JAKARTA -- Apa pun perhelatan yang digelar kalangan
Nahdlatul Ulama (NU) pasti ramai disambangi kandidat presiden
maupun wakil presiden. Dua cawapres, KH Hasyim Muzadi dan
Jusuf Kalla, hadir pada silaturahmi Pengurus Wilayah NU
se-Kawasan Timur Indonesia (KTI), di Makassar, Jumat (14/5).
Dalam acara itu, Kalla yang dicalonkan Partai Demokrat,
merasa perlu mempertegas dirinya sebagai warga Nahdlatul Ulama
(NU). Karena itu, dia meminta dukungan warga NU dari KTI.
''Sekarang NU menjadi daya tarik bagi semua orang. Hal ini
bisa menjadi kelemahan sekaligus keunggulan. Kelemahannya
adalah kemungkinan suaranya akan terpecah, sehingga kalau
tidak hati-hati bisa sama sekali tidak mendapatkan suara.
Sehingga tidak ada satu pun pemimpin NU yang akan lolos,''
tandas mantan menko kesra itu.
Warga NU, ujarnya, harus bisa memilih pemimpin yang tepat
agar bisa membawa bangsa Indonesia lepas dari berbagai macam
persoalan. Pasalnya, kata dia, banyak tokoh NU yang saat ini
menjadi capres dan cawapres. Ia menyebut KH Hasyim Muzadi,
Salahuddin Wahid, Hamzah Haz, Abdurrahman Wahid, dan dirinya
sendiri. Sementara itu, Hasyim kembali menegaskan tak akan
mundur dari posisinya sebagai ketua umum PBNU. Ia menilai,
desakan yang memintanya mundur sengaja dirancang oleh orang
luar dan isu tersebut terus dipelihara dan dikembangkan karena
adanya persaingan yang terjadi di lapangan.
Dia juga mengatakan, NU bukan organisasi politik sehingga
statusnya sebagai cawapres merupakan hak asasi dirinya.
Menurut Hasyim, dirinya menerima pinangan Megawati karena
meyakini bahwa dia akan banyak memiliki peran dalam
pemerintahan dibanding bila ia menerima permintaan Wiranto.
Capres dari Golkar, katanya, memiliki mesin-mesin atau
kekuatan massa yang begitu kuat dibandingkan dirinya sehingga
kemungkinan dia akan kurang berperan aktif dalam menata
pemerintahan bangsa Indonesia. Di beberapa tempat, desakan
agar Hasyim melepaskan jabatannya masih terdengar.
Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) meminta Hasyim berani
mengikuti langkah Salahuddin Wahid demi kemaslahatan warga NU
sendiri. ''Pak Hasyim sebaiknya mengikuti langkah Gus Solah
untuk mundur dari PBNU,'' kata Ketua Umum PP Muslimat NU,
Kofifah Indarparawansa. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII) Jawa Timur melakukan protes atas sikap politik para
elite NU yang banyak menjadi cawapres. ''Kami menyesalkan
banyak tokoh NU memakai jalan PBNU sebagai alat politiknya
untuk menduduki kursi kekuasaan. Padahal PBNU bukan
kepanjangan dari Partai Besar NU,'' kata Ketua Majelis Pembina
PMII Jatim, Zainul Arifin.
Warga NU di DI Yogyakarta menyerukan kepada seluruh tokoh
NU agar kembali ke khittah NU 1926. Seruan itu
dilontarkan oleh ratusan warga NU perwakilan dari beberapa
organisasi otonom NU, antara lain PMII, IPPNU, Fatayat NU, GP
Anshor, dan beberapa pesantren NU yang ada di daerah itu.
Dalam kesempatan itu, warga NU DIY juga menyatakan mendukung
pernyataan dan penjelasan Rais Am Syuriah Nu KH Sahal Mahfudz,
bahwa PBNU tidak memiliki kapasitas untuk terlibat dalam
urusan capres dan cawapres.