click here for the word frequency
Keroncong Pembunuhan
Experimental Concordance Program
The text:
---60---Keroncong Pembunuhan Oleh: Seno
Gumira Ajidarma hampir malam di Yogya ketika keretaku tiba Lagu keroncong
membuatku ngantuk, padahal malam ini aku harus membunuh seseorang. Orang-orang
tua memang menyukai lagu keroncong, ini membuat mereka terkenang-kenang akan
masa lalunya. Mereka terserak di bawah sana, di sekitar kolam renang, tapi
tampaknya tak banyak yang mendengarkan lagu keroncong itu dengan sungguh-sungguh.
Mereka bercakap sendiri, riuh dan tawa sesekali pecah dari tiap kerumunan. Tak
semuanya tua memang, bahkan banyak wanita muda. Paling tidak itulah yang menarik
perhatianku. Lewat teleskop pada senapan ini, aku memperhatikan mereka satu per
satu, seolah-olah aku berada di antara mereka. Sebuah pesta yang meriah. Ada
kambing-guling. Hmmm… Garis silang pada teleskop itu terus saja bergerak.
Sesekali berhenti pada dahi seseorang, dan mengikutinya. Kalau kutekankan
telunjukku, tak pelak lagi dahi itu akan berlubang. Dan tubuh orang itu akan
roboh. Bisa roboh perlahan-lahan seperti pohon ditebang, bisa pula tersentak dan
mengacaukan kerumunan orang yang sedang tertawa-tawa itu, menumpahkan gelas pada
nampang yang dibawa pelayan. Tentu lebih menarik lagi kalau tubuh itu terpental
ke kolam renang dengan suara bergedebur sehingga airnya muncrat membasahi
pakaian para tamu dan kolam renang itu segera berwarna merah karena darah dan
wanita-wanita berteriak: “Auuww!” Tapi aku belum menemukan orang yang mesti
kubunuh. Memang belum waktunya. Ia akan datang sebentar lagi. Dan sebetulnya aku
pun tak perlu terlalu repot mencarinya karena pesawat komunikasi yang terpasang
pada telingaku siap menunjukkan orangnya. “Kamu sudah siap?” terdengar suara
pada headphone itu, sebuah suara yang merdu. “Dari tadi aku sudah siap, yang
mana orangnya?” “Sabar dong, sebentar lagi.” Dari teras lantai 7 hotel ini, aku
masih mengintip lewat teleskop. Angin laut yang basah terasa asin di bibirku.
Iseng-iseng sambil menunggu sasaran, aku mencari orang yang berbicara padaku.
Dan aku melihat wajah-wajah pada teleskop. Para wanita dengan pakaian malam yang
anggun. Ada yang punggungnya terbuka. Cantik sekali. Aku tak mengira seorang
wanita akan terlibat dalam pembunuhan seperti ini. “Siapa sasaranku?” tanyaku
minggu lalu, ketika dia memesan penembakan ini. Dilakukan lewat telepon seperti
itu, tentu wajahnya hanya bisa kukira-kira saja. “Kau tidak perlu tahu, ini
bagian dari kontrak kita.” Kontrak semacam ini memang sering terjadi. Aku
dibayar untuk menembak, siapa yang jadi sasaran bukan urusanku. “Tapi satu hal
kau boleh tahu.” “Apa?" “Orang itu pengkhianat.” “Pengkhianat?” “Ya, pengkhianat
bangsa dan negara.” Jadi, sasaranku adalah seorang pengkhianat bangsa dan negara.
Apakah aku termasuk pahlawan jika menembaknya? Kugerakkan lagi senapanku. Dari
balik teleskop kuteliti orang-orang yang makin banyak saja berdatangan. Ada
sesuatu yang terasa kurang enak setiap kali aku menatap wajah orang-orang di
bawah itu. Memang wajah mereka adalah wajah orang baik-baik, tapi entahlah apa
yang kurang enak di sana. Apakah karena banyak yang memakai baju resmi, seragam
yang kubenci? Ataukah karena perasaanku saja. Namun sungguh mati, aku akan
sangat berbahagia kalau korbanku kali ini adalah seseorang yang memuakkan.
Kuedarkan lagi senapanku. Mengintip kelakuan orang tanpa diketahui rasanya
menyenangkan. sepasang mata bola dari balik jendela Belum habis juga lagu
keroncong itu. Rasanya lama sekali. Seperti juga orang-orang di bawah sana, aku
tak perlu mendengarkannya dengan sungguh-sungguh. Musik keroncong sekarang ini
seperti benda museum, para senimannya kurang jenius untuk membuatnya lebih
berkembang. Di manakah wanita yang bersuara lembut itu? Di mana-mana orang
mengunyah makanan, menyeruput minuman, tersenyum dan tertawa. Ada ibu-ibu
berdiri dengan kaku di samping suaminya yang sibuk bicara dengan tangan
bergerak-gerak ke segala penjuru. Bapak-bapak yang dari wajahnya tampak berjiwa
pegawai, menyembunyikan diri dengan sopan, tapi makan banyak-banyak. Tampak pula
petugas berpakaian preman mondar-mandir membawa walkie-talkie. Agaknya pesta
kambing-guling pada tepi kolam renang dalam sebuah hotel di tepi pantai ini
dihadiri orang-orang penting. Malam cerah dan langit penuh bintang. Bahkan bulan
pun sedang purnama. Kuletakkan senapanku karena pegal. Aku berjalan ke dalam
kamar, mengambil kacang dari meja. Kupasang televisi, tapi segera kumatikan lagi.
Acara televisi selalu buruk. Sunyi sekali rasanya kamar hotel ini. Aku ingin
buru-buru menembak sasaranku, lantas pulang dan minum segelas bir. “Hei, kamu
masih di situ?” tiba-tiba terdengar lagi suara itu. “Ya, kenapa?” “Jangan
main-main! Aku tahu kamu tidak di tempat!” Aku bergegas kembali ke teras.
“Bagaimana? Sudah datang orangnya?” “Dia memakai baju batik merah, kebetulan
satu-satunya yang merah di sini, jadi enak untuk kamu.” Kulihat ke bawah, mereka
seperti kerumunan makhluk-makhluk kecil, tentu tak terlalu jelas mana yang
berbaju batik merah dari lantai 7 seperti ini. Kuangkat kembali senapanku.
Kucari posisi yang enak. Sambil mengunyah kacang aku mengintip kembali lewat
teleskop. Garis silang itu kembali beredar dari wajah ke wajah. Mereka masih
tertawa-tawa dan tersenyum-senyum. Aku juga tersenyum. Sebentar lagi wajahmu
akan ketakutan tanpa tahu malu. Tapi aku tidak melakukan itu. Aku hanya bekerja
berdasarkan kontrak. “Di sebelah mana dia?” tanyaku lewat mike yang tergantung
di bawah daguku. “Dia di sudut kolam renang sebelah selatan, dekat payung hijau.”
Kugeserkan senapanku ke kanan. Kulewati lagi wajah-wajah berlemak, klimis, dan
gemerlapan. Wanita-wanita cantik terpaksa kulewati begitu saja. Dan, nah, itu
dia, seorang lelaki yang mamakai baju batik berwarna merah. Wajahnya tampan dan
berwibawa. Ia sudah setengah umur tapi tak tampak telah uzur. Rambutnya disisr
rapi ke belakang. Ia tak banyak tertawa dan tersenyum. Orang-orang
mengerumuninya dengan hormat. Ada juga yang berwajah menjilat. Garis silang pada
teleskopku berhenti tepat di antara kedua matanya. “Apakah harus kulakukan
sekarang?” “Nanti dulu, tunggu komando!” Dan aku mengamati wajah itu. Adakah ia
mempunyai firasat? Dari balik teleskop ini, wajah-wajah memunculkan pesonanya
sendiri, yang berbeda dibanding dengan bila kita berhadapan langsung dengan
orangnya. Ia tak banyak bicara, namun tampaknya ia harus menjawab banyak
pertanyaan. Dan aku merasa bahwa ia sangat hati-hati menjawab. Wajahnya
menunjukkan niat bersopan santun yang tidak menyebalkan. Apakah yang akan
terjadi kalau ia kutembak mati? Aku teringat kematian Ninoy di Filipina…. Tapi
aku tidak tahu politik. Jadi, sambil menatap wajah yang akan berlubang itu, aku
berpikir tentang yang lain. Mungkin ia punya istri, punya anak. Bahkan kupikir
ia pun pantas punya cucu. Mereka akan bertangisan setelah mendengar kematian
orang ini, dan tangis itu akan makin menjadi-jadi ketika mengetahui cara
kematiannya. Biar saja. Bukankah ia seorang pengkhianat bangsa dan negara? Ia
pantas mendapatkan hukumannya. Agak tegang juga aku menunggu perintah menembak.
Itulah repotnya selalu bekerja berdasarkan kontrak. Tidak bisa seenaknya sendiri.
Aku dibayar untuk mengarahkan garis silang teleskop senapanku pada tempat yang
paling mematikan, untuk kemudian menekan pelatuknya. Aku selalu mengatakan pada
diriku sendiri bahwa aku tidak membunuh orang, aku hanya membidik dan menekan
pelatuk. Kutatap lagi wajah itu, rasanya begitu dekat, bahkan pori-porinya
terlihat dengan jelas. Aku bagaikan menatap bayang-bayang takdir. Siapakah
sebenarnya yang menghentikan kehidupan orang itu, akukah atau Kamu? Orang itu
tak sadar sama sekali kalau malaikan maut telah mengelus-elus tengkuknya.
“Bagaimana? Sekarang?” “Aku bilang tunggu perintah!” Sialan cewek itu, berani
benar membentak-bentak seorang pembunuh bayaran. Tanganku tiba-tiba bergerak
sendiri menggeser senapan itu. Dengan indra keenam ia kucari di antara kerumunan
orang banyak. Wajah-wajah cantik silih berganti mengisi teleskopku. Aku harus
memancing dia bicara. “Tunggu perintah apa lagi?” “Kau tak perlu tahu, pokoknya
tunggu!” “Ini tidak ada dalam perjanjian.” “Ada! Kamu jangan main gila.”
selendang sutra tanda mata darimu Busyet! Lagu keroncong itu lagi, jelas sekali
di telingaku. Pasti ia berada di dekat orkes. Kucari-cari sekitar orkes.
Teleskopku sempat mampir di dada penyanyi keroncong yang membusung itu. Ada
beberapa kerumunan. Di telingaku juga berdentang bunyi gelas dan piring. Ia
mungkin di belakang orkes, dekat meja prasmanan. Ada beberapa wanita, dan
petugas-petugas berpakaian preman. Yang mana? Aku meneliti mereka satu per satu.
Beberapa di antaranya jelas cuma pegawai perusahaan catering. Ada satu wanita
bertampang juragan. Mungkin satunya lagi. Rambutnya lurus dan hitam dengan poni
menutup dahinya. Matanya menatap tajam ke arah si baju batik merah! “Tembaklah
dia sekarang,” ujarnya pelan dalam headphone-ku, dan kulihat dari teleskop dia
memang berkata-kata sendiri. Rupanya betul dia. Ia mendengar lewat giwang dan
berbicara padaku lewat mikrofon yang tersembunyi dalam leontin kalungnya.
Leontin yang indah, terpajang di dadanya yang tipis. “Apa?” tanyaku lagi, karena
ingin meyakinkan, memang dia orangnya. “Tembak sekarang!” Jadi seperti inilah
semua pembunuhan itu berlangsung. Mata rantai tanpa ujung dan pangkal. Wanita
ini tentu hanya salah satu mata rantai. Kualihkan senapanku kembali pada sasaran.
Lelaki setengah tua itu sedang mendengarkan cerita seseorang di hadapannya
dengan sabar. Orang yang bercerita itu tampak berapi-api, namun lelaki itu
kelihatannya menahan diri untuk tidak ikut terbakar. Ia mengangguk-angguk sambil
mencuri pandang ke sekelilingnya. Seperti khawatir ada yang mendengar. Aku sudah
siap menembak. Satu tekanan telunjuk akan mengakhiri riwayat lelaki itu. Garis
silang pada teleskop kugeser agak ke samping, supaya lubang peluru pada
kepalanya tidak membuat pembagian yang terlalu simetris. Peluruku akan menembus
mata kirinya. Dan aku menatap mata orang itu. Astaga. Benarkah dia seorang
pengkhianat? “Kau tidak keliru? Benarkah ia seorang pengkhianat?” “Tidak usah
tanya-tanya, tembak sekarang!” Aku menatap lagi matanya, pengkhianat yang
bagaimana? “Pengkhianat yang bagaimana? Kenapa tidak diadili saja?” “Apa
urusanmu tolol? Tembak dia sekarang, atau kontrak kubatalkan!” Perasaan aneh
tiba-tiba merasuki diriku. Aku malah mengarahkan senapan pada wanita itu. “Laras
senapanku mengarah padamu manis,” kataku dingin. “Apa-apaan ini?” Dalam teleskop
kulihat wajahnya mendongak ke arahku dengan kaget. “Katakan padaku,” kataku lagi,
“apa kesalahan orang itu?” “Tembak dia sekarang tolol, atau kamu akan mati!”
“Justru kamu yang bisa segera mati.” “Omong kosong! Kamu tak tahu di mana aku.”
“Kamu memakai cheongsam dengan belahan di paha, kamu ada di belakang orkes.” Dan
kulihat wajahnya menjadi pucat. “Kamu sudah melanggar kontrak.” “Aku tidak mau
menembak orang yang tidak bersalah." “Itu bukan urusanmu, tahun lalu kamu
menembak ribuan orang yang tidak bersalah.” “Itu urusanku sendiri, katakan cepat
apa kesalahan orang itu!” Wanita itu tampak beranjak akan lari. “Jangan lari,
tak ada gunanya, tak ada seorang pun yang akan tahu siapa menembakmu. Senapan
ini dilengkapi peredam. Kamu tahu tembakanku belum pernah luput, dan aku bisa
segera lenyap.” Wajahnya menatap ke atas, ke arahku. Kulihat ia berkeringat
dingin. Gelisah. “Apa maumu?” “Katakan kesalahannya.” “Ia pengkhianat, ia
menjelek-jelekkan nama bangsa dan negara kita di luar negeri.” “Cuma itu?” “Ia
meresahkan masyarakat dengan pernyataan-pernyataan yang tidak benar.” “Lantas?”
“Kamu mau apa? Aku tidak tahu banyak.” “Aku ingin tahu, apakah semua itu
merupakan alasan yang cukup untuk membunuhnya.” “Itu bukan urusanmu. Ini politik.”
“Urusanku adalah leontinmu manis, ia bisa pecah berantakan oleh peluruku, dan
peluru itu tak akan berhenti di situ.” Wajah itu kembali menatap ke arahku
dengan pandang menghiba. “Jangan tembak aku! Aku tidak tahu apa-apa!” “Siapa
yang menyuruhmu?” “Aku tidak tahu apa-apa.” “Leontinmu manis...” “Ah, jangan,
jangan tembak! Please...” “Siapa?” “Aku…aku bisa celaka.” “Sekarang pun kamu
bisa celaka. Kuhitung sampai tiga. Satu…” “Kamu gila, kamu merusak
segala-galanya.” “Dua....” Hmm, alangkah gugupnya dia. “Ia ada di depan orang
yang harus kamu tembak.” “Berkacamata?” “Ya.” Kuarahkan senapanku ke sana. Dan
aku melihat orang itu. Ia sedang bercerita dengan berapi-api. Tangannya bergerak
kian kemari, mengepal dan memukul-mukulkan tinjunya pada telapak tangan yang
lain. Wajahnya licik dan penuh tipu daya. Sangat memuakkan. Padahal ia pun sudah
tua. Kubidikkan garis silang teleskopku ke jantungnya, sementara di telingaku
mengiang suara penyanyi itu, yang memulai lagi sebuah lagu keroncong, lagu
kesenangan orang-orang tua. Ini memang akan membuat mereka terkenang-kenang akan
masa lalunya. Inilah keroncong fantasiii
pre- text |
WORD |
post- text |
% |
lu tahu, pokoknya tunggu!” “Ini tidak ada dalam perjanjian.” |
“ada! |
Kamu jangan main gila.” selendang sutra tanda mata darimu Bu | 63 % |
maut telah mengelus-elus tengkuknya. “Bagaimana? Sekarang?” |
“aku |
bilang tunggu perintah!” Sialan cewek itu, berani benar memb | 60 % |
ihat wajahnya menjadi pucat. “Kamu sudah melanggar kontrak.” |
“aku |
tidak mau menembak orang yang tidak bersalah." “Itu bukan ur | 84 % |
dak benar.” “Lantas?” “Kamu mau apa? Aku tidak tahu banyak.” |
“aku |
ingin tahu, apakah semua itu merupakan alasan yang cukup unt | 90 % |
embak aku! Aku tidak tahu apa-apa!” “Siapa yang menyuruhmu?” |
“aku |
tidak tahu apa-apa.” “Leontinmu manis...” “Ah, jangan, janga | 93 % |
mu manis...” “Ah, jangan, jangan tembak! Please...” “Siapa?” |
“aku…aku |
bisa celaka.” “Sekarang pun kamu bisa celaka. Kuhitung sampa | 94 % |
na? “Pengkhianat yang bagaimana? Kenapa tidak diadili saja?” |
“apa |
urusanmu tolol? Tembak dia sekarang, atau kontrak kubatalkan | 80 % |
ongak ke arahku dengan kaget. “Katakan padaku,” kataku lagi, |
“apa |
kesalahan orang itu?” “Tembak dia sekarang tolol, atau kamu | 82 % |
ke atas, ke arahku. Kulihat ia berkeringat dingin. Gelisah. |
“apa |
maumu?” “Katakan kesalahannya.” “Ia pengkhianat, ia menjelek | 88 % |
na? “Pengkhianat yang bagaimana? Kenapa tidak diadili saja?” |
“apa |
urusanmu tolol? Tembak dia sekarang, atau kontrak kubatalkan | 80 % |
ongak ke arahku dengan kaget. “Katakan padaku,” kataku lagi, |
“apa |
kesalahan orang itu?” “Tembak dia sekarang tolol, atau kamu | 82 % |
ke atas, ke arahku. Kulihat ia berkeringat dingin. Gelisah. |
“apa |
maumu?” “Katakan kesalahannya.” “Ia pengkhianat, ia menjelek | 88 % |
itu. “Laras senapanku mengarah padamu manis,” kataku dingin. |
“apa-apaan |
ini?” Dalam teleskop kulihat wajahnya mendongak ke arahku de | 81 % |
lang pada teleskopku berhenti tepat di antara kedua matanya. |
“apakah |
harus kulakukan sekarang?” “Nanti dulu, tunggu komando!” Dan | 47 % |
era berwarna merah karena darah dan wanita-wanita berteriak: |
“auuww!” |
Tapi aku belum menemukan orang yang mesti kubunuh. Memang be | 11 % |
njelek-jelekkan nama bangsa dan negara kita di luar negeri.” |
“cuma |
itu?” “Ia meresahkan masyarakat dengan pernyataan-pernyataan | 89 % |
terdengar suara pada headphone itu, sebuah suara yang merdu. |
“dari |
tadi aku sudah siap, yang mana orangnya?” “Sabar dong, seben | 13 % |
tidak melakukan itu. Aku hanya bekerja berdasarkan kontrak. |
“di |
sebelah mana dia?” tanyaku lewat mike yang tergantung di baw | 42 % |
rgegas kembali ke teras. “Bagaimana? Sudah datang orangnya?” |
“dia |
memakai baju batik merah, kebetulan satu-satunya yang merah | 37 % |
na dia?” tanyaku lewat mike yang tergantung di bawah daguku. |
“dia |
di sudut kolam renang sebelah selatan, dekat payung hijau.” | 42 % |
ringat dingin. Gelisah. “Apa maumu?” “Katakan kesalahannya.” |
“ia |
pengkhianat, ia menjelek-jelekkan nama bangsa dan negara kit | 89 % |
kan nama bangsa dan negara kita di luar negeri.” “Cuma itu?” |
“ia |
meresahkan masyarakat dengan pernyataan-pernyataan yang tida | 89 % |
rusak segala-galanya.” “Dua....” Hmm, alangkah gugupnya dia. |
“ia |
ada di depan orang yang harus kamu tembak.” “Berkacamata?” “ | 95 % |
u perintah apa lagi?” “Kau tak perlu tahu, pokoknya tunggu!” |
“ini |
tidak ada dalam perjanjian.” “Ada! Kamu jangan main gila.” s | 63 % |
ontrak.” “Aku tidak mau menembak orang yang tidak bersalah." |
“itu |
bukan urusanmu, tahun lalu kamu menembak ribuan orang yang t | 85 % |
tahun lalu kamu menembak ribuan orang yang tidak bersalah.” |
“itu |
urusanku sendiri, katakan cepat apa kesalahan orang itu!” Wa | 85 % |
ah semua itu merupakan alasan yang cukup untuk membunuhnya.” |
“itu |
bukan urusanmu. Ini politik.” “Urusanku adalah leontinmu man | 91 % |
di situ?” tiba-tiba terdengar lagi suara itu. “Ya, kenapa?” |
“jangan |
main-main! Aku tahu kamu tidak di tempat!” Aku bergegas kemb | 36 % |
kesalahan orang itu!” Wanita itu tampak beranjak akan lari. |
“jangan |
lari, tak ada gunanya, tak ada seorang pun yang akan tahu si | 86 % |
Wajah itu kembali menatap ke arahku dengan pandang menghiba. |
“jangan |
tembak aku! Aku tidak tahu apa-apa!” “Siapa yang menyuruhmu? | 93 % |
rang itu?” “Tembak dia sekarang tolol, atau kamu akan mati!” |
“justru |
kamu yang bisa segera mati.” “Omong kosong! Kamu tak tahu di | 83 % |
asi yang terpasang pada telingaku siap menunjukkan orangnya. |
“kamu |
sudah siap?” terdengar suara pada headphone itu, sebuah suar | 13 % |
isa segera mati.” “Omong kosong! Kamu tak tahu di mana aku.” |
“kamu |
memakai cheongsam dengan belahan di paha, kamu ada di belaka | 83 % |
ada di belakang orkes.” Dan kulihat wajahnya menjadi pucat. |
“kamu |
sudah melanggar kontrak.” “Aku tidak mau menembak orang yang | 84 % |
at dengan pernyataan-pernyataan yang tidak benar.” “Lantas?” |
“kamu |
mau apa? Aku tidak tahu banyak.” “Aku ingin tahu, apakah sem | 90 % |
“Sekarang pun kamu bisa celaka. Kuhitung sampai tiga. Satu…” |
“kamu |
gila, kamu merusak segala-galanya.” “Dua....” Hmm, alangkah | 95 % |
teleskop kulihat wajahnya mendongak ke arahku dengan kaget. |
“katakan |
padaku,” kataku lagi, “apa kesalahan orang itu?” “Tembak dia | 82 % |
arahku. Kulihat ia berkeringat dingin. Gelisah. “Apa maumu?” |
“katakan |
kesalahannya.” “Ia pengkhianat, ia menjelek-jelekkan nama ba | 88 % |
pon seperti itu, tentu wajahnya hanya bisa kukira-kira saja. |
“kau |
tidak perlu tahu, ini bagian dari kontrak kita.” Kontrak sem | 18 % |
Aku harus memancing dia bicara. “Tunggu perintah apa lagi?” |
“kau |
tak perlu tahu, pokoknya tunggu!” “Ini tidak ada dalam perja | 62 % |
ap mata orang itu. Astaga. Benarkah dia seorang pengkhianat? |
“kau |
tidak keliru? Benarkah ia seorang pengkhianat?” “Tidak usah | 78 % |
asuki diriku. Aku malah mengarahkan senapan pada wanita itu. |
“laras |
senapanku mengarah padamu manis,” kataku dingin. “Apa-apaan | 81 % |
apa-apa!” “Siapa yang menyuruhmu?” “Aku tidak tahu apa-apa.” |
“leontinmu |
manis...” “Ah, jangan, jangan tembak! Please...” “Siapa?” “A | 93 % |
di antara kedua matanya. “Apakah harus kulakukan sekarang?” |
“nanti |
dulu, tunggu komando!” Dan aku mengamati wajah itu. Adakah i | 47 % |
, atau kamu akan mati!” “Justru kamu yang bisa segera mati.” |
“omong |
kosong! Kamu tak tahu di mana aku.” “Kamu memakai cheongsam | 83 % |
saran bukan urusanku. “Tapi satu hal kau boleh tahu.” “Apa?" |
“orang |
itu pengkhianat.” “Pengkhianat?” “Ya, pengkhianat bangsa dan | 20 % |
rang!” Aku menatap lagi matanya, pengkhianat yang bagaimana? |
“pengkhianat |
yang bagaimana? Kenapa tidak diadili saja?” “Apa urusanmu to | 79 % |
yang merdu. “Dari tadi aku sudah siap, yang mana orangnya?” |
“sabar |
dong, sebentar lagi.” Dari teras lantai 7 hotel ini, aku mas | 14 % |
n, jangan tembak! Please...” “Siapa?” “Aku…aku bisa celaka.” |
“sekarang |
pun kamu bisa celaka. Kuhitung sampai tiga. Satu…” “Kamu gil | 94 % |
a seorang wanita akan terlibat dalam pembunuhan seperti ini. |
“siapa |
sasaranku?” tanyaku minggu lalu, ketika dia memesan penembak | 17 % |
ndang menghiba. “Jangan tembak aku! Aku tidak tahu apa-apa!” |
“siapa |
yang menyuruhmu?” “Aku tidak tahu apa-apa.” “Leontinmu manis | 93 % |
ayar untuk menembak, siapa yang jadi sasaran bukan urusanku. |
“tapi |
satu hal kau boleh tahu.” “Apa?" “Orang itu pengkhianat.” “P | 20 % |
