
engeneering. Yaitu, garbage on garbage out,
kalau yang masuk sampah hasilnya pun sampah,'' kata anggota
Dewan Pengarah, A Nashir Budiman. Dalam rekomendasi itu, yang
dimaksud Nashir adalah perlunya proses pilpres yang baik dan
bersih untuk melahirkan pemimpin yang baik dan bersih pula.
Sebab, proses yang kotor hanya akan melahirkan pemimpin yang
kotor.
''Pilpres pada 5 Juli 2004 merupakan momentum untuk
melakukan hijrah dari kondisi saat ini ke kondisi yang lebih
baik. Karena itu harus berlangsung dengan jujur, adil, dan
dilandasi oleh etika politik yang baik,'' buni rekomendasi
tersebut. Menyikapi munculnya sejumlah pasangan capres,
rekomendasi Muktamar Kalam juga menyeru kepada para pemimpin
Islam untuk menjaga silaturahmi. Umat Islam jangan sampai
tercabik-cabik serta terpolarisasi ke dalam berbagai
firqah (kelompok kecil) yang tak perlu. ''Para pemimpin
Islam hendaknya dapat mengendalikan syahwat politik serta
selalu menjaga keterjalinan jamaah dalam sistem jejaring kerja
(networking).'' Kendati tidak menyebut nama,
rekomendasi Kalam menyampaikan kriteria pemimpin bangsa di
masa depan.
Yakni berwatak shiddiq (jujur), amanah
(dipercaya), tabligh (komunikatif), fathanah
(cerdas), uswatun khasanah (menjadi teladan), dan
peduli pada nasib rakyat. Dengan kriteria ini, umat diharapkan
mampu memilih pemimpin dengan hati nurani. Pada butir lain,
diingatkan bahwa kini tidak ada lagi Garis-garis Bersar Haluan
Negara (GBHN) dalam pelaksanaan pembangunan. Maka, para
pemimpin harus membuat program yang dapat dijaadikan sebagai
kontrak sosial yang pelaksanaannya diawasi seluruh rakyat.
Diakui Budi Santoso, Muktamar Kalam kali pertama ini penuh
dengan nuansa politis. Pasalnya, aktivitas Masjid Salman tidak
bisa lepas dari yang terjadi di masyarakat. ''Kami selalu
konsen sebagai bagian dari gerakan moral. Kehidupan politik
menjadi salah satu domain juga. Ini suatu keniscayaan. Yang
penting, kami tidak partisan,'' kata Budi Santoso. Rekomendasi
lainnya adalah perlunya meningkatkan daya saing bangsa. Ini
berkaitan dengan pembangunan integritas dan akhlak bangsa.
Dalam hal penegakan hukum, diperlukan aparat yang kompeten dan
berakhlak mulia.