| Oleh: Maman A. Majid Binfas Sejarah 
            berdirinya suatu organisasi tidak dapat 
            dipisahkan dari gagasan dan pikiran 
            pendirinya. Sebab orang-orang yang kemudian bergabung menjadi 
            anggota secara sadar telah menyepakati dasar dan tujuan 
            organisasi tersebut yang pada hakikatnya merupakan 
            perwujudan dari gagasan para pendirinya. PSII tidak 
            mungkin dipisahkan dengan HOS Cokroaminoto. NU tidak mungkin 
            dipisahkan dengan Hasyim Asya’ari. Demikian juga Muhammadiyah 
            tidak mungkin dipisahkan dari Ahmad Dahlan. Dengan demikian 
            gagasan dan pikiran yang muncul kemudian tidak mungkin 
            dipisahkan dari pikiran dan gagasan awal (para) pendirinya, 
            (Moh. Djasman Al-Kindi; sala seorang pencetus 
            berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan 
            menjadi ketua umum pertama DPP IMM).  Gagasan Ahmad Dahlan yang terpilih adalah 
            bagaimana dapatnya mengamalkan ayat-ayat al-Qur`an. Dengan 
            demikian Muhammadiyah sebagai organisasi senantiasa 
            diikhtiarkan untuk menjadi tempat untuk mengkaji Al-Qur`an sekaligus 
            menjadi tempat bermusyawarah untuk mengamalkannya. Oleh 
            karenanya Muhammadiyah tidak mungkin terpisah dari tiga 
            prinsip yakni ; Pengkajian Al-Qur`an, Musyawarah dan 
            amal, yang saat ini hampir “mati” ; antara “ada dan 
            tiada” Dengan demikian warga Muhammadiyah masih 
            perlu mempelajari gagasan dan pikiran KH. Ahmad Dahlan. Terutama 
            yang berkaitan dengan Ibadah Sholat tepat waktu dan pengamalan 
            ayat-ayat Al-Qur`an, hal itu tidak dimaksud untuk mengikuti 
            jejaknya secara dokmatik tetapi untuk memberi makna kreatif guna 
            penerapannya pada masa kini. Sebab gagasan dan pikiran KH. Ahmad 
            Dahlan jelas merupakan gagasan dan pikiran kretif dan inovatif. 
            Dalam tulisan yang berjudul Al-Islam dan Al-Qur`an yang 
            sampai sekarang diketahui merupakan satu-satunya tulisan Ahmad 
            Dahlan yang dipublikasikan. Dinyatakan (pada waktu itu) adanya 
            kekalutan di kalangan umat: mereka pecah belah dan tidak 
            pernah bersatu. Dari tulisan KH. Ahmad Dahlan dan pengungkapan 
            Haji Hajid tentang KH. Ahmad Dahlan dalam berorganisasi 
            berpegang pada prinsip:  a. 
              Senantiasa menghubungkan diri 
            (mempertanggungjawabkan tindakannya) kepada Allah. 
             b. 
              Perlu adanya ikatan persaudaraan berdasar 
            kebenaran (sejati).  c. 
              perlunya setiap orang, terutama para pemimpin 
            terus-menerus menambah ilmu, sehingga dapat mengambil keputusan 
            yang bijaksana.  d. 
              Ilmu harus diamalkan.  e. 
              Perlunya dilakukan perubahan apabila memang diperlukan 
            untuk menuju keadaan yang lebih baik.  f. 
               Mengorbankan harta sendiri untuk kebenaran. Ikhlas 
            dan bersih.  Sangat ironis manakalah warga 
            Muhammadiyah mengabaikan sama sekali gagasan dan pikiran 
            pendiri organisasinya ini. Seorang tokoh yang gagasannya telah 
            menghasilkan salah satu organisasi terbesar di Indonesia 
            dan sekarang banyak kalangan menikmatinya 
            walaupun dalam berbagai gaya plus bermacam-macam ragam 
            kepentingan (dalam tanda kutip!), baik dalam amal usaha maupun dalam 
            persyarikatan Muhammadiyah. Gagasan pikiran cemerlang 
            tersebut, jelas tidak layak untuk diabaikan. Gagasan dan 
            pikiran semacam itu jelas mengandung banyak hal yang 
            perlu dipelajari terutama bagi warga Muhammadiyah manakala 
            tidak ada maksud untuk menyimpang dari gagasan dan tujuan 
            berdirinya organisasi tersebut.  Perlu diketahui, nama-nama seperti Ibnu 
            Taimiyah, Jamaludin al Afghani dan Muhammad Abduh, di 
            kalangan umat Islam dikenal sebagai ulama penggerak 
            pembaharuan. Gagasan dan pikiran Ahmad Dahlan dikenal juga 
            sebagai gagasan yang dipengaruhi oleh ulama-ulama tersebut. Oleh 
            karena itu Ahmad Dahlan oleh banyak pakar sering dinyatakan sebagai 
            tokoh pembaharu dan Muhammadiyah dinyatakan sebagai gerakan 
            pembaharuan. Akan tetapi perlu dicatat bahwa gerakan 
            pembaharuan yang dilakukan ketiga tokoh tersebut di laksanakan 
            di negara -negara di mana institusi keagamaan dan fasilitasnya 
            sudah tersedia dengan lengkap. Bahkan Muhammad Abduh sendiri adalah 
            salah seorang ulama di Mesir yang mempunyai kedudukan 
            terhormat di Universitas al Azhar dan Darul Ulum yang 
            merupakan perguruan Tinggi yang sangat berwibawa dalam 
            keilmuan agama Islam, tidak saja di negerinya sendiri Mesir, tetapi 
            juga seluruh dunia Islam. Dengan demikian gagasan pemabaharuan 
            Muhammad Abduh didukung oleh dua Universitas besar tersebut, 
            sehingga cenderung merupakan gagasan intelektual. Sedangkan 
            gagasan pembaharuan yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan sama 
            sekali tidak memperoleh dukungan dari lembaga pendidikan apapun. 