tanyaku lagi, karena ingin meyakinkan, memang dia orangnya. |
“tembak |
sekarang!” Jadi seperti inilah semua pembunuhan itu berlangs | 71 % |
t. “Katakan padaku,” kataku lagi, “apa kesalahan orang itu?” |
“tembak |
dia sekarang tolol, atau kamu akan mati!” “Justru kamu yang | 82 % |
dahinya. Matanya menatap tajam ke arah si baju batik merah! |
“tembaklah |
dia sekarang,” ujarnya pelan dalam headphone-ku, dan kulihat | 69 % |
hianat? “Kau tidak keliru? Benarkah ia seorang pengkhianat?” |
“tidak |
usah tanya-tanya, tembak sekarang!” Aku menatap lagi matanya | 78 % |
berganti mengisi teleskopku. Aku harus memancing dia bicara. |
“tunggu |
perintah apa lagi?” “Kau tak perlu tahu, pokoknya tunggu!” “ | 62 % |
cukup untuk membunuhnya.” “Itu bukan urusanmu. Ini politik.” |
“urusanku |
adalah leontinmu manis, ia bisa pecah berantakan oleh peluru | 91 % |
na orangnya?” “Sabar dong, sebentar lagi.” Dari teras lantai |
7 |
hotel ini, aku masih mengintip lewat teleskop. Angin laut ya | 14 % |
tak terlalu jelas mana yang berbaju batik merah dari lantai |
7 |
seperti ini. Kuangkat kembali senapanku. Kucari posisi yang | 39 % |
ng dari meja. Kupasang televisi, tapi segera kumatikan lagi. |
acara |
televisi selalu buruk. Sunyi sekali rasanya kamar hotel ini. | 34 % |
-olah aku berada di antara mereka. Sebuah pesta yang meriah. |
ada |
kambing-guling. Hmmm… Garis silang pada teleskop itu terus s | 6 % |
pada teleskop. Para wanita dengan pakaian malam yang anggun. |
ada |
yang punggungnya terbuka. Cantik sekali. Aku tak mengira seo | 16 % |
kop kuteliti orang-orang yang makin banyak saja berdatangan. |
ada |
sesuatu yang terasa kurang enak setiap kali aku menatap waja | 22 % |
engunyah makanan, menyeruput minuman, tersenyum dan tertawa. |
ada |
ibu-ibu berdiri dengan kaku di samping suaminya yang sibuk b | 29 % |
awa dan tersenyum. Orang-orang mengerumuninya dengan hormat. |
ada |
juga yang berwajah menjilat. Garis silang pada teleskopku be | 46 % |
apa lagi?” “Kau tak perlu tahu, pokoknya tunggu!” “Ini tidak |
ada |
dalam perjanjian.” “Ada! Kamu jangan main gila.” selendang s | 63 % |
sempat mampir di dada penyanyi keroncong yang membusung itu. |
ada |
beberapa kerumunan. Di telingaku juga berdentang bunyi gelas | 65 % |
piring. Ia mungkin di belakang orkes, dekat meja prasmanan. |
ada |
beberapa wanita, dan petugas-petugas berpakaian preman. Yang | 66 % |
eberapa di antaranya jelas cuma pegawai perusahaan catering. |
ada |
satu wanita bertampang juragan. Mungkin satunya lagi. Rambut | 67 % |
uk sambil mencuri pandang ke sekelilingnya. Seperti khawatir |
ada |
yang mendengar. Aku sudah siap menembak. Satu tekanan telunj | 75 % |
a aku.” “Kamu memakai cheongsam dengan belahan di paha, kamu |
ada |
di belakang orkes.” Dan kulihat wajahnya menjadi pucat. “Kam | 84 % |
tu!” Wanita itu tampak beranjak akan lari. “Jangan lari, tak |
ada |
gunanya, tak ada seorang pun yang akan tahu siapa menembakmu | 86 % |
ampak beranjak akan lari. “Jangan lari, tak ada gunanya, tak |
ada |
seorang pun yang akan tahu siapa menembakmu. Senapan ini dil | 87 % |
k segala-galanya.” “Dua....” Hmm, alangkah gugupnya dia. “Ia |
ada |
di depan orang yang harus kamu tembak.” “Berkacamata?” “Ya.” | 95 % |
” “Nanti dulu, tunggu komando!” Dan aku mengamati wajah itu. |
adakah |
ia mempunyai firasat? Dari balik teleskop ini, wajah-wajah m | 47 % |
ianat?” “Ya, pengkhianat bangsa dan negara.” Jadi, sasaranku |
adalah |
seorang pengkhianat bangsa dan negara. Apakah aku termasuk p | 21 % |
menatap wajah orang-orang di bawah itu. Memang wajah mereka |
adalah |
wajah orang baik-baik, tapi entahlah apa yang kurang enak di | 23 % |
guh mati, aku akan sangat berbahagia kalau korbanku kali ini |
adalah |
seseorang yang memuakkan. Kuedarkan lagi senapanku. Menginti | 25 % |
k membunuhnya.” “Itu bukan urusanmu. Ini politik.” “Urusanku |
adalah |
leontinmu manis, ia bisa pecah berantakan oleh peluruku, dan | 91 % |
khianat bangsa dan negara? Ia pantas mendapatkan hukumannya. |
agak |
tegang juga aku menunggu perintah menembak. Itulah repotnya | 54 % |
khiri riwayat lelaki itu. Garis silang pada teleskop kugeser |
agak |
ke samping, supaya lubang peluru pada kepalanya tidak membua | 76 % |
tugas berpakaian preman mondar-mandir membawa walkie-talkie. |
agaknya |
pesta kambing-guling pada tepi kolam renang dalam sebuah hot | 32 % |
u terpental ke kolam renang dengan suara bergedebur sehingga |
airnya |
muncrat membasahi pakaian para tamu dan kolam renang itu seg | 10 % |
Keroncong Pembunuhan Oleh: Seno Gumira |
ajidarma |
hampir malam di Yogya ketika keretaku tiba Lagu keroncong me | 0 % |
menyukai lagu keroncong, ini membuat mereka terkenang-kenang |
akan |
masa lalunya. Mereka terserak di bawah sana, di sekitar kola | 2 % |
utinya. Kalau kutekankan telunjukku, tak pelak lagi dahi itu |
akan |
berlubang. Dan tubuh orang itu akan roboh. Bisa roboh perlah | 7 % |
tak pelak lagi dahi itu akan berlubang. Dan tubuh orang itu |
akan |
roboh. Bisa roboh perlahan-lahan seperti pohon ditebang, bis | 7 % |
enemukan orang yang mesti kubunuh. Memang belum waktunya. Ia |
akan |
datang sebentar lagi. Dan sebetulnya aku pun tak perlu terla | 11 % |
ngnya terbuka. Cantik sekali. Aku tak mengira seorang wanita |
akan |
terlibat dalam pembunuhan seperti ini. “Siapa sasaranku?” ta | 17 % |
nci? Ataukah karena perasaanku saja. Namun sungguh mati, aku |
akan |
sangat berbahagia kalau korbanku kali ini adalah seseorang y | 25 % |
tersenyum-senyum. Aku juga tersenyum. Sebentar lagi wajahmu |
akan |
ketakutan tanpa tahu malu. Tapi aku tidak melakukan itu. Aku | 41 % |
kan niat bersopan santun yang tidak menyebalkan. Apakah yang |
akan |
terjadi kalau ia kutembak mati? Aku teringat kematian Ninoy | 50 % |
Tapi aku tidak tahu politik. Jadi, sambil menatap wajah yang |
akan |
berlubang itu, aku berpikir tentang yang lain. Mungkin ia pu | 52 % |
punya anak. Bahkan kupikir ia pun pantas punya cucu. Mereka |
akan |
bertangisan setelah mendengar kematian orang ini, dan tangis | 53 % |
angisan setelah mendengar kematian orang ini, dan tangis itu |
akan |
makin menjadi-jadi ketika mengetahui cara kematiannya. Biar | 53 % |
ng mendengar. Aku sudah siap menembak. Satu tekanan telunjuk |
akan |
mengakhiri riwayat lelaki itu. Garis silang pada teleskop ku | 76 % |
anya tidak membuat pembagian yang terlalu simetris. Peluruku |
akan |
menembus mata kirinya. Dan aku menatap mata orang itu. Astag | 77 % |
kesalahan orang itu?” “Tembak dia sekarang tolol, atau kamu |
akan |
mati!” “Justru kamu yang bisa segera mati.” “Omong kosong! K | 83 % |
n cepat apa kesalahan orang itu!” Wanita itu tampak beranjak |
akan |
lari. “Jangan lari, tak ada gunanya, tak ada seorang pun yan | 86 % |
ari. “Jangan lari, tak ada gunanya, tak ada seorang pun yang |
akan |
tahu siapa menembakmu. Senapan ini dilengkapi peredam. Kamu | 87 % |
, ia bisa pecah berantakan oleh peluruku, dan peluru itu tak |
akan |
berhenti di situ.” Wajah itu kembali menatap ke arahku denga | 92 % |
lagu keroncong, lagu kesenangan orang-orang tua. Ini memang |
akan |
membuat mereka terkenang-kenang akan masa lalunya. Inilah keroncong fantasiii | 99 % |
g-orang tua. Ini memang akan membuat mereka terkenang-kenang |
akan |
masa lalunya. Inilah keroncong fantasiii | 100 % |
aku tiba Lagu keroncong membuatku ngantuk, padahal malam ini |
aku |
harus membunuh seseorang. Orang-orang tua memang menyukai la | 1 % |
h yang menarik perhatianku. Lewat teleskop pada senapan ini, |
aku |
memperhatikan mereka satu per satu, seolah-olah aku berada d | 5 % |
pan ini, aku memperhatikan mereka satu per satu, seolah-olah |
aku |
berada di antara mereka. Sebuah pesta yang meriah. Ada kambi | 5 % |
erah karena darah dan wanita-wanita berteriak: “Auuww!” Tapi |
aku |
belum menemukan orang yang mesti kubunuh. Memang belum waktu | 11 % |
belum waktunya. Ia akan datang sebentar lagi. Dan sebetulnya |
aku |
pun tak perlu terlalu repot mencarinya karena pesawat komuni | 12 % |
uara pada headphone itu, sebuah suara yang merdu. “Dari tadi |
aku |
sudah siap, yang mana orangnya?” “Sabar dong, sebentar lagi. | 13 % |
“Sabar dong, sebentar lagi.” Dari teras lantai 7 hotel ini, |
aku |
masih mengintip lewat teleskop. Angin laut yang basah terasa | 14 % |
terasa asin di bibirku. Iseng-iseng sambil menunggu sasaran, |
aku |
mencari orang yang berbicara padaku. Dan aku melihat wajah-w | 15 % |
nunggu sasaran, aku mencari orang yang berbicara padaku. Dan |
aku |
melihat wajah-wajah pada teleskop. Para wanita dengan pakaia | 16 % |
am yang anggun. Ada yang punggungnya terbuka. Cantik sekali. |
aku |
tak mengira seorang wanita akan terlibat dalam pembunuhan se | 17 % |
ri kontrak kita.” Kontrak semacam ini memang sering terjadi. |
aku |
dibayar untuk menembak, siapa yang jadi sasaran bukan urusan | 19 % |
saranku adalah seorang pengkhianat bangsa dan negara. Apakah |
aku |
termasuk pahlawan jika menembaknya? Kugerakkan lagi senapank | 21 % |
berdatangan. Ada sesuatu yang terasa kurang enak setiap kali |
aku |
menatap wajah orang-orang di bawah itu. Memang wajah mereka | 23 % |
kubenci? Ataukah karena perasaanku saja. Namun sungguh mati, |
aku |
akan sangat berbahagia kalau korbanku kali ini adalah seseor | 25 % |
Rasanya lama sekali. Seperti juga orang-orang di bawah sana, |
aku |
tak perlu mendengarkannya dengan sungguh-sungguh. Musik kero | 27 % |
bulan pun sedang purnama. Kuletakkan senapanku karena pegal. |
aku |
berjalan ke dalam kamar, mengambil kacang dari meja. Kupasan | 33 % |
televisi selalu buruk. Sunyi sekali rasanya kamar hotel ini. |
aku |
ingin buru-buru menembak sasaranku, lantas pulang dan minum | 35 % |
a terdengar lagi suara itu. “Ya, kenapa?” “Jangan main-main! |
aku |
tahu kamu tidak di tempat!” Aku bergegas kembali ke teras. “ | 36 % |
kenapa?” “Jangan main-main! Aku tahu kamu tidak di tempat!” |
aku |
bergegas kembali ke teras. “Bagaimana? Sudah datang orangnya | 36 % |
senapanku. Kucari posisi yang enak. Sambil mengunyah kacang |
aku |
mengintip kembali lewat teleskop. Garis silang itu kembali b | 39 % |
ah ke wajah. Mereka masih tertawa-tawa dan tersenyum-senyum. |
aku |
juga tersenyum. Sebentar lagi wajahmu akan ketakutan tanpa t | 41 % |
. Sebentar lagi wajahmu akan ketakutan tanpa tahu malu. Tapi |
aku |
tidak melakukan itu. Aku hanya bekerja berdasarkan kontrak. | 41 % |
kan ketakutan tanpa tahu malu. Tapi aku tidak melakukan itu. |
aku |
hanya bekerja berdasarkan kontrak. “Di sebelah mana dia?” ta | 41 % |
harus kulakukan sekarang?” “Nanti dulu, tunggu komando!” Dan |
aku |
mengamati wajah itu. Adakah ia mempunyai firasat? Dari balik | 47 % |
ra, namun tampaknya ia harus menjawab banyak pertanyaan. Dan |
aku |
merasa bahwa ia sangat hati-hati menjawab. Wajahnya menunjuk | 49 % |
enyebalkan. Apakah yang akan terjadi kalau ia kutembak mati? |
aku |
teringat kematian Ninoy di Filipina…. Tapi aku tidak tahu po | 51 % |
utembak mati? Aku teringat kematian Ninoy di Filipina…. Tapi |
aku |
tidak tahu politik. Jadi, sambil menatap wajah yang akan ber | 51 % |
politik. Jadi, sambil menatap wajah yang akan berlubang itu, |
aku |
berpikir tentang yang lain. Mungkin ia punya istri, punya an | 52 % |
n negara? Ia pantas mendapatkan hukumannya. Agak tegang juga |
aku |
menunggu perintah menembak. Itulah repotnya selalu bekerja b | 54 % |
u bekerja berdasarkan kontrak. Tidak bisa seenaknya sendiri. |
aku |
dibayar untuk mengarahkan garis silang teleskop senapanku pa | 55 % |
at yang paling mematikan, untuk kemudian menekan pelatuknya. |
aku |
selalu mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku tidak membun | 56 % |
pelatuknya. Aku selalu mengatakan pada diriku sendiri bahwa |
aku |
tidak membunuh orang, aku hanya membidik dan menekan pelatuk | 57 % |
ngatakan pada diriku sendiri bahwa aku tidak membunuh orang, |
aku |
hanya membidik dan menekan pelatuk. Kutatap lagi wajah itu, | 57 % |
nya begitu dekat, bahkan pori-porinya terlihat dengan jelas. |
aku |
bagaikan menatap bayang-bayang takdir. Siapakah sebenarnya y | 58 % |
anyak. Wajah-wajah cantik silih berganti mengisi teleskopku. |
aku |
harus memancing dia bicara. “Tunggu perintah apa lagi?” “Kau | 62 % |
pa wanita, dan petugas-petugas berpakaian preman. Yang mana? |
aku |
meneliti mereka satu per satu. Beberapa di antaranya jelas c | 67 % |
ndang ke sekelilingnya. Seperti khawatir ada yang mendengar. |
aku |
sudah siap menembak. Satu tekanan telunjuk akan mengakhiri r | 75 % |
g terlalu simetris. Peluruku akan menembus mata kirinya. Dan |
aku |
menatap mata orang itu. Astaga. Benarkah dia seorang pengkhi | 77 % |
ang pengkhianat?” “Tidak usah tanya-tanya, tembak sekarang!” |
aku |
menatap lagi matanya, pengkhianat yang bagaimana? “Pengkhian | 79 % |
ontrak kubatalkan!” Perasaan aneh tiba-tiba merasuki diriku. |
aku |
malah mengarahkan senapan pada wanita itu. “Laras senapanku | 80 % |
ngkapi peredam. Kamu tahu tembakanku belum pernah luput, dan |
aku |
bisa segera lenyap.” Wajahnya menatap ke atas, ke arahku. Ku | 88 % |
ataan-pernyataan yang tidak benar.” “Lantas?” “Kamu mau apa? |
aku |
tidak tahu banyak.” “Aku ingin tahu, apakah semua itu merupa | 90 % |
natap ke arahku dengan pandang menghiba. “Jangan tembak aku! |
aku |
tidak tahu apa-apa!” “Siapa yang menyuruhmu?” “Aku tidak tah | 93 % |
mbak.” “Berkacamata?” “Ya.” Kuarahkan senapanku ke sana. Dan |
aku |
melihat orang itu. Ia sedang bercerita dengan berapi-api. Ta | 96 % |
li menatap ke arahku dengan pandang menghiba. “Jangan tembak |
aku! |
Aku tidak tahu apa-apa!” “Siapa yang menyuruhmu?” “Aku tidak | 93 % |
. Siapakah sebenarnya yang menghentikan kehidupan orang itu, |
akukah |
atau Kamu? Orang itu tak sadar sama sekali kalau malaikan ma | 59 % |
u…” “Kamu gila, kamu merusak segala-galanya.” “Dua....” Hmm, |
alangkah |
gugupnya dia. “Ia ada di depan orang yang harus kamu tembak. | 95 % |
ak tahu banyak.” “Aku ingin tahu, apakah semua itu merupakan |
alasan |
yang cukup untuk membunuhnya.” “Itu bukan urusanmu. Ini poli | 91 % |
lol? Tembak dia sekarang, atau kontrak kubatalkan!” Perasaan |
aneh |
tiba-tiba merasuki diriku. Aku malah mengarahkan senapan pad | 80 % |
eras lantai 7 hotel ini, aku masih mengintip lewat teleskop. |
angin |
laut yang basah terasa asin di bibirku. Iseng-iseng sambil m | 15 % |
emperhatikan mereka satu per satu, seolah-olah aku berada di |
antara |
mereka. Sebuah pesta yang meriah. Ada kambing-guling. Hmmm… | 5 % |
jah menjilat. Garis silang pada teleskopku berhenti tepat di |
antara |
kedua matanya. “Apakah harus kulakukan sekarang?” “Nanti dul | 47 % |
diri menggeser senapan itu. Dengan indra keenam ia kucari di |
antara |
kerumunan orang banyak. Wajah-wajah cantik silih berganti me | 61 % |
n. Yang mana? Aku meneliti mereka satu per satu. Beberapa di |
antaranya |
jelas cuma pegawai perusahaan catering. Ada satu wanita bert | 67 % |
ang wajah mereka adalah wajah orang baik-baik, tapi entahlah |
apa |
yang kurang enak di sana. Apakah karena banyak yang memakai | 23 % |
teleskopku. Aku harus memancing dia bicara. “Tunggu perintah |
apa |
lagi?” “Kau tak perlu tahu, pokoknya tunggu!” “Ini tidak ada | 62 % |
g yang tidak bersalah.” “Itu urusanku sendiri, katakan cepat |
apa |
kesalahan orang itu!” Wanita itu tampak beranjak akan lari. | 86 % |
ang wajah mereka adalah wajah orang baik-baik, tapi entahlah |
apa |
yang kurang enak di sana. Apakah karena banyak yang memakai | 23 % |
teleskopku. Aku harus memancing dia bicara. “Tunggu perintah |
apa |
lagi?” “Kau tak perlu tahu, pokoknya tunggu!” “Ini tidak ada | 62 % |
g yang tidak bersalah.” “Itu urusanku sendiri, katakan cepat |
apa |
kesalahan orang itu!” Wanita itu tampak beranjak akan lari. | 86 % |
dengan pandang menghiba. “Jangan tembak aku! Aku tidak tahu |
apa-apa!” |
“Siapa yang menyuruhmu?” “Aku tidak tahu apa-apa.” “Leontinm | 93 % |
adi, sasaranku adalah seorang pengkhianat bangsa dan negara. |
apakah |
aku termasuk pahlawan jika menembaknya? Kugerakkan lagi sena | 21 % |
orang baik-baik, tapi entahlah apa yang kurang enak di sana. |
apakah |
karena banyak yang memakai baju resmi, seragam yang kubenci? | 24 % |
nya menunjukkan niat bersopan santun yang tidak menyebalkan. |
apakah |
yang akan terjadi kalau ia kutembak mati? Aku teringat kemat | 50 % |
as?” “Kamu mau apa? Aku tidak tahu banyak.” “Aku ingin tahu, |
apakah |
semua itu merupakan alasan yang cukup untuk membunuhnya.” “I | 90 % |
hitam dengan poni menutup dahinya. Matanya menatap tajam ke |
arah |
si baju batik merah! “Tembaklah dia sekarang,” ujarnya pelan | 68 % |
Apa-apaan ini?” Dalam teleskop kulihat wajahnya mendongak ke |
arahku |
dengan kaget. “Katakan padaku,” kataku lagi, “apa kesalahan | 82 % |
itu tak akan berhenti di situ.” Wajah itu kembali menatap ke |
arahku |
dengan pandang menghiba. “Jangan tembak aku! Aku tidak tahu | 92 % |
masih mengintip lewat teleskop. Angin laut yang basah terasa |
asin |
di bibirku. Iseng-iseng sambil menunggu sasaran, aku mencari | 15 % |
kah sebenarnya yang menghentikan kehidupan orang itu, akukah |
atau |
Kamu? Orang itu tak sadar sama sekali kalau malaikan maut te | 59 % |
dak diadili saja?” “Apa urusanmu tolol? Tembak dia sekarang, |
atau |
kontrak kubatalkan!” Perasaan aneh tiba-tiba merasuki diriku | 80 % |
lagi, “apa kesalahan orang itu?” “Tembak dia sekarang tolol, |
atau |
kamu akan mati!” “Justru kamu yang bisa segera mati.” “Omong | 83 % |
karena banyak yang memakai baju resmi, seragam yang kubenci? |
ataukah |
karena perasaanku saja. Namun sungguh mati, aku akan sangat | 24 % |
begitu dekat, bahkan pori-porinya terlihat dengan jelas. Aku |
bagaikan |
menatap bayang-bayang takdir. Siapakah sebenarnya yang mengh | 58 % |
hnya hanya bisa kukira-kira saja. “Kau tidak perlu tahu, ini |
bagian |
dari kontrak kita.” Kontrak semacam ini memang sering terjad | 19 % |
sesekali pecah dari tiap kerumunan. Tak semuanya tua memang, |
bahkan |
banyak wanita muda. Paling tidak itulah yang menarik perhati | 4 % |
i orang-orang penting. Malam cerah dan langit penuh bintang. |
bahkan |
bulan pun sedang purnama. Kuletakkan senapanku karena pegal. | 33 % |
pikir tentang yang lain. Mungkin ia punya istri, punya anak. |
bahkan |
kupikir ia pun pantas punya cucu. Mereka akan bertangisan se | 52 % |
nekan pelatuk. Kutatap lagi wajah itu, rasanya begitu dekat, |
bahkan |
pori-porinya terlihat dengan jelas. Aku bagaikan menatap bay | 58 % |
ampaknya ia harus menjawab banyak pertanyaan. Dan aku merasa |
bahwa |
ia sangat hati-hati menjawab. Wajahnya menunjukkan niat bers | 50 % |
enekan pelatuknya. Aku selalu mengatakan pada diriku sendiri |
bahwa |
aku tidak membunuh orang, aku hanya membidik dan menekan pel | 57 % |
yang kurang enak di sana. Apakah karena banyak yang memakai |
baju |
resmi, seragam yang kubenci? Ataukah karena perasaanku saja. | 24 % |
i ke teras. “Bagaimana? Sudah datang orangnya?” “Dia memakai |
baju |
batik merah, kebetulan satu-satunya yang merah di sini, jadi | 37 % |
begitu saja. Dan, nah, itu dia, seorang lelaki yang mamakai |
baju |
batik berwarna merah. Wajahnya tampan dan berwibawa. Ia suda | 44 % |
engan poni menutup dahinya. Matanya menatap tajam ke arah si |
baju |
batik merah! “Tembaklah dia sekarang,” ujarnya pelan dalam h | 68 % |
k pahlawan jika menembaknya? Kugerakkan lagi senapanku. Dari |
balik |
teleskop kuteliti orang-orang yang makin banyak saja berdata | 22 % |
anpa diketahui rasanya menyenangkan. sepasang mata bola dari |
balik |
jendela Belum habis juga lagu keroncong itu. Rasanya lama se | 26 % |
n aku mengamati wajah itu. Adakah ia mempunyai firasat? Dari |
balik |
teleskop ini, wajah-wajah memunculkan pesonanya sendiri, yan | 48 % |
a?" “Orang itu pengkhianat.” “Pengkhianat?” “Ya, pengkhianat |
bangsa |
dan negara.” Jadi, sasaranku adalah seorang pengkhianat bang | 20 % |
ngsa dan negara.” Jadi, sasaranku adalah seorang pengkhianat |
bangsa |
dan negara. Apakah aku termasuk pahlawan jika menembaknya? K | 21 % |
cara kematiannya. Biar saja. Bukankah ia seorang pengkhianat |
bangsa |
dan negara? Ia pantas mendapatkan hukumannya. Agak tegang ju | 54 % |
an kesalahannya.” “Ia pengkhianat, ia menjelek-jelekkan nama |
bangsa |
dan negara kita di luar negeri.” “Cuma itu?” “Ia meresahkan | 89 % |
k di bawah sana, di sekitar kolam renang, tapi tampaknya tak |
banyak |
yang mendengarkan lagu keroncong itu dengan sungguh-sungguh. | 3 % |
