Semua Calon Presiden Bermasalah 
                        
                        
Yogyakarta, Kompas - Semua calon presiden yang akan 
                        terlibat dalam politik eksekutif dalam pemilihan 
                        presiden 5 Juli mendatang didominasi tokoh-tokoh 
                        bermasalah dari sisi politik, hukum, maupun ekonomi.
                        Demikian dikemukakan pengamat politik CSIS, Dr J 
                        Kristiadi, dalam talkshow dengan topik "Menilik Potensi 
                        Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Media, dalam Mencari 
                        Sosok Presiden Ideal Indonesia 2004- 2009" yang digelar 
                        Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu 
                        Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Selasa 
                        (11/5).
                        Menurut Kristiadi, semua capres tidak mampu memberi 
                        harapan apa pun bagi perubahan rakyat. "Mulai dari 
                        Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono, Hamzah Haz, Amien 
                        Rais, Abdurrahman Wahid, hingga Wiranto, semuanya 
                        bermasalah," katanya.
                        Megawati dan Hamzah Haz, menurut Kristiadi, terbukti 
                        gagal membawa nilai-nilai demokrasi. "Mega selalu 
                        terlambat mengatasi setiap persoalan. Bisa kita lihat 
                        dari kasus demam berdarah kemarin, setelah dikritik baru 
                        mau menjenguk korban," katanya.
                        Wiranto mempunyai sejarah cukup kelam terkait dengan 
                        kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) selama 
                        berkuasa. "Meskipun tersudutkan, Wiranto beruntung 
                        karena mampu mengalahkan Akbar Tandjung dalam konvensi 
                        Partai Golkar. Setelah itu, ia menggandeng Salahuddin 
                        Wahid. Duet ini akan mendongkrak popularitasnya karena 
                        Salahuddin adalah Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi 
                        Manusia," ujarnya.
                        Yudhoyono di mata Kristiadi adalah tokoh yang tidak 
                        mempunyai pendirian tetap. "Popularitasnya spektakuler. 
                        Namun, dia adalah tipe peragu dan bingung dalam 
                        memutuskan. Kalau bangsa ini dipimpin orang seperti itu, 
                        maka keputusan selalu terlambat," katanya.
                        Meskipun tergolong mempunyai semangat pluralis, Amien 
                        Rais, menurut Kristiadi, juga termasuk tokoh yang tidak 
                        konsisten. "Publik boleh menilai Amien tidak bermasalah. 
                        Namun, tetap saja dia belum teruji," ujarnya.
                        Saat menanggapi sosok tokoh politik Abdurrahman Wahid 
                        (Gus Dur), Kristiadi berkomentar, "Masalahnya Gus Dur 
                        adalah KPU pasti tidak akan meloloskannya."
                        Tak ada yang layak 
                        Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) 
                        kemarin juga menyatakan, dari lima pasangan capres dan 
                        cawapres yang mendaftar ke KPU, tak ada satu pun yang 
                        layak dan memenuhi kriteria untuk dipilih. Karena itu, 
                        KAMMI memilih berperan sebagai gerakan oposisi 
                        ekstraparlementer.
                        "Mahasiswa tidak mengenal istilah mencari yang 
                        terbaik di antara yang buruk. Transisi demokrasi butuh 
                        ketegasan, konsistensi, radikalisme, dan tanpa 
                        kompromi," ujar Ketua Umum KAMMI Hermawan dalam diskusi 
                        Institute for Democracy of Indonesia (IDe), Rabu 
                        (12/5).
                        Menurut KAMMI, kriteria yang harus dipenuhi pasangan 
                        capres dan cawapres antara lain adalah bebas dari 
                        tuduhan pelanggaran HAM, antikorupsi, reformis, 
                        anti-Orde Baru dan militer, serta anti-Golkar. Kelima 
                        pasangan yang ada tidak ada yang lolos dari masalah. 
                        "Wiranto-Salahuddin adalah pasangan pelanggar HAM dan 
                        penegak HAM, Megawati-Hasyim pasangan koruptor dan 
                        pejuang antikorupsi, Amien- Siswono pasangan reformis 
                        dan pengusaha Orde Baru dan Golkar, Hamzah-Agum pasangan 
                        Orde Baru dan militer, dan Yudhoyono-Kalla pasangan 
                        militer dan Golkar," paparnya.
                        Otoriter dan militeris 
                        Direktur Riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) 
                        Muhammad Qodari secara terpisah menyatakan, lewat 
                        pemilihan langsung oleh rakyat, siapa pun presiden dan 
                        wapres yang terpilih akan berpotensi menjadi otoriter. 
                        Presiden dan wapres terpilih dengan mandat langsung yang 
                        sangat kuat dari rakyat akan tampil seolah memiliki 
                        kekuatan penuh.
                        Sementara itu, menurut mantan Gubernur Lembaga 
                        Ketahanan Nasional Letjen (Purn) Sayidiman 
                        Suryohadiprojo, sikap penolakan terhadap capres dengan 
                        latar belakang militer bertentangan dengan prinsip 
                        demokrasi. "Seorang purnawirawan adalah warga sipil yang 
                        memiliki hak sama dengan warga negara lain," 
ujarnya.
                        Sayidiman mengatakan, militerisme tak hanya 
                        berpotensi muncul dari purnawirawan, tetapi juga dari 
                        politisi sipil saat memegang kekuasaan. "Dalam sejarah, 
                        militerisme lebih banyak dikembangkan pemimpin sipil. 
                        Dengan segala hormat atas jasa-jasanya, Soekarno masuk 
                        pemimpin sipil yang militeristik," ujarnya. (INU/J12)