            Sebab pada waktu itu belum ada sebuah sekolah pendidikan dasar 
            sekalipun di kalangan umat Islam, sehingga dapat difahami kalau 
            gerakan pembaharuan Ahmad Dahlan bersifat sangat pratikal, ialah 
            mengembangkan gagasan dan pikiran sekaligus mengusahakan 
            fasilitas pendukung untuk melaksanakan gagasan dan pikiranya 
            itu.  Haji Hajid menuliskan 
            pengalamannya sebagai murid Ahmad Dahlan dalam 
            risalah singkat berjudul falsafah Ajaran KH. Ahmad Dahlan, 
            yakni tujuh poin yang dapat dipetik; Pertama; Kerapkali KH. Ahmad Dahlan 
            mengungkapkan perkataan ulama (al-Ghazali pen) yang menyatakan 
            bahwa manusia itu semuanya mati (mati perasaannya) kecuali para 
            ulama yaitu orang-orang yang berilmu. Dan ulama itu senantiasa dalam 
            kebingungan, kecuali mereka yang beramal. Dan yang beramal pun 
            semuanya dalam kekhawatiran kecuali mereka yang ikhlas dan 
            bersih.  Kedua; Kebanyakan mereka di antara manusia 
            berwatak angkuh dan takabur mereka mengambil keputusan 
            sendiri-sendiri. KH. Ahmad Dahlan heran mengapa pemimpin agama 
            dan yang tidak beragama selalu hanya beranggap, mengambil 
            keputusan sendiri tanpa mengadakan pertemuan antara 
            mereka, tidak mau bertukar pikiran memperbincangkan mana yang 
            benar dan mana yang salah?. Hanya anggapan-anggapan saja, 
            disepakatkan dengan istrinya, disepakatkan dengan muridnya, 
            disepakatkan dengan teman-temannya sendiri. Tentu saja akan 
            dibenarkan. Tetapi marilah mengadakan permusyawaratan 
            dengan golongan lain di luar golongan masing - masing untuk 
            membicarakan manakah sesungguhnya yang benar?. Dan manakah 
            sesungguhnya yang salah?  Ketiga; Manusia kalau mengerjakan pekerjaan 
            apapun, sekali, dua kali, berulang-ulang, maka kemudian jadi 
            biasa. Kalau sudah menjadi kesenangan yang dicintai. Kebiasaan yang 
            dicintai itu sukar untuk dirubah. Sudah menjadi tabiat bahwa 
            kebanyakan manusia membela adat kebiasaan yang telah diterima, 
            baik dari sudut atau i’tiqat, perasaan kehendak maupun amal 
            perbuatan. Kalau ada yang akan merubah sanggup membela dengan 
            mengorbankan jiwa raga. Demikian itu karena 
            anggapannya bahwa apa yang dimiliki adalah benar. 
             Keempat; Manusia perlu digolongkan menjadi satu 
            dalam kebenaran, harus bersama-sama mepergunakan akal 
            pikirannya untuk memikir bagaimana sebenarnya hakikat 
            dan tujuan manusia hidup di dunia. Manusia harus 
            mempergunakan pikirannya untuk mengoreksi soal itikad 
            dan kepercayaannya, tujuan hidup dan tingkah lakunya, mencari 
            kebenaran yang sejati.  Kelima; Setelah manusia mendengarkan 
            pelajaran-pelajaran fatwa yang bermacam-macam membaca 
            beberapa tumpuk buku dan sudah memperbincangkan, 
            memikir-mikir, menimbang, membanding-banding kesana kemari, barulah 
            mereka dapat memperoleh keputusan, 
            memperoleh barang benar yang sesungguhnya. 