i pecah dari tiap kerumunan. Tak semuanya tua memang, bahkan |
banyak |
wanita muda. Paling tidak itulah yang menarik perhatianku. L | 4 % |
napanku. Dari balik teleskop kuteliti orang-orang yang makin |
banyak |
saja berdatangan. Ada sesuatu yang terasa kurang enak setiap | 22 % |
k, tapi entahlah apa yang kurang enak di sana. Apakah karena |
banyak |
yang memakai baju resmi, seragam yang kubenci? Ataukah karen | 24 % |
tampak telah uzur. Rambutnya disisr rapi ke belakang. Ia tak |
banyak |
tertawa dan tersenyum. Orang-orang mengerumuninya dengan hor | 45 % |
dengan bila kita berhadapan langsung dengan orangnya. Ia tak |
banyak |
bicara, namun tampaknya ia harus menjawab banyak pertanyaan. | 49 % |
nya. Ia tak banyak bicara, namun tampaknya ia harus menjawab |
banyak |
pertanyaan. Dan aku merasa bahwa ia sangat hati-hati menjawa | 49 % |
sibuk bicara dengan tangan bergerak-gerak ke segala penjuru. |
bapak-bapak |
yang dari wajahnya tampak berjiwa pegawai, menyembunyikan di | 30 % |
tel ini, aku masih mengintip lewat teleskop. Angin laut yang |
basah |
terasa asin di bibirku. Iseng-iseng sambil menunggu sasaran, | 15 % |
teras. “Bagaimana? Sudah datang orangnya?” “Dia memakai baju |
batik |
merah, kebetulan satu-satunya yang merah di sini, jadi enak | 37 % |
luk-makhluk kecil, tentu tak terlalu jelas mana yang berbaju |
batik |
merah dari lantai 7 seperti ini. Kuangkat kembali senapanku. | 39 % |
tu saja. Dan, nah, itu dia, seorang lelaki yang mamakai baju |
batik |
berwarna merah. Wajahnya tampan dan berwibawa. Ia sudah sete | 44 % |
poni menutup dahinya. Matanya menatap tajam ke arah si baju |
batik |
merah! “Tembaklah dia sekarang,” ujarnya pelan dalam headpho | 68 % |
ereka terkenang-kenang akan masa lalunya. Mereka terserak di |
bawah |
sana, di sekitar kolam renang, tapi tampaknya tak banyak yan | 2 % |
asa kurang enak setiap kali aku menatap wajah orang-orang di |
bawah |
itu. Memang wajah mereka adalah wajah orang baik-baik, tapi | 23 % |
oncong itu. Rasanya lama sekali. Seperti juga orang-orang di |
bawah |
sana, aku tak perlu mendengarkannya dengan sungguh-sungguh. | 27 % |
“Di sebelah mana dia?” tanyaku lewat mike yang tergantung di |
bawah |
daguku. “Dia di sudut kolam renang sebelah selatan, dekat pa | 42 % |
kan pori-porinya terlihat dengan jelas. Aku bagaikan menatap |
bayang-bayang |
takdir. Siapakah sebenarnya yang menghentikan kehidupan oran | 58 % |
at mampir di dada penyanyi keroncong yang membusung itu. Ada |
beberapa |
kerumunan. Di telingaku juga berdentang bunyi gelas dan piri | 65 % |
ing. Ia mungkin di belakang orkes, dekat meja prasmanan. Ada |
beberapa |
wanita, dan petugas-petugas berpakaian preman. Yang mana? Ak | 66 % |
akaian preman. Yang mana? Aku meneliti mereka satu per satu. |
beberapa |
di antaranya jelas cuma pegawai perusahaan catering. Ada sat | 67 % |
imis, dan gemerlapan. Wanita-wanita cantik terpaksa kulewati |
begitu |
saja. Dan, nah, itu dia, seorang lelaki yang mamakai baju ba | 44 % |
embidik dan menekan pelatuk. Kutatap lagi wajah itu, rasanya |
begitu |
dekat, bahkan pori-porinya terlihat dengan jelas. Aku bagaik | 58 % |
tan tanpa tahu malu. Tapi aku tidak melakukan itu. Aku hanya |
bekerja |
berdasarkan kontrak. “Di sebelah mana dia?” tanyaku lewat mi | 41 % |
juga aku menunggu perintah menembak. Itulah repotnya selalu |
bekerja |
berdasarkan kontrak. Tidak bisa seenaknya sendiri. Aku dibay | 55 % |
! Kamu tak tahu di mana aku.” “Kamu memakai cheongsam dengan |
belahan |
di paha, kamu ada di belakang orkes.” Dan kulihat wajahnya m | 84 % |
ingaku juga berdentang bunyi gelas dan piring. Ia mungkin di |
belakang |
orkes, dekat meja prasmanan. Ada beberapa wanita, dan petuga | 66 % |
“Kamu memakai cheongsam dengan belahan di paha, kamu ada di |
belakang |
orkes.” Dan kulihat wajahnya menjadi pucat. “Kamu sudah mela | 84 % |
karena darah dan wanita-wanita berteriak: “Auuww!” Tapi aku |
belum |
menemukan orang yang mesti kubunuh. Memang belum waktunya. I | 11 % |
!” Tapi aku belum menemukan orang yang mesti kubunuh. Memang |
belum |
waktunya. Ia akan datang sebentar lagi. Dan sebetulnya aku p | 11 % |
rasanya menyenangkan. sepasang mata bola dari balik jendela |
belum |
habis juga lagu keroncong itu. Rasanya lama sekali. Seperti | 26 % |
mbakmu. Senapan ini dilengkapi peredam. Kamu tahu tembakanku |
belum |
pernah luput, dan aku bisa segera lenyap.” Wajahnya menatap | 87 % |
ang?” “Aku bilang tunggu perintah!” Sialan cewek itu, berani |
benar |
membentak-bentak seorang pembunuh bayaran. Tanganku tiba-tib | 60 % |
nembus mata kirinya. Dan aku menatap mata orang itu. Astaga. |
benarkah |
dia seorang pengkhianat? “Kau tidak keliru? Benarkah ia seor | 78 % |
Astaga. Benarkah dia seorang pengkhianat? “Kau tidak keliru? |
benarkah |
ia seorang pengkhianat?” “Tidak usah tanya-tanya, tembak sek | 78 % |
dengan sungguh-sungguh. Musik keroncong sekarang ini seperti |
benda |
museum, para senimannya kurang jenius untuk membuatnya lebih | 28 % |
ini, aku memperhatikan mereka satu per satu, seolah-olah aku |
berada |
di antara mereka. Sebuah pesta yang meriah. Ada kambing-guli | 5 % |
Lagu keroncong itu lagi, jelas sekali di telingaku. Pasti ia |
berada |
di dekat orkes. Kucari-cari sekitar orkes. Teleskopku sempat | 64 % |
? Sekarang?” “Aku bilang tunggu perintah!” Sialan cewek itu, |
berani |
benar membentak-bentak seorang pembunuh bayaran. Tanganku ti | 60 % |
i, katakan cepat apa kesalahan orang itu!” Wanita itu tampak |
beranjak |
akan lari. “Jangan lari, tak ada gunanya, tak ada seorang pu | 86 % |
ni politik.” “Urusanku adalah leontinmu manis, ia bisa pecah |
berantakan |
oleh peluruku, dan peluru itu tak akan berhenti di situ.” Wa | 92 % |
karena perasaanku saja. Namun sungguh mati, aku akan sangat |
berbahagia |
kalau korbanku kali ini adalah seseorang yang memuakkan. Kue | 25 % |
nan makhluk-makhluk kecil, tentu tak terlalu jelas mana yang |
berbaju |
batik merah dari lantai 7 seperti ini. Kuangkat kembali sena | 38 % |
eleskop ini, wajah-wajah memunculkan pesonanya sendiri, yang |
berbeda |
dibanding dengan bila kita berhadapan langsung dengan orangn | 48 % |
Iseng-iseng sambil menunggu sasaran, aku mencari orang yang |
berbicara |
padaku. Dan aku melihat wajah-wajah pada teleskop. Para wani | 15 % |
ta sendiri. Rupanya betul dia. Ia mendengar lewat giwang dan |
berbicara |
padaku lewat mikrofon yang tersembunyi dalam leontin kalungn | 70 % |
ndengarkan lagu keroncong itu dengan sungguh-sungguh. Mereka |
bercakap |
sendiri, riuh dan tawa sesekali pecah dari tiap kerumunan. T | 3 % |
rkan cerita seseorang di hadapannya dengan sabar. Orang yang |
bercerita |
itu tampak berapi-api, namun lelaki itu kelihatannya menahan | 74 % |
hkan senapanku ke sana. Dan aku melihat orang itu. Ia sedang |
bercerita |
dengan berapi-api. Tangannya bergerak kian kemari, mengepal | 96 % |
a tahu malu. Tapi aku tidak melakukan itu. Aku hanya bekerja |
berdasarkan |
kontrak. “Di sebelah mana dia?” tanyaku lewat mike yang terg | 41 % |
u menunggu perintah menembak. Itulah repotnya selalu bekerja |
berdasarkan |
kontrak. Tidak bisa seenaknya sendiri. Aku dibayar untuk men | 55 % |
ang membusung itu. Ada beberapa kerumunan. Di telingaku juga |
berdentang |
bunyi gelas dan piring. Ia mungkin di belakang orkes, dekat | 65 % |
anan, menyeruput minuman, tersenyum dan tertawa. Ada ibu-ibu |
berdiri |
dengan kaku di samping suaminya yang sibuk bicara dengan tan | 29 % |
u mengintip kembali lewat teleskop. Garis silang itu kembali |
beredar |
dari wajah ke wajah. Mereka masih tertawa-tawa dan tersenyum | 40 % |
i di antara kerumunan orang banyak. Wajah-wajah cantik silih |
berganti |
mengisi teleskopku. Aku harus memancing dia bicara. “Tunggu | 62 % |
lagi kalau tubuh itu terpental ke kolam renang dengan suara |
bergedebur |
sehingga airnya muncrat membasahi pakaian para tamu dan kola | 10 % |
apa?” “Jangan main-main! Aku tahu kamu tidak di tempat!” Aku |
bergegas |
kembali ke teras. “Bagaimana? Sudah datang orangnya?” “Dia m | 36 % |
embentak-bentak seorang pembunuh bayaran. Tanganku tiba-tiba |
bergerak |
sendiri menggeser senapan itu. Dengan indra keenam ia kucari | 61 % |
orang itu. Ia sedang bercerita dengan berapi-api. Tangannya |
bergerak |
kian kemari, mengepal dan memukul-mukulkan tinjunya pada tel | 97 % |
gan kaku di samping suaminya yang sibuk bicara dengan tangan |
bergerak-gerak |
ke segala penjuru. Bapak-bapak yang dari wajahnya tampak ber | 30 % |
n pesonanya sendiri, yang berbeda dibanding dengan bila kita |
berhadapan |
langsung dengan orangnya. Ia tak banyak bicara, namun tampak | 49 % |
Garis silang pada teleskop itu terus saja bergerak. Sesekali |
berhenti |
pada dahi seseorang, dan mengikutinya. Kalau kutekankan telu | 6 % |
da juga yang berwajah menjilat. Garis silang pada teleskopku |
berhenti |
tepat di antara kedua matanya. “Apakah harus kulakukan sekar | 46 % |
bisa pecah berantakan oleh peluruku, dan peluru itu tak akan |
berhenti |
di situ.” Wajah itu kembali menatap ke arahku dengan pandang | 92 % |
n pun sedang purnama. Kuletakkan senapanku karena pegal. Aku |
berjalan |
ke dalam kamar, mengambil kacang dari meja. Kupasang televis | 33 % |
rak ke segala penjuru. Bapak-bapak yang dari wajahnya tampak |
berjiwa |
pegawai, menyembunyikan diri dengan sopan, tapi makan banyak | 31 % |
lan dalam headphone-ku, dan kulihat dari teleskop dia memang |
berkata-kata |
sendiri. Rupanya betul dia. Ia mendengar lewat giwang dan be | 69 % |
era lenyap.” Wajahnya menatap ke atas, ke arahku. Kulihat ia |
berkeringat |
dingin. Gelisah. “Apa maumu?” “Katakan kesalahannya.” “Ia pe | 88 % |
aku tidak tahu politik. Jadi, sambil menatap wajah yang akan |
berlubang |
itu, aku berpikir tentang yang lain. Mungkin ia punya istri, | 52 % |
dengan sopan, tapi makan banyak-banyak. Tampak pula petugas |
berpakaian |
preman mondar-mandir membawa walkie-talkie. Agaknya pesta ka | 31 % |
kat meja prasmanan. Ada beberapa wanita, dan petugas-petugas |
berpakaian |
preman. Yang mana? Aku meneliti mereka satu per satu. Bebera | 66 % |
tik. Jadi, sambil menatap wajah yang akan berlubang itu, aku |
berpikir |
tentang yang lain. Mungkin ia punya istri, punya anak. Bahka | 52 % |
ahwa ia sangat hati-hati menjawab. Wajahnya menunjukkan niat |
bersopan |
santun yang tidak menyebalkan. Apakah yang akan terjadi kala | 50 % |
us untuk membuatnya lebih berkembang. Di manakah wanita yang |
bersuara |
lembut itu? Di mana-mana orang mengunyah makanan, menyeruput | 28 % |
anya jelas cuma pegawai perusahaan catering. Ada satu wanita |
bertampang |
juragan. Mungkin satunya lagi. Rambutnya lurus dan hitam den | 67 % |
a anak. Bahkan kupikir ia pun pantas punya cucu. Mereka akan |
bertangisan |
setelah mendengar kematian orang ini, dan tangis itu akan ma | 53 % |
ang itu segera berwarna merah karena darah dan wanita-wanita |
berteriak: |
“Auuww!” Tapi aku belum menemukan orang yang mesti kubunuh. | 11 % |
yum. Orang-orang mengerumuninya dengan hormat. Ada juga yang |
berwajah |
menjilat. Garis silang pada teleskopku berhenti tepat di ant | 46 % |
crat membasahi pakaian para tamu dan kolam renang itu segera |
berwarna |
merah karena darah dan wanita-wanita berteriak: “Auuww!” Tap | 10 % |
a. Dan, nah, itu dia, seorang lelaki yang mamakai baju batik |
berwarna |
merah. Wajahnya tampan dan berwibawa. Ia sudah setengah umur | 44 % |
lihat dari teleskop dia memang berkata-kata sendiri. Rupanya |
betul |
dia. Ia mendengar lewat giwang dan berbicara padaku lewat mi | 70 % |
akan makin menjadi-jadi ketika mengetahui cara kematiannya. |
biar |
saja. Bukankah ia seorang pengkhianat bangsa dan negara? Ia | 54 % |
a ibu-ibu berdiri dengan kaku di samping suaminya yang sibuk |
bicara |
dengan tangan bergerak-gerak ke segala penjuru. Bapak-bapak | 30 % |
memunculkan pesonanya sendiri, yang berbeda dibanding dengan |
bila |
kita berhadapan langsung dengan orangnya. Ia tak banyak bica | 48 % |
telah mengelus-elus tengkuknya. “Bagaimana? Sekarang?” “Aku |
bilang |
tunggu perintah!” Sialan cewek itu, berani benar membentak-b | 60 % |
agi dahi itu akan berlubang. Dan tubuh orang itu akan roboh. |
bisa |
roboh perlahan-lahan seperti pohon ditebang, bisa pula terse | 8 % |
kan roboh. Bisa roboh perlahan-lahan seperti pohon ditebang, |
bisa |
pula tersentak dan mengacaukan kerumunan orang yang sedang t | 8 % |
i. Dilakukan lewat telepon seperti itu, tentu wajahnya hanya |
bisa |
kukira-kira saja. “Kau tidak perlu tahu, ini bagian dari kon | 18 % |
k. Itulah repotnya selalu bekerja berdasarkan kontrak. Tidak |
bisa |
seenaknya sendiri. Aku dibayar untuk mengarahkan garis silan | 55 % |
dia sekarang tolol, atau kamu akan mati!” “Justru kamu yang |
bisa |
segera mati.” “Omong kosong! Kamu tak tahu di mana aku.” “Ka | 83 % |
pi peredam. Kamu tahu tembakanku belum pernah luput, dan aku |
bisa |
segera lenyap.” Wajahnya menatap ke atas, ke arahku. Kulihat | 88 % |
urusanmu. Ini politik.” “Urusanku adalah leontinmu manis, ia |
bisa |
pecah berantakan oleh peluruku, dan peluru itu tak akan berh | 92 % |
..” “Ah, jangan, jangan tembak! Please...” “Siapa?” “Aku…aku |
bisa |
celaka.” “Sekarang pun kamu bisa celaka. Kuhitung sampai tig | 94 % |
lease...” “Siapa?” “Aku…aku bisa celaka.” “Sekarang pun kamu |
bisa |
celaka. Kuhitung sampai tiga. Satu…” “Kamu gila, kamu merusa | 94 % |
an orang tanpa diketahui rasanya menyenangkan. sepasang mata |
bola |
dari balik jendela Belum habis juga lagu keroncong itu. Rasa | 26 % |
, siapa yang jadi sasaran bukan urusanku. “Tapi satu hal kau |
boleh |
tahu.” “Apa?" “Orang itu pengkhianat.” “Pengkhianat?” “Ya, p | 20 % |
terjadi. Aku dibayar untuk menembak, siapa yang jadi sasaran |
bukan |
urusanku. “Tapi satu hal kau boleh tahu.” “Apa?" “Orang itu | 19 % |
k.” “Aku tidak mau menembak orang yang tidak bersalah." “Itu |
bukan |
urusanmu, tahun lalu kamu menembak ribuan orang yang tidak b | 85 % |
mua itu merupakan alasan yang cukup untuk membunuhnya.” “Itu |
bukan |
urusanmu. Ini politik.” “Urusanku adalah leontinmu manis, ia | 91 % |
menjadi-jadi ketika mengetahui cara kematiannya. Biar saja. |
bukankah |
ia seorang pengkhianat bangsa dan negara? Ia pantas mendapat | 54 % |
-orang penting. Malam cerah dan langit penuh bintang. Bahkan |
bulan |
pun sedang purnama. Kuletakkan senapanku karena pegal. Aku b | 33 % |
ng itu. Ada beberapa kerumunan. Di telingaku juga berdentang |
bunyi |
gelas dan piring. Ia mungkin di belakang orkes, dekat meja p | 65 % |
elalu buruk. Sunyi sekali rasanya kamar hotel ini. Aku ingin |
buru-buru |
menembak sasaranku, lantas pulang dan minum segelas bir. “He | 35 % |
a! Kamu jangan main gila.” selendang sutra tanda mata darimu |
busyet! |
Lagu keroncong itu lagi, jelas sekali di telingaku. Pasti ia | 64 % |
gan pakaian malam yang anggun. Ada yang punggungnya terbuka. |
cantik |
sekali. Aku tak mengira seorang wanita akan terlibat dalam p | 16 % |
wajah-wajah berlemak, klimis, dan gemerlapan. Wanita-wanita |
cantik |
terpaksa kulewati begitu saja. Dan, nah, itu dia, seorang le | 44 % |
enam ia kucari di antara kerumunan orang banyak. Wajah-wajah |
cantik |
silih berganti mengisi teleskopku. Aku harus memancing dia b | 62 % |
ni, dan tangis itu akan makin menjadi-jadi ketika mengetahui |
cara |
kematiannya. Biar saja. Bukankah ia seorang pengkhianat bang | 53 % |
n orang yang tidak bersalah.” “Itu urusanku sendiri, katakan |
cepat |
apa kesalahan orang itu!” Wanita itu tampak beranjak akan la | 86 % |
hotel di tepi pantai ini dihadiri orang-orang penting. Malam |
cerah |
dan langit penuh bintang. Bahkan bulan pun sedang purnama. K | 33 % |
li pada sasaran. Lelaki setengah tua itu sedang mendengarkan |
cerita |
seseorang di hadapannya dengan sabar. Orang yang bercerita i | 73 % |
“Bagaimana? Sekarang?” “Aku bilang tunggu perintah!” Sialan |
cewek |
itu, berani benar membentak-bentak seorang pembunuh bayaran. | 60 % |
i.” “Omong kosong! Kamu tak tahu di mana aku.” “Kamu memakai |
cheongsam |
dengan belahan di paha, kamu ada di belakang orkes.” Dan kul | 83 % |
ak.” “Aku ingin tahu, apakah semua itu merupakan alasan yang |
cukup |
untuk membunuhnya.” “Itu bukan urusanmu. Ini politik.” “Urus | 91 % |
u meneliti mereka satu per satu. Beberapa di antaranya jelas |
cuma |
pegawai perusahaan catering. Ada satu wanita bertampang jura | 67 % |
rkes. Kucari-cari sekitar orkes. Teleskopku sempat mampir di |
dada |
penyanyi keroncong yang membusung itu. Ada beberapa kerumuna | 65 % |
yi dalam leontin kalungnya. Leontin yang indah, terpajang di |
dadanya |
yang tipis. “Apa?” tanyaku lagi, karena ingin meyakinkan, me | 71 % |
ada teleskop itu terus saja bergerak. Sesekali berhenti pada |
dahi |
seseorang, dan mengikutinya. Kalau kutekankan telunjukku, ta | 6 % |
an mengikutinya. Kalau kutekankan telunjukku, tak pelak lagi |
dahi |
itu akan berlubang. Dan tubuh orang itu akan roboh. Bisa rob | 7 % |
Cantik sekali. Aku tak mengira seorang wanita akan terlibat |
dalam |
pembunuhan seperti ini. “Siapa sasaranku?” tanyaku minggu la | 17 % |
-talkie. Agaknya pesta kambing-guling pada tepi kolam renang |
dalam |
sebuah hotel di tepi pantai ini dihadiri orang-orang penting | 32 % |
purnama. Kuletakkan senapanku karena pegal. Aku berjalan ke |
dalam |
kamar, mengambil kacang dari meja. Kupasang televisi, tapi s | 34 % |
lagi?” “Kau tak perlu tahu, pokoknya tunggu!” “Ini tidak ada |
dalam |
perjanjian.” “Ada! Kamu jangan main gila.” selendang sutra t | 63 % |
si baju batik merah! “Tembaklah dia sekarang,” ujarnya pelan |
dalam |
headphone-ku, dan kulihat dari teleskop dia memang berkata-k | 69 % |
giwang dan berbicara padaku lewat mikrofon yang tersembunyi |
dalam |
leontin kalungnya. Leontin yang indah, terpajang di dadanya | 70 % |
anku mengarah padamu manis,” kataku dingin. “Apa-apaan ini?” |
dalam |
teleskop kulihat wajahnya mendongak ke arahku dengan kaget. | 81 % |
ng itu dengan sungguh-sungguh. Mereka bercakap sendiri, riuh |
dan |
tawa sesekali pecah dari tiap kerumunan. Tak semuanya tua me | 3 % |
terus saja bergerak. Sesekali berhenti pada dahi seseorang, |
dan |
mengikutinya. Kalau kutekankan telunjukku, tak pelak lagi da | 7 % |
tekankan telunjukku, tak pelak lagi dahi itu akan berlubang. |
dan |
tubuh orang itu akan roboh. Bisa roboh perlahan-lahan sepert | 7 % |
h perlahan-lahan seperti pohon ditebang, bisa pula tersentak |
dan |
mengacaukan kerumunan orang yang sedang tertawa-tawa itu, me | 8 % |
rgedebur sehingga airnya muncrat membasahi pakaian para tamu |
dan |
kolam renang itu segera berwarna merah karena darah dan wani | 10 % |
tamu dan kolam renang itu segera berwarna merah karena darah |
dan |
wanita-wanita berteriak: “Auuww!” Tapi aku belum menemukan o | 11 % |
ubunuh. Memang belum waktunya. Ia akan datang sebentar lagi. |
dan |
sebetulnya aku pun tak perlu terlalu repot mencarinya karena | 12 % |
l menunggu sasaran, aku mencari orang yang berbicara padaku. |
dan |
aku melihat wajah-wajah pada teleskop. Para wanita dengan pa | 15 % |
ang itu pengkhianat.” “Pengkhianat?” “Ya, pengkhianat bangsa |
dan |
negara.” Jadi, sasaranku adalah seorang pengkhianat bangsa d | 20 % |
n negara.” Jadi, sasaranku adalah seorang pengkhianat bangsa |
dan |
negara. Apakah aku termasuk pahlawan jika menembaknya? Kuger | 21 % |
-mana orang mengunyah makanan, menyeruput minuman, tersenyum |
dan |
tertawa. Ada ibu-ibu berdiri dengan kaku di samping suaminya | 29 % |
di tepi pantai ini dihadiri orang-orang penting. Malam cerah |
dan |
langit penuh bintang. Bahkan bulan pun sedang purnama. Kulet | 33 % |
l ini. Aku ingin buru-buru menembak sasaranku, lantas pulang |
dan |
minum segelas bir. “Hei, kamu masih di situ?” tiba-tiba terd | 35 % |
mbali beredar dari wajah ke wajah. Mereka masih tertawa-tawa |
dan |
tersenyum-senyum. Aku juga tersenyum. Sebentar lagi wajahmu | 40 % |
apanku ke kanan. Kulewati lagi wajah-wajah berlemak, klimis, |
dan |
gemerlapan. Wanita-wanita cantik terpaksa kulewati begitu sa | 43 % |
laki yang mamakai baju batik berwarna merah. Wajahnya tampan |
dan |
berwibawa. Ia sudah setengah umur tapi tak tampak telah uzur | 45 % |
ur. Rambutnya disisr rapi ke belakang. Ia tak banyak tertawa |
dan |
tersenyum. Orang-orang mengerumuninya dengan hormat. Ada jug | 46 % |
kah harus kulakukan sekarang?” “Nanti dulu, tunggu komando!” |
dan |
aku mengamati wajah itu. Adakah ia mempunyai firasat? Dari b | 47 % |
