Home| Koran| Provinsi | Arsip |
 
Koran  » Nasional
Sampaikan kepada rekan Cetak berita ini
Senin, 17 Mei 2004

Muktamar Kalam Salman ITB Sebut Kriteria presiden

Laporan : zam

JAKARTA--Pilpres 5 Juli dinilai sebagai momentum untuk melakukan hijrah. Muktamar I Keluarga Alumni (Kalam) Masjid Salman Institut Teknologi Bandung (ITB), yang berakhir Ahad (16/5) malam, melahirkan rekomendasi politis untuk menyongsong pemilihan presiden (pilres).

Namun terhadap semua pasangan capres, Kalam mengambil jarak yang sama. ''Kami tidak partisan, tidak memihak alias bebas nilai. Basis Kalam adalah moralitas dan intelektualitas. Soal pilihan terserah individu,'' kata Ketua Panitia Muktamar, Budi Santoso. Menjelang acara penutupan, capres Partai Golkar Jenderal (Purn) Wiranto, hadir berorasi. Pada Muktamar hari pertama, juga tampil capres PAN, M Amien Rais.

Sedangkan capres Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, sampai hari terakhir, berhalangan untuk hadir. Muktamar ditutup dengan pemilihan dan pengukuhan Ketua Umum Kalam Periode 2004-2008, Pariatmono, lulusan Teknik Sipil ITB angkatan 1980. Ia mengalahkan dua pesaingnya, John Heilmy (Teknik Kimia 1982) dan Andi Aryadi (Teknik elektro 1987). Sedangkan Budi Hartono (Teknik Tambang 1991), mundur penjelamng voting. Rekomendasi Muktamar kalam Salman ITB itu terdiri dari delapan butir. Dihasilkan oleh rapat Komisi III yang dipimpin M Iqbal.

Tiga butir rekomendasi di antaranya, menyangkut proses pilpres dan kriteria pemimpin masa depan. ''Prinsip kami tentang kepemimpinan, adalah menggunakan pola pikir engeneering. Yaitu, garbage on garbage out, kalau yang masuk sampah hasilnya pun sampah,'' kata anggota Dewan Pengarah, A Nashir Budiman. Dalam rekomendasi itu, yang dimaksud Nashir adalah perlunya proses pilpres yang baik dan bersih untuk melahirkan pemimpin yang baik dan bersih pula. Sebab, proses yang kotor hanya akan melahirkan pemimpin yang kotor.

''Pilpres pada 5 Juli 2004 merupakan momentum untuk melakukan hijrah dari kondisi saat ini ke kondisi yang lebih baik. Karena itu harus berlangsung dengan jujur, adil, dan dilandasi oleh etika politik yang baik,'' buni rekomendasi tersebut. Menyikapi munculnya sejumlah pasangan capres, rekomendasi Muktamar Kalam juga menyeru kepada para pemimpin Islam untuk menjaga silaturahmi. Umat Islam jangan sampai tercabik-cabik serta terpolarisasi ke dalam berbagai firqah (kelompok kecil) yang tak perlu. ''Para pemimpin Islam hendaknya dapat mengendalikan syahwat politik serta selalu menjaga keterjalinan jamaah dalam sistem jejaring kerja (networking).'' Kendati tidak menyebut nama, rekomendasi Kalam menyampaikan kriteria pemimpin bangsa di masa depan.

Yakni berwatak shiddiq (jujur), amanah (dipercaya), tabligh (komunikatif), fathanah (cerdas), uswatun khasanah (menjadi teladan), dan peduli pada nasib rakyat. Dengan kriteria ini, umat diharapkan mampu memilih pemimpin dengan hati nurani. Pada butir lain, diingatkan bahwa kini tidak ada lagi Garis-garis Bersar Haluan Negara (GBHN) dalam pelaksanaan pembangunan. Maka, para pemimpin harus membuat program yang dapat dijaadikan sebagai kontrak sosial yang pelaksanaannya diawasi seluruh rakyat.

Diakui Budi Santoso, Muktamar Kalam kali pertama ini penuh dengan nuansa politis. Pasalnya, aktivitas Masjid Salman tidak bisa lepas dari yang terjadi di masyarakat. ''Kami selalu konsen sebagai bagian dari gerakan moral. Kehidupan politik menjadi salah satu domain juga. Ini suatu keniscayaan. Yang penting, kami tidak partisan,'' kata Budi Santoso. Rekomendasi lainnya adalah perlunya meningkatkan daya saing bangsa. Ini berkaitan dengan pembangunan integritas dan akhlak bangsa. Dalam hal penegakan hukum, diperlukan aparat yang kompeten dan berakhlak mulia.



© 2003 Hak Cipta oleh Republika Online
Dilarang menyalin atau mengutip seluruh atau sebagian isi berita tanpa ijin tertulis dari Republika