            Dengan akal pikirannya sendiri dapat mengetahui dan menetapkan, 
            inilah perbuatan yang benar. Sekarang kebiasaan manusia tidak berani 
            memegang teguh pendirian dan perbuatan yang benar karena khawatir, 
            kalau barang yang benar, akan terpisah dan apa-apa yang sudah 
            menjadi kesenangannya, khawatir akan terpisah dengan 
            teman-temannya. Pendek kata banyaknya kekhawatiran itu yang 
            akhirnya tidak berani mengerjakan barang yang benar, kemudian 
            hidupnya seperti makhluk yang tak berakal, hidup asal hidup, 
            tidak menepati kebenaran.  Keenam; Kebanyakan para pemimpin belum berani 
            mengorbankan harta benda dan jiwanya untuk berusaha 
            tergolongnya umat manusia dalam kebenaran. Malah 
            pemimpin-pemimpin itu biasanya hanya mepermainkan, 
            memperalat manusia yang bodoh-bodoh dan lemah.  Ketujuh: Ilmu terdiri atas pengetahuan teori dan 
            amal (praktek), Dalam mempelajari kedua ilmu itu supaya dengan cara 
            bertingkat. Kalau setingkat saja belum bisa mengerjakan tidak perlu 
            ditambah. Pada poin ini, pengurus Muhammadiyah dan angkatan 
            mudanya saat ini, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat 
            wilayah dalam segi teori berlogika tidak diragukan lagi. Namun dalam 
            hal praktiknya masih perlu lagi diasah/dipertanyakan?, 
            Ibadah Sholat tepat waktu dan kajian al-Qur`an sebagai 
            piranti utama perjuangan KH. Ahmad Dahlan, mereka 
            logikakan sebagai kebebasan pribadi, lalu shalat subuh rutin jam 
            tuju pagi tidak menjadi soal, belum lagi tata cara shalatnya 
            beraneka ragam, hingga keputusan tarjih dibiarkan 
            bercerita sendiri logika pribadi tanpa dasar itu menjadi ukuran. 
            Bahkan Pengkaderan sebagai nadi organisasi pergerakan 
            sudah ditingkatkan pada “logika tinggi plus misi haus 
            kekuasaan” hingga rana nurani, etik, Akhlak, sopan-santun menjadi 
            misi persyarikan tak dihiraukan lagi, sebab liberalisasi itulah 
            menjadi dasar hak asasi. Dan proyek politik, proyek suksesi 
            menjadi kendaraan bisnisnya tanpa mengenal waktu 
            terpenting proposal laku dan kolusi uang saku tersedia! Kader 
            ataupun bukan?.. persetan! Astagfirullah.  Dari tujuh butir pikiran brilian serta 
            dari makalah KH.Ahmad  Dahlan di atas, lalu kita 
            mengamati secara seksama aktifitas pengurus Muhammadiyah 
            dan angkatan mudanya saat ini. Apakah masih bercahaya 
            sesuai  dengan agenda dasar alam pikiran KH. Ahmad Dahlan?, 
            ataukah justru pikiran serta gagasan KH. Ahmad Dahlan sudah jauh 
            dari akar dasarnya - dilecehkan, ataukah sudah mati dan padam 
            disebabkan oleh serbuan dari berbagai kepentingan, yang 
            menjadikan organisasi serta amal usaha Muhammadiyah 
            sebagai ‘batu loncatan’ untuk mencapai kepentingan dan   
            kepuasan pribadi atau kelompok. Bahkan mungkin 
            sebagian atau kebanyakan, menjadikan Muhammadiyah 
            bagaikan lembaga “persekutuan berhistoris Hantu” 
            sementara gagasan dan pikiran pendirinya hanya legenda dan 
            atau sebagai dongeng belaka? Seperti terselubungnya kriteria, yang bisa 
            menjadi presiden Indonesia, kalau bukan orang jawa, jangan 
            bermimpi jadi orang nomor satu di Indonesia. Mungkin begitu 
            juga terjadi pada Muhammadiyah dan angkatan mudanya 
            beserta gerbongnya, bila dia, bukan orang kelahiran asli daerah atau 
            wilayah tersebut, maka dia tidak bisa menjadi pucuk pada 
            persyarikatan atau amal usaha Muhammadiyah. Lalu apakah 
            demikian, tujuan awal niat tulus suci - hati bening KH. Ahmad 
            Dahlan, tempo dulu? Atau didirikannya dengan doa syahdu yang hanya 
            memohon magfirah ridho Ilahi semata.  Muhammadiyah bukanlah hantu. Gagasan 
            dan pikiran KH. Ahmad Dahlan bukanlah legenda dan dongeng 
            belaka! Akan tetapi nilai dan makna ketulusan hakiki yang 
            nyata! Semoga  terenungkan dalam sanubari..! Dan 
            sesudah KH.Ahmad Dahlan apakah akan ada Muhammadiyah versi baru 
            ? Cerdas tapi tak cerdas..! bermuka-muka tapi tak bermuka, 
            bermoral  tapi tidak berakhlak.?   |