bicara, namun tampaknya ia harus menjawab banyak pertanyaan. |
dan |
aku merasa bahwa ia sangat hati-hati menjawab. Wajahnya menu | 49 % |
ereka akan bertangisan setelah mendengar kematian orang ini, |
dan |
tangis itu akan makin menjadi-jadi ketika mengetahui cara ke | 53 % |
matiannya. Biar saja. Bukankah ia seorang pengkhianat bangsa |
dan |
negara? Ia pantas mendapatkan hukumannya. Agak tegang juga a | 54 % |
u sendiri bahwa aku tidak membunuh orang, aku hanya membidik |
dan |
menekan pelatuk. Kutatap lagi wajah itu, rasanya begitu deka | 57 % |
beberapa kerumunan. Di telingaku juga berdentang bunyi gelas |
dan |
piring. Ia mungkin di belakang orkes, dekat meja prasmanan. | 66 % |
i belakang orkes, dekat meja prasmanan. Ada beberapa wanita, |
dan |
petugas-petugas berpakaian preman. Yang mana? Aku meneliti m | 66 % |
ta bertampang juragan. Mungkin satunya lagi. Rambutnya lurus |
dan |
hitam dengan poni menutup dahinya. Matanya menatap tajam ke | 68 % |
“Tembaklah dia sekarang,” ujarnya pelan dalam headphone-ku, |
dan |
kulihat dari teleskop dia memang berkata-kata sendiri. Rupan | 69 % |
a-kata sendiri. Rupanya betul dia. Ia mendengar lewat giwang |
dan |
berbicara padaku lewat mikrofon yang tersembunyi dalam leont | 70 % |
ah semua pembunuhan itu berlangsung. Mata rantai tanpa ujung |
dan |
pangkal. Wanita ini tentu hanya salah satu mata rantai. Kual | 72 % |
yang terlalu simetris. Peluruku akan menembus mata kirinya. |
dan |
aku menatap mata orang itu. Astaga. Benarkah dia seorang pen | 77 % |
eongsam dengan belahan di paha, kamu ada di belakang orkes.” |
dan |
kulihat wajahnya menjadi pucat. “Kamu sudah melanggar kontra | 84 % |
dilengkapi peredam. Kamu tahu tembakanku belum pernah luput, |
dan |
aku bisa segera lenyap.” Wajahnya menatap ke atas, ke arahku | 87 % |
lahannya.” “Ia pengkhianat, ia menjelek-jelekkan nama bangsa |
dan |
negara kita di luar negeri.” “Cuma itu?” “Ia meresahkan masy | 89 % |
lah leontinmu manis, ia bisa pecah berantakan oleh peluruku, |
dan |
peluru itu tak akan berhenti di situ.” Wajah itu kembali men | 92 % |
u tembak.” “Berkacamata?” “Ya.” Kuarahkan senapanku ke sana. |
dan |
aku melihat orang itu. Ia sedang bercerita dengan berapi-api | 96 % |
dengan berapi-api. Tangannya bergerak kian kemari, mengepal |
dan |
memukul-mukulkan tinjunya pada telapak tangan yang lain. Waj | 97 % |
ulkan tinjunya pada telapak tangan yang lain. Wajahnya licik |
dan |
penuh tipu daya. Sangat memuakkan. Padahal ia pun sudah tua. | 97 % |
para tamu dan kolam renang itu segera berwarna merah karena |
darah |
dan wanita-wanita berteriak: “Auuww!” Tapi aku belum menemuk | 10 % |
ngguh. Mereka bercakap sendiri, riuh dan tawa sesekali pecah |
dari |
tiap kerumunan. Tak semuanya tua memang, bahkan banyak wanit | 4 % |
udah siap, yang mana orangnya?” “Sabar dong, sebentar lagi.” |
dari |
teras lantai 7 hotel ini, aku masih mengintip lewat teleskop | 14 % |
nya bisa kukira-kira saja. “Kau tidak perlu tahu, ini bagian |
dari |
kontrak kita.” Kontrak semacam ini memang sering terjadi. Ak | 19 % |
rmasuk pahlawan jika menembaknya? Kugerakkan lagi senapanku. |
dari |
balik teleskop kuteliti orang-orang yang makin banyak saja b | 22 % |
ang tanpa diketahui rasanya menyenangkan. sepasang mata bola |
dari |
balik jendela Belum habis juga lagu keroncong itu. Rasanya l | 26 % |
an tangan bergerak-gerak ke segala penjuru. Bapak-bapak yang |
dari |
wajahnya tampak berjiwa pegawai, menyembunyikan diri dengan | 30 % |
karena pegal. Aku berjalan ke dalam kamar, mengambil kacang |
dari |
meja. Kupasang televisi, tapi segera kumatikan lagi. Acara t | 34 % |
kecil, tentu tak terlalu jelas mana yang berbaju batik merah |
dari |
lantai 7 seperti ini. Kuangkat kembali senapanku. Kucari pos | 39 % |
tip kembali lewat teleskop. Garis silang itu kembali beredar |
dari |
wajah ke wajah. Mereka masih tertawa-tawa dan tersenyum-seny | 40 % |
!” Dan aku mengamati wajah itu. Adakah ia mempunyai firasat? |
dari |
balik teleskop ini, wajah-wajah memunculkan pesonanya sendir | 48 % |
dia sekarang,” ujarnya pelan dalam headphone-ku, dan kulihat |
dari |
teleskop dia memang berkata-kata sendiri. Rupanya betul dia. | 69 % |
n.” “Ada! Kamu jangan main gila.” selendang sutra tanda mata |
darimu |
Busyet! Lagu keroncong itu lagi, jelas sekali di telingaku. | 63 % |
kan orang yang mesti kubunuh. Memang belum waktunya. Ia akan |
datang |
sebentar lagi. Dan sebetulnya aku pun tak perlu terlalu repo | 11 % |
di tempat!” Aku bergegas kembali ke teras. “Bagaimana? Sudah |
datang |
orangnya?” “Dia memakai baju batik merah, kebetulan satu-sat | 37 % |
di bawah daguku. “Dia di sudut kolam renang sebelah selatan, |
dekat |
payung hijau.” Kugeserkan senapanku ke kanan. Kulewati lagi | 43 % |
cong itu lagi, jelas sekali di telingaku. Pasti ia berada di |
dekat |
orkes. Kucari-cari sekitar orkes. Teleskopku sempat mampir d | 64 % |
entang bunyi gelas dan piring. Ia mungkin di belakang orkes, |
dekat |
meja prasmanan. Ada beberapa wanita, dan petugas-petugas ber | 66 % |
pi tampaknya tak banyak yang mendengarkan lagu keroncong itu |
dengan |
sungguh-sungguh. Mereka bercakap sendiri, riuh dan tawa sese | 3 % |
lebih menarik lagi kalau tubuh itu terpental ke kolam renang |
dengan |
suara bergedebur sehingga airnya muncrat membasahi pakaian p | 10 % |
daku. Dan aku melihat wajah-wajah pada teleskop. Para wanita |
dengan |
pakaian malam yang anggun. Ada yang punggungnya terbuka. Can | 16 % |
uga orang-orang di bawah sana, aku tak perlu mendengarkannya |
dengan |
sungguh-sungguh. Musik keroncong sekarang ini seperti benda | 27 % |
nyeruput minuman, tersenyum dan tertawa. Ada ibu-ibu berdiri |
dengan |
kaku di samping suaminya yang sibuk bicara dengan tangan ber | 29 % |
bu berdiri dengan kaku di samping suaminya yang sibuk bicara |
dengan |
tangan bergerak-gerak ke segala penjuru. Bapak-bapak yang da | 30 % |
ng dari wajahnya tampak berjiwa pegawai, menyembunyikan diri |
dengan |
sopan, tapi makan banyak-banyak. Tampak pula petugas berpaka | 31 % |
tak banyak tertawa dan tersenyum. Orang-orang mengerumuninya |
dengan |
hormat. Ada juga yang berwajah menjilat. Garis silang pada t | 46 % |
-wajah memunculkan pesonanya sendiri, yang berbeda dibanding |
dengan |
bila kita berhadapan langsung dengan orangnya. Ia tak banyak | 48 % |
yang berbeda dibanding dengan bila kita berhadapan langsung |
dengan |
orangnya. Ia tak banyak bicara, namun tampaknya ia harus men | 49 % |
ajah itu, rasanya begitu dekat, bahkan pori-porinya terlihat |
dengan |
jelas. Aku bagaikan menatap bayang-bayang takdir. Siapakah s | 58 % |
. Tanganku tiba-tiba bergerak sendiri menggeser senapan itu. |
dengan |
indra keenam ia kucari di antara kerumunan orang banyak. Waj | 61 % |
ang juragan. Mungkin satunya lagi. Rambutnya lurus dan hitam |
dengan |
poni menutup dahinya. Matanya menatap tajam ke arah si baju | 68 % |
h tua itu sedang mendengarkan cerita seseorang di hadapannya |
dengan |
sabar. Orang yang bercerita itu tampak berapi-api, namun lel | 74 % |
an ini?” Dalam teleskop kulihat wajahnya mendongak ke arahku |
dengan |
kaget. “Katakan padaku,” kataku lagi, “apa kesalahan orang i | 82 % |
kosong! Kamu tak tahu di mana aku.” “Kamu memakai cheongsam |
dengan |
belahan di paha, kamu ada di belakang orkes.” Dan kulihat wa | 83 % |
kita di luar negeri.” “Cuma itu?” “Ia meresahkan masyarakat |
dengan |
pernyataan-pernyataan yang tidak benar.” “Lantas?” “Kamu mau | 90 % |
akan berhenti di situ.” Wajah itu kembali menatap ke arahku |
dengan |
pandang menghiba. “Jangan tembak aku! Aku tidak tahu apa-apa | 92 % |
anku ke sana. Dan aku melihat orang itu. Ia sedang bercerita |
dengan |
berapi-api. Tangannya bergerak kian kemari, mengepal dan mem | 96 % |
a-galanya.” “Dua....” Hmm, alangkah gugupnya dia. “Ia ada di |
depan |
orang yang harus kamu tembak.” “Berkacamata?” “Ya.” Kuarahka | 95 % |
Keroncong Pembunuhan Oleh: Seno Gumira Ajidarma hampir malam |
di |
Yogya ketika keretaku tiba Lagu keroncong membuatku ngantuk, | 0 % |
t mereka terkenang-kenang akan masa lalunya. Mereka terserak |
di |
bawah sana, di sekitar kolam renang, tapi tampaknya tak bany | 2 % |
ang-kenang akan masa lalunya. Mereka terserak di bawah sana, |
di |
sekitar kolam renang, tapi tampaknya tak banyak yang mendeng | 2 % |
u memperhatikan mereka satu per satu, seolah-olah aku berada |
di |
antara mereka. Sebuah pesta yang meriah. Ada kambing-guling. | 5 % |
mengintip lewat teleskop. Angin laut yang basah terasa asin |
di |
bibirku. Iseng-iseng sambil menunggu sasaran, aku mencari or | 15 % |
terasa kurang enak setiap kali aku menatap wajah orang-orang |
di |
bawah itu. Memang wajah mereka adalah wajah orang baik-baik, | 23 % |
ah wajah orang baik-baik, tapi entahlah apa yang kurang enak |
di |
sana. Apakah karena banyak yang memakai baju resmi, seragam | 24 % |
keroncong itu. Rasanya lama sekali. Seperti juga orang-orang |
di |
bawah sana, aku tak perlu mendengarkannya dengan sungguh-sun | 27 % |
senimannya kurang jenius untuk membuatnya lebih berkembang. |
di |
manakah wanita yang bersuara lembut itu? Di mana-mana orang | 28 % |
ebih berkembang. Di manakah wanita yang bersuara lembut itu? |
di |
mana-mana orang mengunyah makanan, menyeruput minuman, terse | 29 % |
uman, tersenyum dan tertawa. Ada ibu-ibu berdiri dengan kaku |
di |
samping suaminya yang sibuk bicara dengan tangan bergerak-ge | 30 % |
sta kambing-guling pada tepi kolam renang dalam sebuah hotel |
di |
tepi pantai ini dihadiri orang-orang penting. Malam cerah da | 32 % |
ranku, lantas pulang dan minum segelas bir. “Hei, kamu masih |
di |
situ?” tiba-tiba terdengar lagi suara itu. “Ya, kenapa?” “Ja | 36 % |
ra itu. “Ya, kenapa?” “Jangan main-main! Aku tahu kamu tidak |
di |
tempat!” Aku bergegas kembali ke teras. “Bagaimana? Sudah da | 36 % |
memakai baju batik merah, kebetulan satu-satunya yang merah |
di |
sini, jadi enak untuk kamu.” Kulihat ke bawah, mereka sepert | 37 % |
k. “Di sebelah mana dia?” tanyaku lewat mike yang tergantung |
di |
bawah daguku. “Dia di sudut kolam renang sebelah selatan, de | 42 % |
a?” tanyaku lewat mike yang tergantung di bawah daguku. “Dia |
di |
sudut kolam renang sebelah selatan, dekat payung hijau.” Kug | 42 % |
rwajah menjilat. Garis silang pada teleskopku berhenti tepat |
di |
antara kedua matanya. “Apakah harus kulakukan sekarang?” “Na | 47 % |
terjadi kalau ia kutembak mati? Aku teringat kematian Ninoy |
di |
Filipina…. Tapi aku tidak tahu politik. Jadi, sambil menatap | 51 % |
sendiri menggeser senapan itu. Dengan indra keenam ia kucari |
di |
antara kerumunan orang banyak. Wajah-wajah cantik silih berg | 61 % |
da mata darimu Busyet! Lagu keroncong itu lagi, jelas sekali |
di |
telingaku. Pasti ia berada di dekat orkes. Kucari-cari sekit | 64 % |
roncong itu lagi, jelas sekali di telingaku. Pasti ia berada |
di |
dekat orkes. Kucari-cari sekitar orkes. Teleskopku sempat ma | 64 % |
t orkes. Kucari-cari sekitar orkes. Teleskopku sempat mampir |
di |
dada penyanyi keroncong yang membusung itu. Ada beberapa ker | 65 % |
nyanyi keroncong yang membusung itu. Ada beberapa kerumunan. |
di |
telingaku juga berdentang bunyi gelas dan piring. Ia mungkin | 65 % |
telingaku juga berdentang bunyi gelas dan piring. Ia mungkin |
di |
belakang orkes, dekat meja prasmanan. Ada beberapa wanita, d | 66 % |
eman. Yang mana? Aku meneliti mereka satu per satu. Beberapa |
di |
antaranya jelas cuma pegawai perusahaan catering. Ada satu w | 67 % |
bunyi dalam leontin kalungnya. Leontin yang indah, terpajang |
di |
dadanya yang tipis. “Apa?” tanyaku lagi, karena ingin meyaki | 71 % |
Lelaki setengah tua itu sedang mendengarkan cerita seseorang |
di |
hadapannya dengan sabar. Orang yang bercerita itu tampak ber | 73 % |
ru kamu yang bisa segera mati.” “Omong kosong! Kamu tak tahu |
di |
mana aku.” “Kamu memakai cheongsam dengan belahan di paha, k | 83 % |
ak tahu di mana aku.” “Kamu memakai cheongsam dengan belahan |
di |
paha, kamu ada di belakang orkes.” Dan kulihat wajahnya menj | 84 % |
u.” “Kamu memakai cheongsam dengan belahan di paha, kamu ada |
di |
belakang orkes.” Dan kulihat wajahnya menjadi pucat. “Kamu s | 84 % |
engkhianat, ia menjelek-jelekkan nama bangsa dan negara kita |
di |
luar negeri.” “Cuma itu?” “Ia meresahkan masyarakat dengan p | 89 % |
h berantakan oleh peluruku, dan peluru itu tak akan berhenti |
di |
situ.” Wajah itu kembali menatap ke arahku dengan pandang me | 92 % |
gala-galanya.” “Dua....” Hmm, alangkah gugupnya dia. “Ia ada |
di |
depan orang yang harus kamu tembak.” “Berkacamata?” “Ya.” Ku | 95 % |
Kubidikkan garis silang teleskopku ke jantungnya, sementara |
di |
telingaku mengiang suara penyanyi itu, yang memulai lagi seb | 98 % |
seperti ini. “Siapa sasaranku?” tanyaku minggu lalu, ketika |
dia |
memesan penembakan ini. Dilakukan lewat telepon seperti itu, | 17 % |
antik silih berganti mengisi teleskopku. Aku harus memancing |
dia |
bicara. “Tunggu perintah apa lagi?” “Kau tak perlu tahu, pok | 62 % |
atanya menatap tajam ke arah si baju batik merah! “Tembaklah |
dia |
sekarang,” ujarnya pelan dalam headphone-ku, dan kulihat dar | 69 % |
ujarnya pelan dalam headphone-ku, dan kulihat dari teleskop |
dia |
memang berkata-kata sendiri. Rupanya betul dia. Ia mendengar | 69 % |
tipis. “Apa?” tanyaku lagi, karena ingin meyakinkan, memang |
dia |
orangnya. “Tembak sekarang!” Jadi seperti inilah semua pembu | 71 % |
ta kirinya. Dan aku menatap mata orang itu. Astaga. Benarkah |
dia |
seorang pengkhianat? “Kau tidak keliru? Benarkah ia seorang | 78 % |
ana? Kenapa tidak diadili saja?” “Apa urusanmu tolol? Tembak |
dia |
sekarang, atau kontrak kubatalkan!” Perasaan aneh tiba-tiba | 80 % |
kan padaku,” kataku lagi, “apa kesalahan orang itu?” “Tembak |
dia |
sekarang tolol, atau kamu akan mati!” “Justru kamu yang bisa | 82 % |
at yang bagaimana? “Pengkhianat yang bagaimana? Kenapa tidak |
diadili |
saja?” “Apa urusanmu tolol? Tembak dia sekarang, atau kontra | 79 % |
ini, wajah-wajah memunculkan pesonanya sendiri, yang berbeda |
dibanding |
dengan bila kita berhadapan langsung dengan orangnya. Ia tak | 48 % |
sedang tertawa-tawa itu, menumpahkan gelas pada nampang yang |
dibawa |
pelayan. Tentu lebih menarik lagi kalau tubuh itu terpental | 9 % |
ontrak kita.” Kontrak semacam ini memang sering terjadi. Aku |
dibayar |
untuk menembak, siapa yang jadi sasaran bukan urusanku. “Tap | 19 % |
kerja berdasarkan kontrak. Tidak bisa seenaknya sendiri. Aku |
dibayar |
untuk mengarahkan garis silang teleskop senapanku pada tempa | 55 % |
pada tepi kolam renang dalam sebuah hotel di tepi pantai ini |
dihadiri |
orang-orang penting. Malam cerah dan langit penuh bintang. B | 32 % |
an. Kuedarkan lagi senapanku. Mengintip kelakuan orang tanpa |
diketahui |
rasanya menyenangkan. sepasang mata bola dari balik jendela | 26 % |
ku?” tanyaku minggu lalu, ketika dia memesan penembakan ini. |
dilakukan |
lewat telepon seperti itu, tentu wajahnya hanya bisa kukira- | 18 % |
ada seorang pun yang akan tahu siapa menembakmu. Senapan ini |
dilengkapi |
peredam. Kamu tahu tembakanku belum pernah luput, dan aku bi | 87 % |
ak yang dari wajahnya tampak berjiwa pegawai, menyembunyikan |
diri |
dengan sopan, tapi makan banyak-banyak. Tampak pula petugas | 31 % |
itu tampak berapi-api, namun lelaki itu kelihatannya menahan |
diri |
untuk tidak ikut terbakar. Ia mengangguk-angguk sambil mencu | 74 % |
ntuk kemudian menekan pelatuknya. Aku selalu mengatakan pada |
diriku |
sendiri bahwa aku tidak membunuh orang, aku hanya membidik d | 57 % |
Ia sudah setengah umur tapi tak tampak telah uzur. Rambutnya |
disisr |
rapi ke belakang. Ia tak banyak tertawa dan tersenyum. Orang | 45 % |
akin banyak saja berdatangan. Ada sesuatu yang terasa kurang |
enak |
setiap kali aku menatap wajah orang-orang di bawah itu. Mema | 22 % |
adalah wajah orang baik-baik, tapi entahlah apa yang kurang |
enak |
di sana. Apakah karena banyak yang memakai baju resmi, serag | 24 % |
batik merah, kebetulan satu-satunya yang merah di sini, jadi |
enak |
untuk kamu.” Kulihat ke bawah, mereka seperti kerumunan makh | 38 % |
itu. Memang wajah mereka adalah wajah orang baik-baik, tapi |
entahlah |
apa yang kurang enak di sana. Apakah karena banyak yang mema | 23 % |
mereka terkenang-kenang akan masa lalunya. Inilah keroncong |
fantasiii |
100 % | |
mereka. Sebuah pesta yang meriah. Ada kambing-guling. Hmmm… |
garis |
silang pada teleskop itu terus saja bergerak. Sesekali berhe | 6 % |
ambil mengunyah kacang aku mengintip kembali lewat teleskop. |
garis |
silang itu kembali beredar dari wajah ke wajah. Mereka masih | 40 % |
ngerumuninya dengan hormat. Ada juga yang berwajah menjilat. |
garis |
silang pada teleskopku berhenti tepat di antara kedua matany | 46 % |
Tidak bisa seenaknya sendiri. Aku dibayar untuk mengarahkan |
garis |
silang teleskop senapanku pada tempat yang paling mematikan, | 56 % |
k. Satu tekanan telunjuk akan mengakhiri riwayat lelaki itu. |
garis |
silang pada teleskop kugeser agak ke samping, supaya lubang | 76 % |
daya. Sangat memuakkan. Padahal ia pun sudah tua. Kubidikkan |
garis |
silang teleskopku ke jantungnya, sementara di telingaku meng | 98 % |
an kerumunan orang yang sedang tertawa-tawa itu, menumpahkan |
gelas |
pada nampang yang dibawa pelayan. Tentu lebih menarik lagi k | 9 % |
. Ada beberapa kerumunan. Di telingaku juga berdentang bunyi |
gelas |
dan piring. Ia mungkin di belakang orkes, dekat meja prasman | 65 % |
berkata-kata sendiri. Rupanya betul dia. Ia mendengar lewat |
giwang |
dan berbicara padaku lewat mikrofon yang tersembunyi dalam l | 70 % |
gila, kamu merusak segala-galanya.” “Dua....” Hmm, alangkah |
gugupnya |
dia. “Ia ada di depan orang yang harus kamu tembak.” “Berkac | 95 % |
Keroncong Pembunuhan Oleh: Seno |
gumira |
Ajidarma hampir malam di Yogya ketika keretaku tiba Lagu ker | 0 % |
ya menyenangkan. sepasang mata bola dari balik jendela Belum |
habis |
juga lagu keroncong itu. Rasanya lama sekali. Seperti juga o | 26 % |
aki setengah tua itu sedang mendengarkan cerita seseorang di |
hadapannya |
dengan sabar. Orang yang bercerita itu tampak berapi-api, na | 73 % |
menembak, siapa yang jadi sasaran bukan urusanku. “Tapi satu |
hal |
kau boleh tahu.” “Apa?" “Orang itu pengkhianat.” “Pengkhiana | 20 % |
Keroncong Pembunuhan Oleh: Seno Gumira Ajidarma |
hampir |
malam di Yogya ketika keretaku tiba Lagu keroncong membuatku | 0 % |
kan ini. Dilakukan lewat telepon seperti itu, tentu wajahnya |
hanya |
bisa kukira-kira saja. “Kau tidak perlu tahu, ini bagian dar | 18 % |
ketakutan tanpa tahu malu. Tapi aku tidak melakukan itu. Aku |
hanya |
bekerja berdasarkan kontrak. “Di sebelah mana dia?” tanyaku | 41 % |
akan pada diriku sendiri bahwa aku tidak membunuh orang, aku |
hanya |
membidik dan menekan pelatuk. Kutatap lagi wajah itu, rasany | 57 % |
gsung. Mata rantai tanpa ujung dan pangkal. Wanita ini tentu |
hanya |
salah satu mata rantai. Kualihkan senapanku kembali pada sas | 72 % |
tiba Lagu keroncong membuatku ngantuk, padahal malam ini aku |
harus |
membunuh seseorang. Orang-orang tua memang menyukai lagu ker | 1 % |
a teleskopku berhenti tepat di antara kedua matanya. “Apakah |
harus |
kulakukan sekarang?” “Nanti dulu, tunggu komando!” Dan aku m | 47 % |
ng dengan orangnya. Ia tak banyak bicara, namun tampaknya ia |
harus |
menjawab banyak pertanyaan. Dan aku merasa bahwa ia sangat h | 49 % |
k. Wajah-wajah cantik silih berganti mengisi teleskopku. Aku |
harus |
memancing dia bicara. “Tunggu perintah apa lagi?” “Kau tak p | 62 % |
...” Hmm, alangkah gugupnya dia. “Ia ada di depan orang yang |
harus |
kamu tembak.” “Berkacamata?” “Ya.” Kuarahkan senapanku ke sa | 95 % |
s menjawab banyak pertanyaan. Dan aku merasa bahwa ia sangat |
hati-hati |
menjawab. Wajahnya menunjukkan niat bersopan santun yang tid | 50 % |
enunjukkan orangnya. “Kamu sudah siap?” terdengar suara pada |
headphone |
itu, sebuah suara yang merdu. “Dari tadi aku sudah siap, yan | 13 % |
ertampang juragan. Mungkin satunya lagi. Rambutnya lurus dan |
hitam |
dengan poni menutup dahinya. Matanya menatap tajam ke arah s | 68 % |
antara mereka. Sebuah pesta yang meriah. Ada kambing-guling. |
hmmm… |
Garis silang pada teleskop itu terus saja bergerak. Sesekali | 6 % |
orangnya?” “Sabar dong, sebentar lagi.” Dari teras lantai 7 |
hotel |
ini, aku masih mengintip lewat teleskop. Angin laut yang bas | 14 % |
nya pesta kambing-guling pada tepi kolam renang dalam sebuah |
hotel |
di tepi pantai ini dihadiri orang-orang penting. Malam cerah | 32 % |
agi. Acara televisi selalu buruk. Sunyi sekali rasanya kamar |
hotel |
ini. Aku ingin buru-buru menembak sasaranku, lantas pulang d | 35 % |
m menemukan orang yang mesti kubunuh. Memang belum waktunya. |
ia |
akan datang sebentar lagi. Dan sebetulnya aku pun tak perlu | 11 % |
ai baju batik berwarna merah. Wajahnya tampan dan berwibawa. |
ia |
sudah setengah umur tapi tak tampak telah uzur. Rambutnya di | 45 % |
pi tak tampak telah uzur. Rambutnya disisr rapi ke belakang. |
ia |
tak banyak tertawa dan tersenyum. Orang-orang mengerumuninya | 45 % |
i dulu, tunggu komando!” Dan aku mengamati wajah itu. Adakah |
ia |
mempunyai firasat? Dari balik teleskop ini, wajah-wajah memu | 48 % |
anding dengan bila kita berhadapan langsung dengan orangnya. |
ia |
tak banyak bicara, namun tampaknya ia harus menjawab banyak | 49 % |
gsung dengan orangnya. Ia tak banyak bicara, namun tampaknya |
ia |
harus menjawab banyak pertanyaan. Dan aku merasa bahwa ia sa | 49 % |
ya ia harus menjawab banyak pertanyaan. Dan aku merasa bahwa |
ia |
sangat hati-hati menjawab. Wajahnya menunjukkan niat bersopa | 50 % |
antun yang tidak menyebalkan. Apakah yang akan terjadi kalau |
ia |
kutembak mati? Aku teringat kematian Ninoy di Filipina…. Tap | 51 % |
akan berlubang itu, aku berpikir tentang yang lain. Mungkin |
ia |
punya istri, punya anak. Bahkan kupikir ia pun pantas punya | 52 % |
ang lain. Mungkin ia punya istri, punya anak. Bahkan kupikir |
ia |
pun pantas punya cucu. Mereka akan bertangisan setelah mende | 52 % |
jadi ketika mengetahui cara kematiannya. Biar saja. Bukankah |
ia |
seorang pengkhianat bangsa dan negara? Ia pantas mendapatkan | 54 % |
iar saja. Bukankah ia seorang pengkhianat bangsa dan negara? |
ia |
pantas mendapatkan hukumannya. Agak tegang juga aku menunggu | 54 % |
bergerak sendiri menggeser senapan itu. Dengan indra keenam |
ia |
kucari di antara kerumunan orang banyak. Wajah-wajah cantik | 61 % |
t! Lagu keroncong itu lagi, jelas sekali di telingaku. Pasti |
ia |
berada di dekat orkes. Kucari-cari sekitar orkes. Teleskopku | 64 % |
umunan. Di telingaku juga berdentang bunyi gelas dan piring. |
ia |
mungkin di belakang orkes, dekat meja prasmanan. Ada beberap | 66 % |
teleskop dia memang berkata-kata sendiri. Rupanya betul dia. |
ia |
mendengar lewat giwang dan berbicara padaku lewat mikrofon y | 70 % |
aki itu kelihatannya menahan diri untuk tidak ikut terbakar. |
ia |
mengangguk-angguk sambil mencuri pandang ke sekelilingnya. S | 75 % |
enarkah dia seorang pengkhianat? “Kau tidak keliru? Benarkah |
ia |
seorang pengkhianat?” “Tidak usah tanya-tanya, tembak sekara | 78 % |
segera lenyap.” Wajahnya menatap ke atas, ke arahku. Kulihat |
ia |
berkeringat dingin. Gelisah. “Apa maumu?” “Katakan kesalahan | 88 % |
lisah. “Apa maumu?” “Katakan kesalahannya.” “Ia pengkhianat, |
ia |
menjelek-jelekkan nama bangsa dan negara kita di luar negeri | 89 % |
an urusanmu. Ini politik.” “Urusanku adalah leontinmu manis, |
ia |
bisa pecah berantakan oleh peluruku, dan peluru itu tak akan | 91 % |
Ya.” Kuarahkan senapanku ke sana. Dan aku melihat orang itu. |
ia |
sedang bercerita dengan berapi-api. Tangannya bergerak kian | 96 % |
ajahnya licik dan penuh tipu daya. Sangat memuakkan. Padahal |
ia |
pun sudah tua. Kubidikkan garis silang teleskopku ke jantung | 98 % |
nyah makanan, menyeruput minuman, tersenyum dan tertawa. Ada |
ibu-ibu |
berdiri dengan kaku di samping suaminya yang sibuk bicara de | 29 % |
-api, namun lelaki itu kelihatannya menahan diri untuk tidak |
ikut |
terbakar. Ia mengangguk-angguk sambil mencuri pandang ke sek | 74 % |
nku tiba-tiba bergerak sendiri menggeser senapan itu. Dengan |
indra |
keenam ia kucari di antara kerumunan orang banyak. Wajah-waj | 61 % |
visi selalu buruk. Sunyi sekali rasanya kamar hotel ini. Aku |
ingin |
buru-buru menembak sasaranku, lantas pulang dan minum segela | 35 % |
terpajang di dadanya yang tipis. “Apa?” tanyaku lagi, karena |
ingin |
meyakinkan, memang dia orangnya. “Tembak sekarang!” Jadi sep | 71 % |
enar.” “Lantas?” “Kamu mau apa? Aku tidak tahu banyak.” “Aku |
ingin |
tahu, apakah semua itu merupakan alasan yang cukup untuk mem | 90 % |
eretaku tiba Lagu keroncong membuatku ngantuk, padahal malam |
ini |
aku harus membunuh seseorang. Orang-orang tua memang menyuka | 1 % |
h seseorang. Orang-orang tua memang menyukai lagu keroncong, |
ini |
membuat mereka terkenang-kenang akan masa lalunya. Mereka te | 2 % |
wajahnya hanya bisa kukira-kira saja. “Kau tidak perlu tahu, |
ini |
bagian dari kontrak kita.” Kontrak semacam ini memang sering | 19 % |
k perlu tahu, ini bagian dari kontrak kita.” Kontrak semacam |
ini |
memang sering terjadi. Aku dibayar untuk menembak, siapa yan | 19 % |
sungguh mati, aku akan sangat berbahagia kalau korbanku kali |
ini |
adalah seseorang yang memuakkan. Kuedarkan lagi senapanku. M | 25 % |
engarkannya dengan sungguh-sungguh. Musik keroncong sekarang |
ini |
seperti benda museum, para senimannya kurang jenius untuk me | 28 % |
ing pada tepi kolam renang dalam sebuah hotel di tepi pantai |
ini |
dihadiri orang-orang penting. Malam cerah dan langit penuh b | 32 % |
itu berlangsung. Mata rantai tanpa ujung dan pangkal. Wanita |
ini |
tentu hanya salah satu mata rantai. Kualihkan senapanku kemb | 72 % |
tak ada seorang pun yang akan tahu siapa menembakmu. Senapan |
ini |
dilengkapi peredam. Kamu tahu tembakanku belum pernah luput, | 87 % |
n alasan yang cukup untuk membunuhnya.” “Itu bukan urusanmu. |
ini |
politik.” “Urusanku adalah leontinmu manis, ia bisa pecah be | 91 % |
lagi sebuah lagu keroncong, lagu kesenangan orang-orang tua. |
ini |
memang akan membuat mereka terkenang-kenang akan masa lalunya. Inilah keroncong fantasiii | 99 % |
kinkan, memang dia orangnya. “Tembak sekarang!” Jadi seperti |
inilah |
semua pembunuhan itu berlangsung. Mata rantai tanpa ujung da | 72 % |
mang akan membuat mereka terkenang-kenang akan masa lalunya. |
inilah |
keroncong fantasiii | 100 % |
ewat teleskop. Angin laut yang basah terasa asin di bibirku. |
iseng-iseng |
sambil menunggu sasaran, aku mencari orang yang berbicara pa | 15 % |
, tapi tampaknya tak banyak yang mendengarkan lagu keroncong |
itu |
dengan sungguh-sungguh. Mereka bercakap sendiri, riuh dan ta | 3 % |
meriah. Ada kambing-guling. Hmmm… Garis silang pada teleskop |
itu |
terus saja bergerak. Sesekali berhenti pada dahi seseorang, | 6 % |
ngikutinya. Kalau kutekankan telunjukku, tak pelak lagi dahi |
itu |
akan berlubang. Dan tubuh orang itu akan roboh. Bisa roboh p | 7 % |
kku, tak pelak lagi dahi itu akan berlubang. Dan tubuh orang |
itu |
akan roboh. Bisa roboh perlahan-lahan seperti pohon ditebang | 7 % |
ng yang dibawa pelayan. Tentu lebih menarik lagi kalau tubuh |
itu |
terpental ke kolam renang dengan suara bergedebur sehingga a | 9 % |
airnya muncrat membasahi pakaian para tamu dan kolam renang |
itu |
segera berwarna merah karena darah dan wanita-wanita berteri | 10 % |
ukan urusanku. “Tapi satu hal kau boleh tahu.” “Apa?" “Orang |
itu |
pengkhianat.” “Pengkhianat?” “Ya, pengkhianat bangsa dan neg | 20 % |
ah kacang aku mengintip kembali lewat teleskop. Garis silang |
itu |
kembali beredar dari wajah ke wajah. Mereka masih tertawa-ta | 40 % |
anita-wanita cantik terpaksa kulewati begitu saja. Dan, nah, |
itu |
dia, seorang lelaki yang mamakai baju batik berwarna merah. | 44 % |
bertangisan setelah mendengar kematian orang ini, dan tangis |
itu |
akan makin menjadi-jadi ketika mengetahui cara kematiannya. | 53 % |
ng menghentikan kehidupan orang itu, akukah atau Kamu? Orang |
itu |
tak sadar sama sekali kalau malaikan maut telah mengelus-elu | 59 % |
a.” selendang sutra tanda mata darimu Busyet! Lagu keroncong |
itu |
lagi, jelas sekali di telingaku. Pasti ia berada di dekat or | 64 % |
nya. “Tembak sekarang!” Jadi seperti inilah semua pembunuhan |
itu |
berlangsung. Mata rantai tanpa ujung dan pangkal. Wanita ini | 72 % |
ualihkan senapanku kembali pada sasaran. Lelaki setengah tua |
itu |
sedang mendengarkan cerita seseorang di hadapannya dengan sa | 73 % |
a seseorang di hadapannya dengan sabar. Orang yang bercerita |
itu |
tampak berapi-api, namun lelaki itu kelihatannya menahan dir | 74 % |
ar. Orang yang bercerita itu tampak berapi-api, namun lelaki |
itu |
kelihatannya menahan diri untuk tidak ikut terbakar. Ia meng | 74 % |
anku sendiri, katakan cepat apa kesalahan orang itu!” Wanita |
itu |
tampak beranjak akan lari. “Jangan lari, tak ada gunanya, ta | 86 % |
u apa? Aku tidak tahu banyak.” “Aku ingin tahu, apakah semua |
itu |
merupakan alasan yang cukup untuk membunuhnya.” “Itu bukan u | 91 % |
mu manis, ia bisa pecah berantakan oleh peluruku, dan peluru |
itu |
tak akan berhenti di situ.” Wajah itu kembali menatap ke ara | 92 % |
h peluruku, dan peluru itu tak akan berhenti di situ.” Wajah |
itu |
kembali menatap ke arahku dengan pandang menghiba. “Jangan t | 92 % |
h.” “Itu urusanku sendiri, katakan cepat apa kesalahan orang |
itu!” |
Wanita itu tampak beranjak akan lari. “Jangan lari, tak ada | 86 % |
, tapi tampaknya tak banyak yang mendengarkan lagu keroncong |
itu |
dengan sungguh-sungguh. Mereka bercakap sendiri, riuh dan ta | 3 % |
meriah. Ada kambing-guling. Hmmm… Garis silang pada teleskop |
itu |
terus saja bergerak. Sesekali berhenti pada dahi seseorang, | 6 % |
ngikutinya. Kalau kutekankan telunjukku, tak pelak lagi dahi |
itu |
akan berlubang. Dan tubuh orang itu akan roboh. Bisa roboh p | 7 % |
kku, tak pelak lagi dahi itu akan berlubang. Dan tubuh orang |
itu |
akan roboh. Bisa roboh perlahan-lahan seperti pohon ditebang | 7 % |
ng yang dibawa pelayan. Tentu lebih menarik lagi kalau tubuh |
itu |
terpental ke kolam renang dengan suara bergedebur sehingga a | 9 % |
airnya muncrat membasahi pakaian para tamu dan kolam renang |
itu |
segera berwarna merah karena darah dan wanita-wanita berteri | 10 % |
ukan urusanku. “Tapi satu hal kau boleh tahu.” “Apa?" “Orang |
itu |
pengkhianat.” “Pengkhianat?” “Ya, pengkhianat bangsa dan neg | 20 % |
ah kacang aku mengintip kembali lewat teleskop. Garis silang |
itu |
kembali beredar dari wajah ke wajah. Mereka masih tertawa-ta | 40 % |
anita-wanita cantik terpaksa kulewati begitu saja. Dan, nah, |
itu |
dia, seorang lelaki yang mamakai baju batik berwarna merah. | 44 % |
bertangisan setelah mendengar kematian orang ini, dan tangis |
itu |
akan makin menjadi-jadi ketika mengetahui cara kematiannya. | 53 % |
ng menghentikan kehidupan orang itu, akukah atau Kamu? Orang |
itu |
tak sadar sama sekali kalau malaikan maut telah mengelus-elu | 59 % |
a.” selendang sutra tanda mata darimu Busyet! Lagu keroncong |
itu |
lagi, jelas sekali di telingaku. Pasti ia berada di dekat or | 64 % |
nya. “Tembak sekarang!” Jadi seperti inilah semua pembunuhan |
itu |
berlangsung. Mata rantai tanpa ujung dan pangkal. Wanita ini | 72 % |
ualihkan senapanku kembali pada sasaran. Lelaki setengah tua |
itu |
sedang mendengarkan cerita seseorang di hadapannya dengan sa | 73 % |
a seseorang di hadapannya dengan sabar. Orang yang bercerita |
itu |
tampak berapi-api, namun lelaki itu kelihatannya menahan dir | 74 % |
ar. Orang yang bercerita itu tampak berapi-api, namun lelaki |
itu |
kelihatannya menahan diri untuk tidak ikut terbakar. Ia meng | 74 % |
anku sendiri, katakan cepat apa kesalahan orang itu!” Wanita |
itu |
tampak beranjak akan lari. “Jangan lari, tak ada gunanya, ta | 86 % |
u apa? Aku tidak tahu banyak.” “Aku ingin tahu, apakah semua |
itu |
merupakan alasan yang cukup untuk membunuhnya.” “Itu bukan u | 91 % |
mu manis, ia bisa pecah berantakan oleh peluruku, dan peluru |
itu |
tak akan berhenti di situ.” Wajah itu kembali menatap ke ara | 92 % |
h peluruku, dan peluru itu tak akan berhenti di situ.” Wajah |
itu |
kembali menatap ke arahku dengan pandang menghiba. “Jangan t | 92 % |
semuanya tua memang, bahkan banyak wanita muda. Paling tidak |
itulah |
yang menarik perhatianku. Lewat teleskop pada senapan ini, a | 4 % |
hukumannya. Agak tegang juga aku menunggu perintah menembak. |
itulah |
repotnya selalu bekerja berdasarkan kontrak. Tidak bisa seen | 55 % |
emang sering terjadi. Aku dibayar untuk menembak, siapa yang |
jadi |
sasaran bukan urusanku. “Tapi satu hal kau boleh tahu.” “Apa | 19 % |
baju batik merah, kebetulan satu-satunya yang merah di sini, |
jadi |
enak untuk kamu.” Kulihat ke bawah, mereka seperti kerumunan | 37 % |
na ingin meyakinkan, memang dia orangnya. “Tembak sekarang!” |
jadi |
seperti inilah semua pembunuhan itu berlangsung. Mata rantai | 72 % |
koknya tunggu!” “Ini tidak ada dalam perjanjian.” “Ada! Kamu |
jangan |
main gila.” selendang sutra tanda mata darimu Busyet! Lagu k | 63 % |
“Aku tidak tahu apa-apa.” “Leontinmu manis...” “Ah, jangan, |
jangan |
tembak! Please...” “Siapa?” “Aku…aku bisa celaka.” “Sekarang | 94 % |
a seperti kerumunan makhluk-makhluk kecil, tentu tak terlalu |
jelas |
mana yang berbaju batik merah dari lantai 7 seperti ini. Kua | 38 % |
ang sutra tanda mata darimu Busyet! Lagu keroncong itu lagi, |
jelas |
sekali di telingaku. Pasti ia berada di dekat orkes. Kucari- | 64 % |
na? Aku meneliti mereka satu per satu. Beberapa di antaranya |
jelas |
cuma pegawai perusahaan catering. Ada satu wanita bertampang | 67 % |
iketahui rasanya menyenangkan. sepasang mata bola dari balik |
jendela |
Belum habis juga lagu keroncong itu. Rasanya lama sekali. Se | 26 % |
ng sekarang ini seperti benda museum, para senimannya kurang |
jenius |
untuk membuatnya lebih berkembang. Di manakah wanita yang be | 28 % |
pengkhianat bangsa dan negara. Apakah aku termasuk pahlawan |
jika |
menembaknya? Kugerakkan lagi senapanku. Dari balik teleskop | 21 % |
yenangkan. sepasang mata bola dari balik jendela Belum habis |
juga |
lagu keroncong itu. Rasanya lama sekali. Seperti juga orang- | 26 % |
habis juga lagu keroncong itu. Rasanya lama sekali. Seperti |
juga |
orang-orang di bawah sana, aku tak perlu mendengarkannya den | 27 % |
e wajah. Mereka masih tertawa-tawa dan tersenyum-senyum. Aku |
juga |
tersenyum. Sebentar lagi wajahmu akan ketakutan tanpa tahu m | 41 % |
dan tersenyum. Orang-orang mengerumuninya dengan hormat. Ada |
juga |
yang berwajah menjilat. Garis silang pada teleskopku berhent | 46 % |
sa dan negara? Ia pantas mendapatkan hukumannya. Agak tegang |
juga |
aku menunggu perintah menembak. Itulah repotnya selalu beker | 54 % |
ong yang membusung itu. Ada beberapa kerumunan. Di telingaku |
juga |
berdentang bunyi gelas dan piring. Ia mungkin di belakang or | 65 % |
napanku karena pegal. Aku berjalan ke dalam kamar, mengambil |
kacang |
dari meja. Kupasang televisi, tapi segera kumatikan lagi. Ac | 34 % |
kembali senapanku. Kucari posisi yang enak. Sambil mengunyah |
kacang |
aku mengintip kembali lewat teleskop. Garis silang itu kemba | 39 % |
t minuman, tersenyum dan tertawa. Ada ibu-ibu berdiri dengan |
kaku |
di samping suaminya yang sibuk bicara dengan tangan bergerak | 30 % |
ak. Sesekali berhenti pada dahi seseorang, dan mengikutinya. |
kalau |
kutekankan telunjukku, tak pelak lagi dahi itu akan berluban | 7 % |
s pada nampang yang dibawa pelayan. Tentu lebih menarik lagi |
kalau |
tubuh itu terpental ke kolam renang dengan suara bergedebur | 9 % |
asaanku saja. Namun sungguh mati, aku akan sangat berbahagia |
kalau |
korbanku kali ini adalah seseorang yang memuakkan. Kuedarkan | 25 % |
opan santun yang tidak menyebalkan. Apakah yang akan terjadi |
kalau |
ia kutembak mati? Aku teringat kematian Ninoy di Filipina…. | 51 % |
orang itu, akukah atau Kamu? Orang itu tak sadar sama sekali |
kalau |
malaikan maut telah mengelus-elus tengkuknya. “Bagaimana? Se | 59 % |
saja berdatangan. Ada sesuatu yang terasa kurang enak setiap |
kali |
aku menatap wajah orang-orang di bawah itu. Memang wajah mer | 23 % |
amun sungguh mati, aku akan sangat berbahagia kalau korbanku |
kali |
ini adalah seseorang yang memuakkan. Kuedarkan lagi senapank | 25 % |
ikan lagi. Acara televisi selalu buruk. Sunyi sekali rasanya |
kamar |
hotel ini. Aku ingin buru-buru menembak sasaranku, lantas pu | 35 % |
an preman mondar-mandir membawa walkie-talkie. Agaknya pesta |
kambing-guling |
pada tepi kolam renang dalam sebuah hotel di tepi pantai ini | 32 % |
nembak sasaranku, lantas pulang dan minum segelas bir. “Hei, |
kamu |
masih di situ?” tiba-tiba terdengar lagi suara itu. “Ya, ken | 35 % |
ar lagi suara itu. “Ya, kenapa?” “Jangan main-main! Aku tahu |
kamu |
tidak di tempat!” Aku bergegas kembali ke teras. “Bagaimana? | 36 % |
u, pokoknya tunggu!” “Ini tidak ada dalam perjanjian.” “Ada! |
kamu |
jangan main gila.” selendang sutra tanda mata darimu Busyet! | 63 % |
“apa kesalahan orang itu?” “Tembak dia sekarang tolol, atau |
kamu |
akan mati!” “Justru kamu yang bisa segera mati.” “Omong koso | 83 % |
?” “Tembak dia sekarang tolol, atau kamu akan mati!” “Justru |
kamu |
yang bisa segera mati.” “Omong kosong! Kamu tak tahu di mana | 83 % |
n mati!” “Justru kamu yang bisa segera mati.” “Omong kosong! |
kamu |
tak tahu di mana aku.” “Kamu memakai cheongsam dengan belaha | 83 % |
i mana aku.” “Kamu memakai cheongsam dengan belahan di paha, |
kamu |
ada di belakang orkes.” Dan kulihat wajahnya menjadi pucat. | 84 % |
orang yang tidak bersalah." “Itu bukan urusanmu, tahun lalu |
kamu |
menembak ribuan orang yang tidak bersalah.” “Itu urusanku se | 85 % |
akan tahu siapa menembakmu. Senapan ini dilengkapi peredam. |
kamu |
tahu tembakanku belum pernah luput, dan aku bisa segera leny | 87 % |
ak! Please...” “Siapa?” “Aku…aku bisa celaka.” “Sekarang pun |
kamu |
bisa celaka. Kuhitung sampai tiga. Satu…” “Kamu gila, kamu m | 94 % |
n kamu bisa celaka. Kuhitung sampai tiga. Satu…” “Kamu gila, |
kamu |
merusak segala-galanya.” “Dua....” Hmm, alangkah gugupnya di | 95 % |
mm, alangkah gugupnya dia. “Ia ada di depan orang yang harus |
kamu |
tembak.” “Berkacamata?” “Ya.” Kuarahkan senapanku ke sana. D | 95 % |
nembak sasaranku, lantas pulang dan minum segelas bir. “Hei, |
kamu |
masih di situ?” tiba-tiba terdengar lagi suara itu. “Ya, ken | 35 % |
ar lagi suara itu. “Ya, kenapa?” “Jangan main-main! Aku tahu |
kamu |
tidak di tempat!” Aku bergegas kembali ke teras. “Bagaimana? | 36 % |
u, pokoknya tunggu!” “Ini tidak ada dalam perjanjian.” “Ada! |
kamu |
jangan main gila.” selendang sutra tanda mata darimu Busyet! | 63 % |
“apa kesalahan orang itu?” “Tembak dia sekarang tolol, atau |
kamu |
akan mati!” “Justru kamu yang bisa segera mati.” “Omong koso | 83 % |
?” “Tembak dia sekarang tolol, atau kamu akan mati!” “Justru |
kamu |
yang bisa segera mati.” “Omong kosong! Kamu tak tahu di mana | 83 % |
n mati!” “Justru kamu yang bisa segera mati.” “Omong kosong! |
kamu |
tak tahu di mana aku.” “Kamu memakai cheongsam dengan belaha | 83 % |
i mana aku.” “Kamu memakai cheongsam dengan belahan di paha, |
kamu |
ada di belakang orkes.” Dan kulihat wajahnya menjadi pucat. | 84 % |
orang yang tidak bersalah." “Itu bukan urusanmu, tahun lalu |
kamu |
menembak ribuan orang yang tidak bersalah.” “Itu urusanku se | 85 % |
akan tahu siapa menembakmu. Senapan ini dilengkapi peredam. |
kamu |
tahu tembakanku belum pernah luput, dan aku bisa segera leny | 87 % |
ak! Please...” “Siapa?” “Aku…aku bisa celaka.” “Sekarang pun |
kamu |
bisa celaka. Kuhitung sampai tiga. Satu…” “Kamu gila, kamu m | 94 % |
n kamu bisa celaka. Kuhitung sampai tiga. Satu…” “Kamu gila, |
kamu |
merusak segala-galanya.” “Dua....” Hmm, alangkah gugupnya di | 95 % |
mm, alangkah gugupnya dia. “Ia ada di depan orang yang harus |
kamu |
tembak.” “Berkacamata?” “Ya.” Kuarahkan senapanku ke sana. D | 95 % |
pakaian para tamu dan kolam renang itu segera berwarna merah |
karena |
darah dan wanita-wanita berteriak: “Auuww!” Tapi aku belum m | 10 % |
i. Dan sebetulnya aku pun tak perlu terlalu repot mencarinya |
karena |
pesawat komunikasi yang terpasang pada telingaku siap menunj | 12 % |
aik-baik, tapi entahlah apa yang kurang enak di sana. Apakah |
karena |
banyak yang memakai baju resmi, seragam yang kubenci? Atauka | 24 % |
anyak yang memakai baju resmi, seragam yang kubenci? Ataukah |
karena |
perasaanku saja. Namun sungguh mati, aku akan sangat berbaha | 24 % |
ntang. Bahkan bulan pun sedang purnama. Kuletakkan senapanku |
karena |
pegal. Aku berjalan ke dalam kamar, mengambil kacang dari me | 33 % |
indah, terpajang di dadanya yang tipis. “Apa?” tanyaku lagi, |
karena |
ingin meyakinkan, memang dia orangnya. “Tembak sekarang!” Ja | 71 % |
ak ribuan orang yang tidak bersalah.” “Itu urusanku sendiri, |
katakan |
cepat apa kesalahan orang itu!” Wanita itu tampak beranjak a | 86 % |
an pada wanita itu. “Laras senapanku mengarah padamu manis,” |
kataku |
dingin. “Apa-apaan ini?” Dalam teleskop kulihat wajahnya men | 81 % |
wajahnya mendongak ke arahku dengan kaget. “Katakan padaku,” |
kataku |
lagi, “apa kesalahan orang itu?” “Tembak dia sekarang tolol, | 82 % |
mbak, siapa yang jadi sasaran bukan urusanku. “Tapi satu hal |
kau |
boleh tahu.” “Apa?" “Orang itu pengkhianat.” “Pengkhianat?” | 20 % |
ke |
roncong Pembunuhan Oleh: Seno Gumira Ajidarma hampir malam d | 0 % | |
pelayan. Tentu lebih menarik lagi kalau tubuh itu terpental |
ke |
kolam renang dengan suara bergedebur sehingga airnya muncrat | 9 % |
ping suaminya yang sibuk bicara dengan tangan bergerak-gerak |
ke |
segala penjuru. Bapak-bapak yang dari wajahnya tampak berjiw | 30 % |
ang purnama. Kuletakkan senapanku karena pegal. Aku berjalan |
ke |
dalam kamar, mengambil kacang dari meja. Kupasang televisi, | 34 % |
n-main! Aku tahu kamu tidak di tempat!” Aku bergegas kembali |
ke |
teras. “Bagaimana? Sudah datang orangnya?” “Dia memakai baju | 37 % |
u-satunya yang merah di sini, jadi enak untuk kamu.” Kulihat |
ke |
bawah, mereka seperti kerumunan makhluk-makhluk kecil, tentu | 38 % |
lewat teleskop. Garis silang itu kembali beredar dari wajah |
ke |
wajah. Mereka masih tertawa-tawa dan tersenyum-senyum. Aku j | 40 % |
g sebelah selatan, dekat payung hijau.” Kugeserkan senapanku |
ke |
kanan. Kulewati lagi wajah-wajah berlemak, klimis, dan gemer | 43 % |
engah umur tapi tak tampak telah uzur. Rambutnya disisr rapi |
ke |
belakang. Ia tak banyak tertawa dan tersenyum. Orang-orang m | 45 % |
dan hitam dengan poni menutup dahinya. Matanya menatap tajam |
ke |
arah si baju batik merah! “Tembaklah dia sekarang,” ujarnya | 68 % |
k ikut terbakar. Ia mengangguk-angguk sambil mencuri pandang |
ke |
sekelilingnya. Seperti khawatir ada yang mendengar. Aku suda | 75 % |
riwayat lelaki itu. Garis silang pada teleskop kugeser agak |
ke |
samping, supaya lubang peluru pada kepalanya tidak membuat p | 76 % |
. “Apa-apaan ini?” Dalam teleskop kulihat wajahnya mendongak |
ke |
arahku dengan kaget. “Katakan padaku,” kataku lagi, “apa kes | 82 % |
pernah luput, dan aku bisa segera lenyap.” Wajahnya menatap |
ke |
atas, ke arahku. Kulihat ia berkeringat dingin. Gelisah. “Ap | 88 % |
uput, dan aku bisa segera lenyap.” Wajahnya menatap ke atas, |
ke |
arahku. Kulihat ia berkeringat dingin. Gelisah. “Apa maumu?” | 88 % |
ru itu tak akan berhenti di situ.” Wajah itu kembali menatap |
ke |
arahku dengan pandang menghiba. “Jangan tembak aku! Aku tida | 92 % |
harus kamu tembak.” “Berkacamata?” “Ya.” Kuarahkan senapanku |
ke |
sana. Dan aku melihat orang itu. Ia sedang bercerita dengan | 96 % |
Padahal ia pun sudah tua. Kubidikkan garis silang teleskopku |
ke |
jantungnya, sementara di telingaku mengiang suara penyanyi i | 98 % |
mana? Sudah datang orangnya?” “Dia memakai baju batik merah, |
kebetulan |
satu-satunya yang merah di sini, jadi enak untuk kamu.” Kuli | 37 % |
jilat. Garis silang pada teleskopku berhenti tepat di antara |
kedua |
matanya. “Apakah harus kulakukan sekarang?” “Nanti dulu, tun | 47 % |
ba-tiba bergerak sendiri menggeser senapan itu. Dengan indra |
keenam |
ia kucari di antara kerumunan orang banyak. Wajah-wajah cant | 61 % |
bayang-bayang takdir. Siapakah sebenarnya yang menghentikan |
kehidupan |
orang itu, akukah atau Kamu? Orang itu tak sadar sama sekali | 59 % |
eseorang yang memuakkan. Kuedarkan lagi senapanku. Mengintip |
kelakuan |
orang tanpa diketahui rasanya menyenangkan. sepasang mata bo | 26 % |
Orang yang bercerita itu tampak berapi-api, namun lelaki itu |
kelihatannya |
menahan diri untuk tidak ikut terbakar. Ia mengangguk-angguk | 74 % |
pakah yang akan terjadi kalau ia kutembak mati? Aku teringat |
kematian |
Ninoy di Filipina…. Tapi aku tidak tahu politik. Jadi, sambi | 51 % |
pantas punya cucu. Mereka akan bertangisan setelah mendengar |
kematian |
orang ini, dan tangis itu akan makin menjadi-jadi ketika men | 53 % |
ngan main-main! Aku tahu kamu tidak di tempat!” Aku bergegas |
kembali |
ke teras. “Bagaimana? Sudah datang orangnya?” “Dia memakai b | 36 % |
yang berbaju batik merah dari lantai 7 seperti ini. Kuangkat |
kembali |
senapanku. Kucari posisi yang enak. Sambil mengunyah kacang | 39 % |
cari posisi yang enak. Sambil mengunyah kacang aku mengintip |
kembali |
lewat teleskop. Garis silang itu kembali beredar dari wajah | 40 % |
acang aku mengintip kembali lewat teleskop. Garis silang itu |
kembali |
beredar dari wajah ke wajah. Mereka masih tertawa-tawa dan t | 40 % |
ini tentu hanya salah satu mata rantai. Kualihkan senapanku |
kembali |
pada sasaran. Lelaki setengah tua itu sedang mendengarkan ce | 73 % |
luruku, dan peluru itu tak akan berhenti di situ.” Wajah itu |
kembali |
menatap ke arahku dengan pandang menghiba. “Jangan tembak ak | 92 % |
teleskop senapanku pada tempat yang paling mematikan, untuk |
kemudian |
menekan pelatuknya. Aku selalu mengatakan pada diriku sendir | 56 % |
ya, pengkhianat yang bagaimana? “Pengkhianat yang bagaimana? |
kenapa |
tidak diadili saja?” “Apa urusanmu tolol? Tembak dia sekaran | 79 % |
teleskop kugeser agak ke samping, supaya lubang peluru pada |
kepalanya |
tidak membuat pembagian yang terlalu simetris. Peluruku akan | 77 % |
uhan Oleh: Seno Gumira Ajidarma hampir malam di Yogya ketika |
keretaku |
tiba Lagu keroncong membuatku ngantuk, padahal malam ini aku | 1 % |
keroncong |
Pembunuhan Oleh: Seno Gumira Ajidarma hampir malam di Yogya | 0 % | |
ira Ajidarma hampir malam di Yogya ketika keretaku tiba Lagu |
keroncong |
membuatku ngantuk, padahal malam ini aku harus membunuh sese | 1 % |
lam renang, tapi tampaknya tak banyak yang mendengarkan lagu |
keroncong |
itu dengan sungguh-sungguh. Mereka bercakap sendiri, riuh da | 3 % |
sepasang mata bola dari balik jendela Belum habis juga lagu |
keroncong |
itu. Rasanya lama sekali. Seperti juga orang-orang di bawah | 26 % |
aku tak perlu mendengarkannya dengan sungguh-sungguh. Musik |
keroncong |
sekarang ini seperti benda museum, para senimannya kurang je | 27 % |
n main gila.” selendang sutra tanda mata darimu Busyet! Lagu |
keroncong |
itu lagi, jelas sekali di telingaku. Pasti ia berada di deka | 64 % |
ari sekitar orkes. Teleskopku sempat mampir di dada penyanyi |
keroncong |
yang membusung itu. Ada beberapa kerumunan. Di telingaku jug | 65 % |
an membuat mereka terkenang-kenang akan masa lalunya. Inilah |
keroncong |
fantasiii | 100 % |
seperti pohon ditebang, bisa pula tersentak dan mengacaukan |
kerumunan |
orang yang sedang tertawa-tawa itu, menumpahkan gelas pada n | 8 % |
ini, jadi enak untuk kamu.” Kulihat ke bawah, mereka seperti |
kerumunan |
makhluk-makhluk kecil, tentu tak terlalu jelas mana yang ber | 38 % |
nggeser senapan itu. Dengan indra keenam ia kucari di antara |
kerumunan |
orang banyak. Wajah-wajah cantik silih berganti mengisi tele | 61 % |
ke arahku dengan kaget. “Katakan padaku,” kataku lagi, “apa |
kesalahan |
orang itu?” “Tembak dia sekarang tolol, atau kamu akan mati! | 82 % |
ng tidak bersalah.” “Itu urusanku sendiri, katakan cepat apa |
kesalahan |
orang itu!” Wanita itu tampak beranjak akan lari. “Jangan la | 86 % |
penyanyi itu, yang memulai lagi sebuah lagu keroncong, lagu |
kesenangan |
orang-orang tua. Ini memang akan membuat mereka terkenang-ke | 99 % |
enyum-senyum. Aku juga tersenyum. Sebentar lagi wajahmu akan |
ketakutan |
tanpa tahu malu. Tapi aku tidak melakukan itu. Aku hanya bek | 41 % |
Pembunuhan Oleh: Seno Gumira Ajidarma hampir malam di Yogya |
ketika |
keretaku tiba Lagu keroncong membuatku ngantuk, padahal mala | 1 % |
bunuhan seperti ini. “Siapa sasaranku?” tanyaku minggu lalu, |
ketika |
dia memesan penembakan ini. Dilakukan lewat telepon seperti | 17 % |
r kematian orang ini, dan tangis itu akan makin menjadi-jadi |
ketika |
mengetahui cara kematiannya. Biar saja. Bukankah ia seorang | 53 % |
gguk-angguk sambil mencuri pandang ke sekelilingnya. Seperti |
khawatir |
ada yang mendengar. Aku sudah siap menembak. Satu tekanan te | 75 % |
u. Ia sedang bercerita dengan berapi-api. Tangannya bergerak |
kian |
kemari, mengepal dan memukul-mukulkan tinjunya pada telapak | 97 % |
culkan pesonanya sendiri, yang berbeda dibanding dengan bila |
kita |
berhadapan langsung dengan orangnya. Ia tak banyak bicara, n | 49 % |
“Ia pengkhianat, ia menjelek-jelekkan nama bangsa dan negara |
kita |
di luar negeri.” “Cuma itu?” “Ia meresahkan masyarakat denga | 89 % |
akan masa lalunya. Mereka terserak di bawah sana, di sekitar |
kolam |
renang, tapi tampaknya tak banyak yang mendengarkan lagu ker | 2 % |
layan. Tentu lebih menarik lagi kalau tubuh itu terpental ke |
kolam |
renang dengan suara bergedebur sehingga airnya muncrat memba | 9 % |
ebur sehingga airnya muncrat membasahi pakaian para tamu dan |
kolam |
renang itu segera berwarna merah karena darah dan wanita-wan | 10 % |
embawa walkie-talkie. Agaknya pesta kambing-guling pada tepi |
kolam |
renang dalam sebuah hotel di tepi pantai ini dihadiri orang- | 32 % |
ku lewat mike yang tergantung di bawah daguku. “Dia di sudut |
kolam |
renang sebelah selatan, dekat payung hijau.” Kugeserkan sena | 42 % |
anya. “Apakah harus kulakukan sekarang?” “Nanti dulu, tunggu |
komando!” |
Dan aku mengamati wajah itu. Adakah ia mempunyai firasat? Da | 47 % |
ya aku pun tak perlu terlalu repot mencarinya karena pesawat |
komunikasi |
yang terpasang pada telingaku siap menunjukkan orangnya. “Ka | 12 % |
isa kukira-kira saja. “Kau tidak perlu tahu, ini bagian dari |
kontrak |
kita.” Kontrak semacam ini memang sering terjadi. Aku dibaya | 19 % |
saja. “Kau tidak perlu tahu, ini bagian dari kontrak kita.” |
kontrak |
semacam ini memang sering terjadi. Aku dibayar untuk menemba | 19 % |
iadili saja?” “Apa urusanmu tolol? Tembak dia sekarang, atau |
kontrak |
kubatalkan!” Perasaan aneh tiba-tiba merasuki diriku. Aku ma | 80 % |
u saja. Namun sungguh mati, aku akan sangat berbahagia kalau |
korbanku |
kali ini adalah seseorang yang memuakkan. Kuedarkan lagi sen | 25 % |
kamu akan mati!” “Justru kamu yang bisa segera mati.” “Omong |
kosong! |
Kamu tak tahu di mana aku.” “Kamu memakai cheongsam dengan b | 83 % |
dan pangkal. Wanita ini tentu hanya salah satu mata rantai. |
kualihkan |
senapanku kembali pada sasaran. Lelaki setengah tua itu seda | 73 % |
las mana yang berbaju batik merah dari lantai 7 seperti ini. |
kuangkat |
kembali senapanku. Kucari posisi yang enak. Sambil mengunyah | 39 % |
di depan orang yang harus kamu tembak.” “Berkacamata?” “Ya.” |
kuarahkan |
senapanku ke sana. Dan aku melihat orang itu. Ia sedang berc | 96 % |
aja?” “Apa urusanmu tolol? Tembak dia sekarang, atau kontrak |
kubatalkan!” |
Perasaan aneh tiba-tiba merasuki diriku. Aku malah mengarahk | 80 % |
penuh tipu daya. Sangat memuakkan. Padahal ia pun sudah tua. |
kubidikkan |
garis silang teleskopku ke jantungnya, sementara di telingak | 98 % |
merah dari lantai 7 seperti ini. Kuangkat kembali senapanku. |
kucari |
posisi yang enak. Sambil mengunyah kacang aku mengintip kemb | 39 % |
rgerak sendiri menggeser senapan itu. Dengan indra keenam ia |
kucari |
di antara kerumunan orang banyak. Wajah-wajah cantik silih b | 61 % |
, jelas sekali di telingaku. Pasti ia berada di dekat orkes. |
kucari-cari |
sekitar orkes. Teleskopku sempat mampir di dada penyanyi ker | 64 % |
gia kalau korbanku kali ini adalah seseorang yang memuakkan. |
kuedarkan |
lagi senapanku. Mengintip kelakuan orang tanpa diketahui ras | 25 % |
a dan negara. Apakah aku termasuk pahlawan jika menembaknya? |
kugerakkan |
lagi senapanku. Dari balik teleskop kuteliti orang-orang yan | 21 % |
an mengakhiri riwayat lelaki itu. Garis silang pada teleskop |
kugeser |
agak ke samping, supaya lubang peluru pada kepalanya tidak m | 76 % |
di sudut kolam renang sebelah selatan, dekat payung hijau.” |
kugeserkan |
senapanku ke kanan. Kulewati lagi wajah-wajah berlemak, klim | 43 % |
apa?” “Aku…aku bisa celaka.” “Sekarang pun kamu bisa celaka. |
kuhitung |
sampai tiga. Satu…” “Kamu gila, kamu merusak segala-galanya. | 94 % |
lakukan lewat telepon seperti itu, tentu wajahnya hanya bisa |
kukira-kira |
saja. “Kau tidak perlu tahu, ini bagian dari kontrak kita.” | 18 % |
skopku berhenti tepat di antara kedua matanya. “Apakah harus |
kulakukan |
sekarang?” “Nanti dulu, tunggu komando!” Dan aku mengamati w | 47 % |
h dan langit penuh bintang. Bahkan bulan pun sedang purnama. |
kuletakkan |
senapanku karena pegal. Aku berjalan ke dalam kamar, mengamb | 33 % |
selatan, dekat payung hijau.” Kugeserkan senapanku ke kanan. |
kulewati |
lagi wajah-wajah berlemak, klimis, dan gemerlapan. Wanita-wa | 43 % |
lemak, klimis, dan gemerlapan. Wanita-wanita cantik terpaksa |
kulewati |
begitu saja. Dan, nah, itu dia, seorang lelaki yang mamakai | 44 % |
ulan satu-satunya yang merah di sini, jadi enak untuk kamu.” |
kulihat |
ke bawah, mereka seperti kerumunan makhluk-makhluk kecil, te | 38 % |
mbaklah dia sekarang,” ujarnya pelan dalam headphone-ku, dan |
kulihat |
dari teleskop dia memang berkata-kata sendiri. Rupanya betul | 69 % |
adamu manis,” kataku dingin. “Apa-apaan ini?” Dalam teleskop |
kulihat |
wajahnya mendongak ke arahku dengan kaget. “Katakan padaku,” | 81 % |
sam dengan belahan di paha, kamu ada di belakang orkes.” Dan |
kulihat |
wajahnya menjadi pucat. “Kamu sudah melanggar kontrak.” “Aku | 84 % |
ku bisa segera lenyap.” Wajahnya menatap ke atas, ke arahku. |
kulihat |
ia berkeringat dingin. Gelisah. “Apa maumu?” “Katakan kesala | 88 % |
, mengambil kacang dari meja. Kupasang televisi, tapi segera |
kumatikan |
lagi. Acara televisi selalu buruk. Sunyi sekali rasanya kama | 34 % |
al. Aku berjalan ke dalam kamar, mengambil kacang dari meja. |
kupasang |
televisi, tapi segera kumatikan lagi. Acara televisi selalu | 34 % |
entang yang lain. Mungkin ia punya istri, punya anak. Bahkan |
kupikir |
ia pun pantas punya cucu. Mereka akan bertangisan setelah me | 52 % |
yang makin banyak saja berdatangan. Ada sesuatu yang terasa |
kurang |
enak setiap kali aku menatap wajah orang-orang di bawah itu. | 22 % |
mereka adalah wajah orang baik-baik, tapi entahlah apa yang |
kurang |
enak di sana. Apakah karena banyak yang memakai baju resmi, | 23 % |
keroncong sekarang ini seperti benda museum, para senimannya |
kurang |
jenius untuk membuatnya lebih berkembang. Di manakah wanita | 28 % |
idak membunuh orang, aku hanya membidik dan menekan pelatuk. |
kutatap |
lagi wajah itu, rasanya begitu dekat, bahkan pori-porinya te | 57 % |
sekali berhenti pada dahi seseorang, dan mengikutinya. Kalau |
kutekankan |
telunjukku, tak pelak lagi dahi itu akan berlubang. Dan tubu | 7 % |
menembaknya? Kugerakkan lagi senapanku. Dari balik teleskop |
kuteliti |
orang-orang yang makin banyak saja berdatangan. Ada sesuatu | 22 % |
un yang tidak menyebalkan. Apakah yang akan terjadi kalau ia |
kutembak |
mati? Aku teringat kematian Ninoy di Filipina…. Tapi aku tid | 51 % |
ng, dan mengikutinya. Kalau kutekankan telunjukku, tak pelak |
lagi |
dahi itu akan berlubang. Dan tubuh orang itu akan roboh. Bis | 7 % |
gelas pada nampang yang dibawa pelayan. Tentu lebih menarik |
lagi |
kalau tubuh itu terpental ke kolam renang dengan suara berge | 9 % |
a. Apakah aku termasuk pahlawan jika menembaknya? Kugerakkan |
lagi |
senapanku. Dari balik teleskop kuteliti orang-orang yang mak | 21 % |
korbanku kali ini adalah seseorang yang memuakkan. Kuedarkan |
lagi |
senapanku. Mengintip kelakuan orang tanpa diketahui rasanya | 25 % |
segelas bir. “Hei, kamu masih di situ?” tiba-tiba terdengar |
lagi |
suara itu. “Ya, kenapa?” “Jangan main-main! Aku tahu kamu ti | 36 % |
tawa-tawa dan tersenyum-senyum. Aku juga tersenyum. Sebentar |
lagi |
wajahmu akan ketakutan tanpa tahu malu. Tapi aku tidak melak | 41 % |
dekat payung hijau.” Kugeserkan senapanku ke kanan. Kulewati |
lagi |
wajah-wajah berlemak, klimis, dan gemerlapan. Wanita-wanita | 43 % |
bunuh orang, aku hanya membidik dan menekan pelatuk. Kutatap |
lagi |
wajah itu, rasanya begitu dekat, bahkan pori-porinya terliha | 57 % |
nat?” “Tidak usah tanya-tanya, tembak sekarang!” Aku menatap |
lagi |
matanya, pengkhianat yang bagaimana? “Pengkhianat yang bagai | 79 % |
ntara di telingaku mengiang suara penyanyi itu, yang memulai |
lagi |
sebuah lagu keroncong, lagu kesenangan orang-orang tua. Ini | 99 % |
o Gumira Ajidarma hampir malam di Yogya ketika keretaku tiba |
lagu |
keroncong membuatku ngantuk, padahal malam ini aku harus mem | 1 % |
ku harus membunuh seseorang. Orang-orang tua memang menyukai |
lagu |
keroncong, ini membuat mereka terkenang-kenang akan masa lal | 2 % |
ar kolam renang, tapi tampaknya tak banyak yang mendengarkan |
lagu |
keroncong itu dengan sungguh-sungguh. Mereka bercakap sendir | 3 % |
gkan. sepasang mata bola dari balik jendela Belum habis juga |
lagu |
keroncong itu. Rasanya lama sekali. Seperti juga orang-orang | 26 % |
jangan main gila.” selendang sutra tanda mata darimu Busyet! |
lagu |
keroncong itu lagi, jelas sekali di telingaku. Pasti ia bera | 64 % |
ingaku mengiang suara penyanyi itu, yang memulai lagi sebuah |
lagu |
keroncong, lagu kesenangan orang-orang tua. Ini memang akan | 99 % |
suara penyanyi itu, yang memulai lagi sebuah lagu keroncong, |
lagu |
kesenangan orang-orang tua. Ini memang akan membuat mereka t | 99 % |
embak orang yang tidak bersalah." “Itu bukan urusanmu, tahun |
lalu |
kamu menembak ribuan orang yang tidak bersalah.” “Itu urusan | 85 % |
i balik jendela Belum habis juga lagu keroncong itu. Rasanya |
lama |
sekali. Seperti juga orang-orang di bawah sana, aku tak perl | 27 % |
epi pantai ini dihadiri orang-orang penting. Malam cerah dan |
langit |
penuh bintang. Bahkan bulan pun sedang purnama. Kuletakkan s | 33 % |
sendiri, yang berbeda dibanding dengan bila kita berhadapan |
langsung |
dengan orangnya. Ia tak banyak bicara, namun tampaknya ia ha | 49 % |
yang mana orangnya?” “Sabar dong, sebentar lagi.” Dari teras |
lantai |
7 hotel ini, aku masih mengintip lewat teleskop. Angin laut | 14 % |
, tentu tak terlalu jelas mana yang berbaju batik merah dari |
lantai |
7 seperti ini. Kuangkat kembali senapanku. Kucari posisi yan | 39 % |
nya kamar hotel ini. Aku ingin buru-buru menembak sasaranku, |
lantas |
pulang dan minum segelas bir. “Hei, kamu masih di situ?” tib | 35 % |
antai 7 hotel ini, aku masih mengintip lewat teleskop. Angin |
laut |
yang basah terasa asin di bibirku. Iseng-iseng sambil menung | 15 % |
u, menumpahkan gelas pada nampang yang dibawa pelayan. Tentu |
lebih |
menarik lagi kalau tubuh itu terpental ke kolam renang denga | 9 % |
benda museum, para senimannya kurang jenius untuk membuatnya |
lebih |
berkembang. Di manakah wanita yang bersuara lembut itu? Di m | 28 % |
ik terpaksa kulewati begitu saja. Dan, nah, itu dia, seorang |
lelaki |
yang mamakai baju batik berwarna merah. Wajahnya tampan dan | 44 % |
satu mata rantai. Kualihkan senapanku kembali pada sasaran. |
lelaki |
setengah tua itu sedang mendengarkan cerita seseorang di had | 73 % |
gan sabar. Orang yang bercerita itu tampak berapi-api, namun |
lelaki |
itu kelihatannya menahan diri untuk tidak ikut terbakar. Ia | 74 % |
siap menembak. Satu tekanan telunjuk akan mengakhiri riwayat |
lelaki |
itu. Garis silang pada teleskop kugeser agak ke samping, sup | 76 % |
membuatnya lebih berkembang. Di manakah wanita yang bersuara |
lembut |
itu? Di mana-mana orang mengunyah makanan, menyeruput minuma | 29 % |
g dan berbicara padaku lewat mikrofon yang tersembunyi dalam |
leontin |
kalungnya. Leontin yang indah, terpajang di dadanya yang tip | 70 % |
aku lewat mikrofon yang tersembunyi dalam leontin kalungnya. |
leontin |
yang indah, terpajang di dadanya yang tipis. “Apa?” tanyaku | 70 % |
nuhnya.” “Itu bukan urusanmu. Ini politik.” “Urusanku adalah |
leontinmu |
manis, ia bisa pecah berantakan oleh peluruku, dan peluru it | 91 % |
k wanita muda. Paling tidak itulah yang menarik perhatianku. |
lewat |
teleskop pada senapan ini, aku memperhatikan mereka satu per | 5 % |
ar lagi.” Dari teras lantai 7 hotel ini, aku masih mengintip |
lewat |
teleskop. Angin laut yang basah terasa asin di bibirku. Isen | 14 % |
ku minggu lalu, ketika dia memesan penembakan ini. Dilakukan |
lewat |
telepon seperti itu, tentu wajahnya hanya bisa kukira-kira s | 18 % |
isi yang enak. Sambil mengunyah kacang aku mengintip kembali |
lewat |
teleskop. Garis silang itu kembali beredar dari wajah ke waj | 40 % |
bekerja berdasarkan kontrak. “Di sebelah mana dia?” tanyaku |
lewat |
mike yang tergantung di bawah daguku. “Dia di sudut kolam re | 42 % |
memang berkata-kata sendiri. Rupanya betul dia. Ia mendengar |
lewat |
giwang dan berbicara padaku lewat mikrofon yang tersembunyi | 70 % |
ya betul dia. Ia mendengar lewat giwang dan berbicara padaku |
lewat |
mikrofon yang tersembunyi dalam leontin kalungnya. Leontin y | 70 % |
ul-mukulkan tinjunya pada telapak tangan yang lain. Wajahnya |
licik |
dan penuh tipu daya. Sangat memuakkan. Padahal ia pun sudah | 97 % |
khianat, ia menjelek-jelekkan nama bangsa dan negara kita di |
luar |
negeri.” “Cuma itu?” “Ia meresahkan masyarakat dengan pernya | 89 % |
. Garis silang pada teleskop kugeser agak ke samping, supaya |
lubang |
peluru pada kepalanya tidak membuat pembagian yang terlalu s | 76 % |
u wanita bertampang juragan. Mungkin satunya lagi. Rambutnya |
lurus |
dan hitam dengan poni menutup dahinya. Matanya menatap tajam | 68 % |
tunggu!” “Ini tidak ada dalam perjanjian.” “Ada! Kamu jangan |
main |
gila.” selendang sutra tanda mata darimu Busyet! Lagu keronc | 63 % |
?” tiba-tiba terdengar lagi suara itu. “Ya, kenapa?” “Jangan |
main-main! |
Aku tahu kamu tidak di tempat!” Aku bergegas kembali ke tera | 36 % |
mpak berjiwa pegawai, menyembunyikan diri dengan sopan, tapi |
makan |
banyak-banyak. Tampak pula petugas berpakaian preman mondar- | 31 % |
enak untuk kamu.” Kulihat ke bawah, mereka seperti kerumunan |
makhluk-makhluk |
kecil, tentu tak terlalu jelas mana yang berbaju batik merah | 38 % |
agi senapanku. Dari balik teleskop kuteliti orang-orang yang |
makin |
banyak saja berdatangan. Ada sesuatu yang terasa kurang enak | 22 % |
an setelah mendengar kematian orang ini, dan tangis itu akan |
makin |
menjadi-jadi ketika mengetahui cara kematiannya. Biar saja. | 53 % |
ak kubatalkan!” Perasaan aneh tiba-tiba merasuki diriku. Aku |
malah |
mengarahkan senapan pada wanita itu. “Laras senapanku mengar | 80 % |
itu, akukah atau Kamu? Orang itu tak sadar sama sekali kalau |
malaikan |
maut telah mengelus-elus tengkuknya. “Bagaimana? Sekarang?” | 59 % |
Keroncong Pembunuhan Oleh: Seno Gumira Ajidarma hampir |
malam |
di Yogya ketika keretaku tiba Lagu keroncong membuatku ngant | 0 % |
tika keretaku tiba Lagu keroncong membuatku ngantuk, padahal |
malam |
ini aku harus membunuh seseorang. Orang-orang tua memang men | 1 % |
elihat wajah-wajah pada teleskop. Para wanita dengan pakaian |
malam |
yang anggun. Ada yang punggungnya terbuka. Cantik sekali. Ak | 16 % |
ebuah hotel di tepi pantai ini dihadiri orang-orang penting. |
malam |
cerah dan langit penuh bintang. Bahkan bulan pun sedang purn | 33 % |
kulewati begitu saja. Dan, nah, itu dia, seorang lelaki yang |
mamakai |
baju batik berwarna merah. Wajahnya tampan dan berwibawa. Ia | 44 % |
di dekat orkes. Kucari-cari sekitar orkes. Teleskopku sempat |
mampir |
di dada penyanyi keroncong yang membusung itu. Ada beberapa | 65 % |
tu, sebuah suara yang merdu. “Dari tadi aku sudah siap, yang |
mana |
orangnya?” “Sabar dong, sebentar lagi.” Dari teras lantai 7 | 14 % |
rti kerumunan makhluk-makhluk kecil, tentu tak terlalu jelas |
mana |
yang berbaju batik merah dari lantai 7 seperti ini. Kuangkat | 38 % |
ukan itu. Aku hanya bekerja berdasarkan kontrak. “Di sebelah |
mana |
dia?” tanyaku lewat mike yang tergantung di bawah daguku. “D | 42 % |
kamu yang bisa segera mati.” “Omong kosong! Kamu tak tahu di |
mana |
aku.” “Kamu memakai cheongsam dengan belahan di paha, kamu a | 83 % |
tu, sebuah suara yang merdu. “Dari tadi aku sudah siap, yang |
mana |
orangnya?” “Sabar dong, sebentar lagi.” Dari teras lantai 7 | 14 % |
rti kerumunan makhluk-makhluk kecil, tentu tak terlalu jelas |
mana |
yang berbaju batik merah dari lantai 7 seperti ini. Kuangkat | 38 % |
ukan itu. Aku hanya bekerja berdasarkan kontrak. “Di sebelah |
mana |
dia?” tanyaku lewat mike yang tergantung di bawah daguku. “D | 42 % |
kamu yang bisa segera mati.” “Omong kosong! Kamu tak tahu di |
mana |
aku.” “Kamu memakai cheongsam dengan belahan di paha, kamu a | 83 % |
nimannya kurang jenius untuk membuatnya lebih berkembang. Di |
manakah |
wanita yang bersuara lembut itu? Di mana-mana orang mengunya | 28 % |
h berkembang. Di manakah wanita yang bersuara lembut itu? Di |
mana-mana |
orang mengunyah makanan, menyeruput minuman, tersenyum dan t | 29 % |
kai lagu keroncong, ini membuat mereka terkenang-kenang akan |
masa |
lalunya. Mereka terserak di bawah sana, di sekitar kolam ren | 2 % |
ng tua. Ini memang akan membuat mereka terkenang-kenang akan |
masa |
lalunya. Inilah keroncong fantasiii | 100 % |
bar dong, sebentar lagi.” Dari teras lantai 7 hotel ini, aku |
masih |
mengintip lewat teleskop. Angin laut yang basah terasa asin | 14 % |
k sasaranku, lantas pulang dan minum segelas bir. “Hei, kamu |
masih |
di situ?” tiba-tiba terdengar lagi suara itu. “Ya, kenapa?” | 35 % |
Garis silang itu kembali beredar dari wajah ke wajah. Mereka |
masih |
tertawa-tawa dan tersenyum-senyum. Aku juga tersenyum. Seben | 40 % |
dan negara kita di luar negeri.” “Cuma itu?” “Ia meresahkan |
masyarakat |
dengan pernyataan-pernyataan yang tidak benar.” “Lantas?” “K | 89 % |
elakuan orang tanpa diketahui rasanya menyenangkan. sepasang |
mata |
bola dari balik jendela Belum habis juga lagu keroncong itu. | 26 % |
anjian.” “Ada! Kamu jangan main gila.” selendang sutra tanda |
mata |
darimu Busyet! Lagu keroncong itu lagi, jelas sekali di teli | 63 % |
rang!” Jadi seperti inilah semua pembunuhan itu berlangsung. |
mata |
rantai tanpa ujung dan pangkal. Wanita ini tentu hanya salah | 72 % |
i tanpa ujung dan pangkal. Wanita ini tentu hanya salah satu |
mata |
rantai. Kualihkan senapanku kembali pada sasaran. Lelaki set | 73 % |
buat pembagian yang terlalu simetris. Peluruku akan menembus |
mata |
kirinya. Dan aku menatap mata orang itu. Astaga. Benarkah di | 77 % |
metris. Peluruku akan menembus mata kirinya. Dan aku menatap |
mata |
orang itu. Astaga. Benarkah dia seorang pengkhianat? “Kau ti | 77 % |
lagi. Rambutnya lurus dan hitam dengan poni menutup dahinya. |
matanya |
menatap tajam ke arah si baju batik merah! “Tembaklah dia se | 68 % |
lahan orang itu?” “Tembak dia sekarang tolol, atau kamu akan |
mati!” |
“Justru kamu yang bisa segera mati.” “Omong kosong! Kamu tak | 83 % |
ya menjadi pucat. “Kamu sudah melanggar kontrak.” “Aku tidak |
mau |
menembak orang yang tidak bersalah." “Itu bukan urusanmu, ta | 85 % |
gan pernyataan-pernyataan yang tidak benar.” “Lantas?” “Kamu |
mau |
apa? Aku tidak tahu banyak.” “Aku ingin tahu, apakah semua i | 90 % |
ah atau Kamu? Orang itu tak sadar sama sekali kalau malaikan |
maut |
telah mengelus-elus tengkuknya. “Bagaimana? Sekarang?” “Aku | 59 % |
bunyi gelas dan piring. Ia mungkin di belakang orkes, dekat |
meja |
prasmanan. Ada beberapa wanita, dan petugas-petugas berpakai | 66 % |
lagi wajahmu akan ketakutan tanpa tahu malu. Tapi aku tidak |
melakukan |
itu. Aku hanya bekerja berdasarkan kontrak. “Di sebelah mana | 41 % |
kang orkes.” Dan kulihat wajahnya menjadi pucat. “Kamu sudah |
melanggar |
kontrak.” “Aku tidak mau menembak orang yang tidak bersalah. | 84 % |
gu sasaran, aku mencari orang yang berbicara padaku. Dan aku |
melihat |
wajah-wajah pada teleskop. Para wanita dengan pakaian malam | 16 % |
.” “Berkacamata?” “Ya.” Kuarahkan senapanku ke sana. Dan aku |
melihat |
orang itu. Ia sedang bercerita dengan berapi-api. Tangannya | 96 % |
hlah apa yang kurang enak di sana. Apakah karena banyak yang |
memakai |
baju resmi, seragam yang kubenci? Ataukah karena perasaanku | 24 % |
s kembali ke teras. “Bagaimana? Sudah datang orangnya?” “Dia |
memakai |
baju batik merah, kebetulan satu-satunya yang merah di sini, | 37 % |
gera mati.” “Omong kosong! Kamu tak tahu di mana aku.” “Kamu |
memakai |
cheongsam dengan belahan di paha, kamu ada di belakang orkes | 83 % |
ah-wajah cantik silih berganti mengisi teleskopku. Aku harus |
memancing |
dia bicara. “Tunggu perintah apa lagi?” “Kau tak perlu tahu, | 62 % |
ahal malam ini aku harus membunuh seseorang. Orang-orang tua |
memang |
menyukai lagu keroncong, ini membuat mereka terkenang-kenang | 1 % |
“Auuww!” Tapi aku belum menemukan orang yang mesti kubunuh. |
memang |
belum waktunya. Ia akan datang sebentar lagi. Dan sebetulnya | 11 % |
rlu tahu, ini bagian dari kontrak kita.” Kontrak semacam ini |
memang |
sering terjadi. Aku dibayar untuk menembak, siapa yang jadi | 19 % |
enak setiap kali aku menatap wajah orang-orang di bawah itu. |
memang |
wajah mereka adalah wajah orang baik-baik, tapi entahlah apa | 23 % |
rnya pelan dalam headphone-ku, dan kulihat dari teleskop dia |
memang |
berkata-kata sendiri. Rupanya betul dia. Ia mendengar lewat | 69 % |
ya yang tipis. “Apa?” tanyaku lagi, karena ingin meyakinkan, |
memang |
dia orangnya. “Tembak sekarang!” Jadi seperti inilah semua p | 71 % |
sebuah lagu keroncong, lagu kesenangan orang-orang tua. Ini |
memang |
akan membuat mereka terkenang-kenang akan masa lalunya. Inilah keroncong fantasiii | 99 % |
kolam renang dengan suara bergedebur sehingga airnya muncrat |
membasahi |
pakaian para tamu dan kolam renang itu segera berwarna merah | 10 % |
-banyak. Tampak pula petugas berpakaian preman mondar-mandir |
membawa |
walkie-talkie. Agaknya pesta kambing-guling pada tepi kolam | 32 % |
“Aku bilang tunggu perintah!” Sialan cewek itu, berani benar |
membentak-bentak |
seorang pembunuh bayaran. Tanganku tiba-tiba bergerak sendir | 60 % |
ada diriku sendiri bahwa aku tidak membunuh orang, aku hanya |
membidik |
dan menekan pelatuk. Kutatap lagi wajah itu, rasanya begitu | 57 % |
seorang. Orang-orang tua memang menyukai lagu keroncong, ini |
membuat |
mereka terkenang-kenang akan masa lalunya. Mereka terserak d | 2 % |
r agak ke samping, supaya lubang peluru pada kepalanya tidak |
membuat |
pembagian yang terlalu simetris. Peluruku akan menembus mata | 77 % |
keroncong, lagu kesenangan orang-orang tua. Ini memang akan |
membuat |
mereka terkenang-kenang akan masa lalunya. Inilah keroncong fantasiii | 99 % |
ma hampir malam di Yogya ketika keretaku tiba Lagu keroncong |
membuatku |
ngantuk, padahal malam ini aku harus membunuh seseorang. Ora | 1 % |
ni seperti benda museum, para senimannya kurang jenius untuk |
membuatnya |
lebih berkembang. Di manakah wanita yang bersuara lembut itu | 28 % |
agu keroncong membuatku ngantuk, padahal malam ini aku harus |
membunuh |
seseorang. Orang-orang tua memang menyukai lagu keroncong, i | 1 % |
a. Aku selalu mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku tidak |
membunuh |
orang, aku hanya membidik dan menekan pelatuk. Kutatap lagi | 57 % |
es. Teleskopku sempat mampir di dada penyanyi keroncong yang |
membusung |
itu. Ada beberapa kerumunan. Di telingaku juga berdentang bu | 65 % |
erti ini. “Siapa sasaranku?” tanyaku minggu lalu, ketika dia |
memesan |
penembakan ini. Dilakukan lewat telepon seperti itu, tentu w | 18 % |
ng menarik perhatianku. Lewat teleskop pada senapan ini, aku |
memperhatikan |
mereka satu per satu, seolah-olah aku berada di antara merek | 5 % |
ulu, tunggu komando!” Dan aku mengamati wajah itu. Adakah ia |
mempunyai |
firasat? Dari balik teleskop ini, wajah-wajah memunculkan pe | 48 % |
gan berapi-api. Tangannya bergerak kian kemari, mengepal dan |
memukul-mukulkan |
tinjunya pada telapak tangan yang lain. Wajahnya licik dan p | 97 % |
ya, sementara di telingaku mengiang suara penyanyi itu, yang |
memulai |
lagi sebuah lagu keroncong, lagu kesenangan orang-orang tua. | 99 % |
h ia mempunyai firasat? Dari balik teleskop ini, wajah-wajah |
memunculkan |
pesonanya sendiri, yang berbeda dibanding dengan bila kita b | 48 % |
rcerita itu tampak berapi-api, namun lelaki itu kelihatannya |
menahan |
diri untuk tidak ikut terbakar. Ia mengangguk-angguk sambil | 74 % |
memang, bahkan banyak wanita muda. Paling tidak itulah yang |
menarik |
perhatianku. Lewat teleskop pada senapan ini, aku memperhati | 4 % |
umpahkan gelas pada nampang yang dibawa pelayan. Tentu lebih |
menarik |
lagi kalau tubuh itu terpental ke kolam renang dengan suara | 9 % |
atangan. Ada sesuatu yang terasa kurang enak setiap kali aku |
menatap |
wajah orang-orang di bawah itu. Memang wajah mereka adalah w | 23 % |
inoy di Filipina…. Tapi aku tidak tahu politik. Jadi, sambil |
menatap |
wajah yang akan berlubang itu, aku berpikir tentang yang lai | 51 % |
kat, bahkan pori-porinya terlihat dengan jelas. Aku bagaikan |
menatap |
bayang-bayang takdir. Siapakah sebenarnya yang menghentikan | 58 % |
mbutnya lurus dan hitam dengan poni menutup dahinya. Matanya |
menatap |
tajam ke arah si baju batik merah! “Tembaklah dia sekarang,” | 68 % |
rlalu simetris. Peluruku akan menembus mata kirinya. Dan aku |
menatap |
mata orang itu. Astaga. Benarkah dia seorang pengkhianat? “K | 77 % |
pengkhianat?” “Tidak usah tanya-tanya, tembak sekarang!” Aku |
menatap |
lagi matanya, pengkhianat yang bagaimana? “Pengkhianat yang | 79 % |
ku belum pernah luput, dan aku bisa segera lenyap.” Wajahnya |
menatap |
ke atas, ke arahku. Kulihat ia berkeringat dingin. Gelisah. | 88 % |
dan peluru itu tak akan berhenti di situ.” Wajah itu kembali |
menatap |
ke arahku dengan pandang menghiba. “Jangan tembak aku! Aku t | 92 % |
sa asin di bibirku. Iseng-iseng sambil menunggu sasaran, aku |
mencari |
orang yang berbicara padaku. Dan aku melihat wajah-wajah pad | 15 % |
ebentar lagi. Dan sebetulnya aku pun tak perlu terlalu repot |
mencarinya |
karena pesawat komunikasi yang terpasang pada telingaku siap | 12 % |
diri untuk tidak ikut terbakar. Ia mengangguk-angguk sambil |
mencuri |
pandang ke sekelilingnya. Seperti khawatir ada yang mendenga | 75 % |
Bukankah ia seorang pengkhianat bangsa dan negara? Ia pantas |
mendapatkan |
hukumannya. Agak tegang juga aku menunggu perintah menembak. | 54 % |
ir ia pun pantas punya cucu. Mereka akan bertangisan setelah |
mendengar |
kematian orang ini, dan tangis itu akan makin menjadi-jadi k | 53 % |
eskop dia memang berkata-kata sendiri. Rupanya betul dia. Ia |
mendengar |
lewat giwang dan berbicara padaku lewat mikrofon yang tersem | 70 % |
ana, di sekitar kolam renang, tapi tampaknya tak banyak yang |
mendengarkan |
lagu keroncong itu dengan sungguh-sungguh. Mereka bercakap s | 3 % |
napanku kembali pada sasaran. Lelaki setengah tua itu sedang |
mendengarkan |
cerita seseorang di hadapannya dengan sabar. Orang yang berc | 73 % |
ekali. Seperti juga orang-orang di bawah sana, aku tak perlu |
mendengarkannya |
dengan sungguh-sungguh. Musik keroncong sekarang ini seperti | 27 % |
aku dingin. “Apa-apaan ini?” Dalam teleskop kulihat wajahnya |
mendongak |
ke arahku dengan kaget. “Katakan padaku,” kataku lagi, “apa | 82 % |
senapanku pada tempat yang paling mematikan, untuk kemudian |
menekan |
pelatuknya. Aku selalu mengatakan pada diriku sendiri bahwa | 56 % |
ndiri bahwa aku tidak membunuh orang, aku hanya membidik dan |
menekan |
pelatuk. Kutatap lagi wajah itu, rasanya begitu dekat, bahka | 57 % |
anita, dan petugas-petugas berpakaian preman. Yang mana? Aku |
meneliti |
mereka satu per satu. Beberapa di antaranya jelas cuma pegaw | 67 % |
k. Sunyi sekali rasanya kamar hotel ini. Aku ingin buru-buru |
menembak |
sasaranku, lantas pulang dan minum segelas bir. “Hei, kamu m | 35 % |
enjadi pucat. “Kamu sudah melanggar kontrak.” “Aku tidak mau |
menembak |
orang yang tidak bersalah." “Itu bukan urusanmu, tahun lalu | 85 % |
g yang tidak bersalah." “Itu bukan urusanmu, tahun lalu kamu |
menembak |
ribuan orang yang tidak bersalah.” “Itu urusanku sendiri, ka | 85 % |
tidak membuat pembagian yang terlalu simetris. Peluruku akan |
menembus |
mata kirinya. Dan aku menatap mata orang itu. Astaga. Benark | 77 % |
a darah dan wanita-wanita berteriak: “Auuww!” Tapi aku belum |
menemukan |
orang yang mesti kubunuh. Memang belum waktunya. Ia akan dat | 11 % |
rlahan-lahan seperti pohon ditebang, bisa pula tersentak dan |
mengacaukan |
kerumunan orang yang sedang tertawa-tawa itu, menumpahkan ge | 8 % |
ndengar. Aku sudah siap menembak. Satu tekanan telunjuk akan |
mengakhiri |
riwayat lelaki itu. Garis silang pada teleskop kugeser agak | 76 % |
s kulakukan sekarang?” “Nanti dulu, tunggu komando!” Dan aku |
mengamati |
wajah itu. Adakah ia mempunyai firasat? Dari balik teleskop | 47 % |
etakkan senapanku karena pegal. Aku berjalan ke dalam kamar, |
mengambil |
kacang dari meja. Kupasang televisi, tapi segera kumatikan l | 34 % |
itu kelihatannya menahan diri untuk tidak ikut terbakar. Ia |
mengangguk-angguk |
sambil mencuri pandang ke sekelilingnya. Seperti khawatir ad | 75 % |
malah mengarahkan senapan pada wanita itu. “Laras senapanku |
mengarah |
padamu manis,” kataku dingin. “Apa-apaan ini?” Dalam telesko | 81 % |
kan kontrak. Tidak bisa seenaknya sendiri. Aku dibayar untuk |
mengarahkan |
garis silang teleskop senapanku pada tempat yang paling mema | 56 % |
atalkan!” Perasaan aneh tiba-tiba merasuki diriku. Aku malah |
mengarahkan |
senapan pada wanita itu. “Laras senapanku mengarah padamu ma | 80 % |
ing mematikan, untuk kemudian menekan pelatuknya. Aku selalu |
mengatakan |
pada diriku sendiri bahwa aku tidak membunuh orang, aku hany | 57 % |
u? Orang itu tak sadar sama sekali kalau malaikan maut telah |
mengelus-elus |
tengkuknya. “Bagaimana? Sekarang?” “Aku bilang tunggu perint | 59 % |
bercerita dengan berapi-api. Tangannya bergerak kian kemari, |
mengepal |
dan memukul-mukulkan tinjunya pada telapak tangan yang lain. | 97 % |
e belakang. Ia tak banyak tertawa dan tersenyum. Orang-orang |
mengerumuninya |
dengan hormat. Ada juga yang berwajah menjilat. Garis silang | 46 % |
ian orang ini, dan tangis itu akan makin menjadi-jadi ketika |
mengetahui |
cara kematiannya. Biar saja. Bukankah ia seorang pengkhianat | 53 % |
eorang pembunuh bayaran. Tanganku tiba-tiba bergerak sendiri |
menggeser |
senapan itu. Dengan indra keenam ia kucari di antara kerumun | 61 % |
aikan menatap bayang-bayang takdir. Siapakah sebenarnya yang |
menghentikan |
kehidupan orang itu, akukah atau Kamu? Orang itu tak sadar s | 59 % |
aris silang teleskopku ke jantungnya, sementara di telingaku |
mengiang |
suara penyanyi itu, yang memulai lagi sebuah lagu keroncong, | 98 % |
ng, sebentar lagi.” Dari teras lantai 7 hotel ini, aku masih |
mengintip |
lewat teleskop. Angin laut yang basah terasa asin di bibirku | 14 % |
i adalah seseorang yang memuakkan. Kuedarkan lagi senapanku. |
mengintip |
kelakuan orang tanpa diketahui rasanya menyenangkan. sepasan | 25 % |
apanku. Kucari posisi yang enak. Sambil mengunyah kacang aku |
mengintip |
kembali lewat teleskop. Garis silang itu kembali beredar dar | 39 % |
anggun. Ada yang punggungnya terbuka. Cantik sekali. Aku tak |
mengira |
seorang wanita akan terlibat dalam pembunuhan seperti ini. “ | 17 % |
ra kerumunan orang banyak. Wajah-wajah cantik silih berganti |
mengisi |
teleskopku. Aku harus memancing dia bicara. “Tunggu perintah | 62 % |
manakah wanita yang bersuara lembut itu? Di mana-mana orang |
mengunyah |
makanan, menyeruput minuman, tersenyum dan tertawa. Ada ibu- | 29 % |
Kuangkat kembali senapanku. Kucari posisi yang enak. Sambil |
mengunyah |
kacang aku mengintip kembali lewat teleskop. Garis silang it | 39 % |
n di paha, kamu ada di belakang orkes.” Dan kulihat wajahnya |
menjadi |
pucat. “Kamu sudah melanggar kontrak.” “Aku tidak mau menemb | 84 % |
elah mendengar kematian orang ini, dan tangis itu akan makin |
menjadi-jadi |
ketika mengetahui cara kematiannya. Biar saja. Bukankah ia s | 53 % |
gan orangnya. Ia tak banyak bicara, namun tampaknya ia harus |
menjawab |
banyak pertanyaan. Dan aku merasa bahwa ia sangat hati-hati | 49 % |
ah. “Apa maumu?” “Katakan kesalahannya.” “Ia pengkhianat, ia |
menjelek-jelekkan |
nama bangsa dan negara kita di luar negeri.” “Cuma itu?” “Ia | 89 % |
an mengacaukan kerumunan orang yang sedang tertawa-tawa itu, |
menumpahkan |
gelas pada nampang yang dibawa pelayan. Tentu lebih menarik | 9 % |
n laut yang basah terasa asin di bibirku. Iseng-iseng sambil |
menunggu |
sasaran, aku mencari orang yang berbicara padaku. Dan aku me | 15 % |
gara? Ia pantas mendapatkan hukumannya. Agak tegang juga aku |
menunggu |
perintah menembak. Itulah repotnya selalu bekerja berdasarka | 55 % |
karena pesawat komunikasi yang terpasang pada telingaku siap |
menunjukkan |
orangnya. “Kamu sudah siap?” terdengar suara pada headphone | 13 % |
Dan aku merasa bahwa ia sangat hati-hati menjawab. Wajahnya |
menunjukkan |
niat bersopan santun yang tidak menyebalkan. Apakah yang aka | 50 % |
Mungkin satunya lagi. Rambutnya lurus dan hitam dengan poni |
menutup |
dahinya. Matanya menatap tajam ke arah si baju batik merah! | 68 % |
juru. Bapak-bapak yang dari wajahnya tampak berjiwa pegawai, |
menyembunyikan |
diri dengan sopan, tapi makan banyak-banyak. Tampak pula pet | 31 % |
g bersuara lembut itu? Di mana-mana orang mengunyah makanan, |
menyeruput |
minuman, tersenyum dan tertawa. Ada ibu-ibu berdiri dengan k | 29 % |
lam ini aku harus membunuh seseorang. Orang-orang tua memang |
menyukai |
lagu keroncong, ini membuat mereka terkenang-kenang akan mas | 2 % |
asahi pakaian para tamu dan kolam renang itu segera berwarna |
merah |
karena darah dan wanita-wanita berteriak: “Auuww!” Tapi aku | 10 % |
” “Dia memakai baju batik merah, kebetulan satu-satunya yang |
merah |
di sini, jadi enak untuk kamu.” Kulihat ke bawah, mereka sep | 37 % |
khluk kecil, tentu tak terlalu jelas mana yang berbaju batik |
merah |
dari lantai 7 seperti ini. Kuangkat kembali senapanku. Kucar | 39 % |
menutup dahinya. Matanya menatap tajam ke arah si baju batik |
merah! |
“Tembaklah dia sekarang,” ujarnya pelan dalam headphone-ku, | 69 % |
namun tampaknya ia harus menjawab banyak pertanyaan. Dan aku |
merasa |
bahwa ia sangat hati-hati menjawab. Wajahnya menunjukkan nia | 49 % |
sekarang, atau kontrak kubatalkan!” Perasaan aneh tiba-tiba |
merasuki |
diriku. Aku malah mengarahkan senapan pada wanita itu. “Lara | 80 % |
Orang-orang tua memang menyukai lagu keroncong, ini membuat |
mereka |
terkenang-kenang akan masa lalunya. Mereka terserak di bawah | 2 % |
cong, ini membuat mereka terkenang-kenang akan masa lalunya. |
mereka |
terserak di bawah sana, di sekitar kolam renang, tapi tampak | 2 % |
yang mendengarkan lagu keroncong itu dengan sungguh-sungguh. |
mereka |
bercakap sendiri, riuh dan tawa sesekali pecah dari tiap ker | 3 % |
hatianku. Lewat teleskop pada senapan ini, aku memperhatikan |
mereka |
satu per satu, seolah-olah aku berada di antara mereka. Sebu | 5 % |
ali aku menatap wajah orang-orang di bawah itu. Memang wajah |
mereka |
adalah wajah orang baik-baik, tapi entahlah apa yang kurang | 23 % |
yang merah di sini, jadi enak untuk kamu.” Kulihat ke bawah, |
mereka |
seperti kerumunan makhluk-makhluk kecil, tentu tak terlalu j | 38 % |
eskop. Garis silang itu kembali beredar dari wajah ke wajah. |
mereka |
masih tertawa-tawa dan tersenyum-senyum. Aku juga tersenyum. | 40 % |
istri, punya anak. Bahkan kupikir ia pun pantas punya cucu. |
mereka |
akan bertangisan setelah mendengar kematian orang ini, dan t | 53 % |
n petugas-petugas berpakaian preman. Yang mana? Aku meneliti |
mereka |
satu per satu. Beberapa di antaranya jelas cuma pegawai peru | 67 % |
ng, lagu kesenangan orang-orang tua. Ini memang akan membuat |
mereka |
terkenang-kenang akan masa lalunya. Inilah keroncong fantasiii | 99 % |
nama bangsa dan negara kita di luar negeri.” “Cuma itu?” “Ia |
meresahkan |
masyarakat dengan pernyataan-pernyataan yang tidak benar.” “ | 89 % |
a? Aku tidak tahu banyak.” “Aku ingin tahu, apakah semua itu |
merupakan |
alasan yang cukup untuk membunuhnya.” “Itu bukan urusanmu. I | 91 % |
u bisa celaka. Kuhitung sampai tiga. Satu…” “Kamu gila, kamu |
merusak |
segala-galanya.” “Dua....” Hmm, alangkah gugupnya dia. “Ia a | 95 % |
nita berteriak: “Auuww!” Tapi aku belum menemukan orang yang |
mesti |
kubunuh. Memang belum waktunya. Ia akan datang sebentar lagi | 11 % |
ja berdasarkan kontrak. “Di sebelah mana dia?” tanyaku lewat |
mike |
yang tergantung di bawah daguku. “Dia di sudut kolam renang | 42 % |
ul dia. Ia mendengar lewat giwang dan berbicara padaku lewat |
mikrofon |
yang tersembunyi dalam leontin kalungnya. Leontin yang indah | 70 % |
bat dalam pembunuhan seperti ini. “Siapa sasaranku?” tanyaku |
minggu |
lalu, ketika dia memesan penembakan ini. Dilakukan lewat tel | 17 % |
i. Aku ingin buru-buru menembak sasaranku, lantas pulang dan |
minum |
segelas bir. “Hei, kamu masih di situ?” tiba-tiba terdengar | 35 % |
i makan banyak-banyak. Tampak pula petugas berpakaian preman |
mondar-mandir |
membawa walkie-talkie. Agaknya pesta kambing-guling pada tep | 31 % |
ntal ke kolam renang dengan suara bergedebur sehingga airnya |
muncrat |
membasahi pakaian para tamu dan kolam renang itu segera berw | 10 % |
jah yang akan berlubang itu, aku berpikir tentang yang lain. |
mungkin |
ia punya istri, punya anak. Bahkan kupikir ia pun pantas pun | 52 % |
nan. Di telingaku juga berdentang bunyi gelas dan piring. Ia |
mungkin |
di belakang orkes, dekat meja prasmanan. Ada beberapa wanita | 66 % |
wai perusahaan catering. Ada satu wanita bertampang juragan. |
mungkin |
satunya lagi. Rambutnya lurus dan hitam dengan poni menutup | 68 % |
sana, aku tak perlu mendengarkannya dengan sungguh-sungguh. |
musik |
keroncong sekarang ini seperti benda museum, para senimannya | 27 % |
Katakan kesalahannya.” “Ia pengkhianat, ia menjelek-jelekkan |
nama |
bangsa dan negara kita di luar negeri.” “Cuma itu?” “Ia mere | 89 % |
n orang yang sedang tertawa-tawa itu, menumpahkan gelas pada |
nampang |
yang dibawa pelayan. Tentu lebih menarik lagi kalau tubuh it | 9 % |
resmi, seragam yang kubenci? Ataukah karena perasaanku saja. |
namun |
sungguh mati, aku akan sangat berbahagia kalau korbanku kali | 24 % |
a berhadapan langsung dengan orangnya. Ia tak banyak bicara, |
namun |
tampaknya ia harus menjawab banyak pertanyaan. Dan aku meras | 49 % |
ya dengan sabar. Orang yang bercerita itu tampak berapi-api, |
namun |
lelaki itu kelihatannya menahan diri untuk tidak ikut terbak | 74 % |
nnya.” “Ia pengkhianat, ia menjelek-jelekkan nama bangsa dan |
negara |
kita di luar negeri.” “Cuma itu?” “Ia meresahkan masyarakat | 89 % |
nnya.” “Ia pengkhianat, ia menjelek-jelekkan nama bangsa dan |
negara |
kita di luar negeri.” “Cuma itu?” “Ia meresahkan masyarakat | 89 % |
asa bahwa ia sangat hati-hati menjawab. Wajahnya menunjukkan |
niat |
bersopan santun yang tidak menyebalkan. Apakah yang akan ter | 50 % |
g akan terjadi kalau ia kutembak mati? Aku teringat kematian |
ninoy |
di Filipina…. Tapi aku tidak tahu politik. Jadi, sambil mena | 51 % |
” “Urusanku adalah leontinmu manis, ia bisa pecah berantakan |
oleh |
peluruku, dan peluru itu tak akan berhenti di situ.” Wajah i | 92 % |
Keroncong Pembunuhan |
oleh: |
Seno Gumira Ajidarma hampir malam di Yogya ketika keretaku t | 0 % |
elunjukku, tak pelak lagi dahi itu akan berlubang. Dan tubuh |
orang |
itu akan roboh. Bisa roboh perlahan-lahan seperti pohon dite | 7 % |
ohon ditebang, bisa pula tersentak dan mengacaukan kerumunan |
orang |
yang sedang tertawa-tawa itu, menumpahkan gelas pada nampang | 8 % |
n wanita-wanita berteriak: “Auuww!” Tapi aku belum menemukan |
orang |
yang mesti kubunuh. Memang belum waktunya. Ia akan datang se | 11 % |
di bibirku. Iseng-iseng sambil menunggu sasaran, aku mencari |
orang |
yang berbicara padaku. Dan aku melihat wajah-wajah pada tele | 15 % |
h orang-orang di bawah itu. Memang wajah mereka adalah wajah |
orang |
baik-baik, tapi entahlah apa yang kurang enak di sana. Apaka | 23 % |
yang memuakkan. Kuedarkan lagi senapanku. Mengintip kelakuan |
orang |
tanpa diketahui rasanya menyenangkan. sepasang mata bola dar | 26 % |
ng. Di manakah wanita yang bersuara lembut itu? Di mana-mana |
orang |
mengunyah makanan, menyeruput minuman, tersenyum dan tertawa | 29 % |
nya cucu. Mereka akan bertangisan setelah mendengar kematian |
orang |
ini, dan tangis itu akan makin menjadi-jadi ketika mengetahu | 53 % |
yang takdir. Siapakah sebenarnya yang menghentikan kehidupan |
orang |
itu, akukah atau Kamu? Orang itu tak sadar sama sekali kalau | 59 % |
nya yang menghentikan kehidupan orang itu, akukah atau Kamu? |
orang |
itu tak sadar sama sekali kalau malaikan maut telah mengelus | 59 % |
napan itu. Dengan indra keenam ia kucari di antara kerumunan |
orang |
banyak. Wajah-wajah cantik silih berganti mengisi teleskopku | 61 % |
ng mendengarkan cerita seseorang di hadapannya dengan sabar. |
orang |
yang bercerita itu tampak berapi-api, namun lelaki itu kelih | 74 % |
s. Peluruku akan menembus mata kirinya. Dan aku menatap mata |
orang |
itu. Astaga. Benarkah dia seorang pengkhianat? “Kau tidak ke | 77 % |
dengan kaget. “Katakan padaku,” kataku lagi, “apa kesalahan |
orang |
itu?” “Tembak dia sekarang tolol, atau kamu akan mati!” “Jus | 82 % |
cat. “Kamu sudah melanggar kontrak.” “Aku tidak mau menembak |
orang |
yang tidak bersalah." “Itu bukan urusanmu, tahun lalu kamu m | 85 % |
salah." “Itu bukan urusanmu, tahun lalu kamu menembak ribuan |
orang |
yang tidak bersalah.” “Itu urusanku sendiri, katakan cepat a | 85 % |
ersalah.” “Itu urusanku sendiri, katakan cepat apa kesalahan |
orang |
itu!” Wanita itu tampak beranjak akan lari. “Jangan lari, ta | 86 % |
nya.” “Dua....” Hmm, alangkah gugupnya dia. “Ia ada di depan |
orang |
yang harus kamu tembak.” “Berkacamata?” “Ya.” Kuarahkan sena | 95 % |
acamata?” “Ya.” Kuarahkan senapanku ke sana. Dan aku melihat |
orang |
itu. Ia sedang bercerita dengan berapi-api. Tangannya berger | 96 % |
tku ngantuk, padahal malam ini aku harus membunuh seseorang. |
orang-orang |
tua memang menyukai lagu keroncong, ini membuat mereka terke | 1 % |
nya? Kugerakkan lagi senapanku. Dari balik teleskop kuteliti |
orang-orang |
yang makin banyak saja berdatangan. Ada sesuatu yang terasa | 22 % |
esuatu yang terasa kurang enak setiap kali aku menatap wajah |
orang-orang |
di bawah itu. Memang wajah mereka adalah wajah orang baik-ba | 23 % |
s juga lagu keroncong itu. Rasanya lama sekali. Seperti juga |
orang-orang |
di bawah sana, aku tak perlu mendengarkannya dengan sungguh- | 27 % |
kolam renang dalam sebuah hotel di tepi pantai ini dihadiri |
orang-orang |
penting. Malam cerah dan langit penuh bintang. Bahkan bulan | 32 % |
isisr rapi ke belakang. Ia tak banyak tertawa dan tersenyum. |
orang-orang |
mengerumuninya dengan hormat. Ada juga yang berwajah menjila | 46 % |
tu, yang memulai lagi sebuah lagu keroncong, lagu kesenangan |
orang-orang |
tua. Ini memang akan membuat mereka terkenang-kenang akan masa lalunya. Inilah keroncong fantasiii | 99 % |
Paling tidak itulah yang menarik perhatianku. Lewat teleskop |
pada |
senapan ini, aku memperhatikan mereka satu per satu, seolah- | 5 % |
ah pesta yang meriah. Ada kambing-guling. Hmmm… Garis silang |
pada |
teleskop itu terus saja bergerak. Sesekali berhenti pada dah | 6 % |
ang pada teleskop itu terus saja bergerak. Sesekali berhenti |
pada |
dahi seseorang, dan mengikutinya. Kalau kutekankan telunjukk | 6 % |
umunan orang yang sedang tertawa-tawa itu, menumpahkan gelas |
pada |
nampang yang dibawa pelayan. Tentu lebih menarik lagi kalau | 9 % |
lu repot mencarinya karena pesawat komunikasi yang terpasang |
pada |
telingaku siap menunjukkan orangnya. “Kamu sudah siap?” terd | 12 % |
iap menunjukkan orangnya. “Kamu sudah siap?” terdengar suara |
pada |
headphone itu, sebuah suara yang merdu. “Dari tadi aku sudah | 13 % |
ari orang yang berbicara padaku. Dan aku melihat wajah-wajah |
pada |
teleskop. Para wanita dengan pakaian malam yang anggun. Ada | 16 % |
r-mandir membawa walkie-talkie. Agaknya pesta kambing-guling |
pada |
tepi kolam renang dalam sebuah hotel di tepi pantai ini diha | 32 % |
dengan hormat. Ada juga yang berwajah menjilat. Garis silang |
pada |
teleskopku berhenti tepat di antara kedua matanya. “Apakah h | 46 % |
ku dibayar untuk mengarahkan garis silang teleskop senapanku |
pada |
tempat yang paling mematikan, untuk kemudian menekan pelatuk | 56 % |
an, untuk kemudian menekan pelatuknya. Aku selalu mengatakan |
pada |
diriku sendiri bahwa aku tidak membunuh orang, aku hanya mem | 57 % |
tu hanya salah satu mata rantai. Kualihkan senapanku kembali |
pada |
sasaran. Lelaki setengah tua itu sedang mendengarkan cerita | 73 % |
an telunjuk akan mengakhiri riwayat lelaki itu. Garis silang |
pada |
teleskop kugeser agak ke samping, supaya lubang peluru pada | 76 % |
pada teleskop kugeser agak ke samping, supaya lubang peluru |
pada |
kepalanya tidak membuat pembagian yang terlalu simetris. Pel | 77 % |
neh tiba-tiba merasuki diriku. Aku malah mengarahkan senapan |
pada |
wanita itu. “Laras senapanku mengarah padamu manis,” kataku | 81 % |
bergerak kian kemari, mengepal dan memukul-mukulkan tinjunya |
pada |
telapak tangan yang lain. Wajahnya licik dan penuh tipu daya | 97 % |
Yogya ketika keretaku tiba Lagu keroncong membuatku ngantuk, |
padahal |
malam ini aku harus membunuh seseorang. Orang-orang tua mema | 1 % |
lain. Wajahnya licik dan penuh tipu daya. Sangat memuakkan. |
padahal |
ia pun sudah tua. Kubidikkan garis silang teleskopku ke jant | 98 % |
. Rupanya betul dia. Ia mendengar lewat giwang dan berbicara |
padaku |
lewat mikrofon yang tersembunyi dalam leontin kalungnya. Leo | 70 % |
ngarahkan senapan pada wanita itu. “Laras senapanku mengarah |
padamu |
manis,” kataku dingin. “Apa-apaan ini?” Dalam teleskop kulih | 81 % |
h seorang pengkhianat bangsa dan negara. Apakah aku termasuk |
pahlawan |
jika menembaknya? Kugerakkan lagi senapanku. Dari balik tele | 21 % |
ng dengan suara bergedebur sehingga airnya muncrat membasahi |
pakaian |
para tamu dan kolam renang itu segera berwarna merah karena | 10 % |
an aku melihat wajah-wajah pada teleskop. Para wanita dengan |
pakaian |
malam yang anggun. Ada yang punggungnya terbuka. Cantik seka | 16 % |
rumunan. Tak semuanya tua memang, bahkan banyak wanita muda. |
paling |
tidak itulah yang menarik perhatianku. Lewat teleskop pada s | 4 % |
mengarahkan garis silang teleskop senapanku pada tempat yang |
paling |
mematikan, untuk kemudian menekan pelatuknya. Aku selalu men | 56 % |
tuk tidak ikut terbakar. Ia mengangguk-angguk sambil mencuri |
pandang |
ke sekelilingnya. Seperti khawatir ada yang mendengar. Aku s | 75 % |
erhenti di situ.” Wajah itu kembali menatap ke arahku dengan |
pandang |
menghiba. “Jangan tembak aku! Aku tidak tahu apa-apa!” “Siap | 92 % |
ing-guling pada tepi kolam renang dalam sebuah hotel di tepi |
pantai |
ini dihadiri orang-orang penting. Malam cerah dan langit pen | 32 % |
n. Mungkin ia punya istri, punya anak. Bahkan kupikir ia pun |
pantas |
punya cucu. Mereka akan bertangisan setelah mendengar kemati | 52 % |
saja. Bukankah ia seorang pengkhianat bangsa dan negara? Ia |
pantas |
mendapatkan hukumannya. Agak tegang juga aku menunggu perint | 54 % |
n suara bergedebur sehingga airnya muncrat membasahi pakaian |
para |
tamu dan kolam renang itu segera berwarna merah karena darah | 10 % |
berbicara padaku. Dan aku melihat wajah-wajah pada teleskop. |
para |
wanita dengan pakaian malam yang anggun. Ada yang punggungny | 16 % |
-sungguh. Musik keroncong sekarang ini seperti benda museum, |
para |
senimannya kurang jenius untuk membuatnya lebih berkembang. | 28 % |
Busyet! Lagu keroncong itu lagi, jelas sekali di telingaku. |
pasti |
ia berada di dekat orkes. Kucari-cari sekitar orkes. Telesko | 64 % |
ah daguku. “Dia di sudut kolam renang sebelah selatan, dekat |
payung |
hijau.” Kugeserkan senapanku ke kanan. Kulewati lagi wajah-w | 43 % |
guh-sungguh. Mereka bercakap sendiri, riuh dan tawa sesekali |
pecah |
dari tiap kerumunan. Tak semuanya tua memang, bahkan banyak | 4 % |
nmu. Ini politik.” “Urusanku adalah leontinmu manis, ia bisa |
pecah |
berantakan oleh peluruku, dan peluru itu tak akan berhenti d | 92 % |
eliti mereka satu per satu. Beberapa di antaranya jelas cuma |
pegawai |
perusahaan catering. Ada satu wanita bertampang juragan. Mun | 67 % |
eseorang, dan mengikutinya. Kalau kutekankan telunjukku, tak |
pelak |
lagi dahi itu akan berlubang. Dan tubuh orang itu akan roboh | 7 % |
arah si baju batik merah! “Tembaklah dia sekarang,” ujarnya |
pelan |
dalam headphone-ku, dan kulihat dari teleskop dia memang ber | 69 % |
silang pada teleskop kugeser agak ke samping, supaya lubang |
peluru |
pada kepalanya tidak membuat pembagian yang terlalu simetris | 77 % |
leontinmu manis, ia bisa pecah berantakan oleh peluruku, dan |
peluru |
itu tak akan berhenti di situ.” Wajah itu kembali menatap ke | 92 % |
ada kepalanya tidak membuat pembagian yang terlalu simetris. |
peluruku |
akan menembus mata kirinya. Dan aku menatap mata orang itu. | 77 % |
e samping, supaya lubang peluru pada kepalanya tidak membuat |
pembagian |
yang terlalu simetris. Peluruku akan menembus mata kirinya. | 77 % |
ah!” Sialan cewek itu, berani benar membentak-bentak seorang |
pembunuh |
bayaran. Tanganku tiba-tiba bergerak sendiri menggeser senap | 60 % |
Keroncong |
pembunuhan |
Oleh: Seno Gumira Ajidarma hampir malam di Yogya ketika kere | 0 % |
k sekali. Aku tak mengira seorang wanita akan terlibat dalam |
pembunuhan |
seperti ini. “Siapa sasaranku?” tanyaku minggu lalu, ketika | 17 % |
g dia orangnya. “Tembak sekarang!” Jadi seperti inilah semua |
pembunuhan |
itu berlangsung. Mata rantai tanpa ujung dan pangkal. Wanita | 72 % |
. “Siapa sasaranku?” tanyaku minggu lalu, ketika dia memesan |
penembakan |
ini. Dilakukan lewat telepon seperti itu, tentu wajahnya han | 18 % |
h tahu.” “Apa?" “Orang itu pengkhianat.” “Pengkhianat?” “Ya, |
pengkhianat |
bangsa dan negara.” Jadi, sasaranku adalah seorang pengkhian | 20 % |
ngkhianat bangsa dan negara.” Jadi, sasaranku adalah seorang |
pengkhianat |
bangsa dan negara. Apakah aku termasuk pahlawan jika menemba | 21 % |
mengetahui cara kematiannya. Biar saja. Bukankah ia seorang |
pengkhianat |
bangsa dan negara? Ia pantas mendapatkan hukumannya. Agak te | 54 % |
sah tanya-tanya, tembak sekarang!” Aku menatap lagi matanya, |
pengkhianat |
yang bagaimana? “Pengkhianat yang bagaimana? Kenapa tidak di | 79 % |
h tahu.” “Apa?" “Orang itu pengkhianat.” “Pengkhianat?” “Ya, |
pengkhianat |
bangsa dan negara.” Jadi, sasaranku adalah seorang pengkhian | 20 % |
ngkhianat bangsa dan negara.” Jadi, sasaranku adalah seorang |
pengkhianat |
bangsa dan negara. Apakah aku termasuk pahlawan jika menemba | 21 % |
mengetahui cara kematiannya. Biar saja. Bukankah ia seorang |
pengkhianat |
bangsa dan negara? Ia pantas mendapatkan hukumannya. Agak te | 54 % |
sah tanya-tanya, tembak sekarang!” Aku menatap lagi matanya, |
pengkhianat |
yang bagaimana? “Pengkhianat yang bagaimana? Kenapa tidak di | 79 % |
tai ini dihadiri orang-orang penting. Malam cerah dan langit |
penuh |
bintang. Bahkan bulan pun sedang purnama. Kuletakkan senapan | 33 % |
n tinjunya pada telapak tangan yang lain. Wajahnya licik dan |
penuh |
tipu daya. Sangat memuakkan. Padahal ia pun sudah tua. Kubid | 97 % |
Kucari-cari sekitar orkes. Teleskopku sempat mampir di dada |
penyanyi |
keroncong yang membusung itu. Ada beberapa kerumunan. Di tel | 65 % |
eskopku ke jantungnya, sementara di telingaku mengiang suara |
penyanyi |
itu, yang memulai lagi sebuah lagu keroncong, lagu kesenanga | 99 % |
wat teleskop pada senapan ini, aku memperhatikan mereka satu |
per |
satu, seolah-olah aku berada di antara mereka. Sebuah pesta | 5 % |
tugas berpakaian preman. Yang mana? Aku meneliti mereka satu |
per |
satu. Beberapa di antaranya jelas cuma pegawai perusahaan ca | 67 % |
usanmu tolol? Tembak dia sekarang, atau kontrak kubatalkan!” |
perasaan |
aneh tiba-tiba merasuki diriku. Aku malah mengarahkan senapa | 80 % |
ang memakai baju resmi, seragam yang kubenci? Ataukah karena |
perasaanku |
saja. Namun sungguh mati, aku akan sangat berbahagia kalau k | 24 % |
pantas mendapatkan hukumannya. Agak tegang juga aku menunggu |
perintah |
menembak. Itulah repotnya selalu bekerja berdasarkan kontrak | 55 % |
mengisi teleskopku. Aku harus memancing dia bicara. “Tunggu |
perintah |
apa lagi?” “Kau tak perlu tahu, pokoknya tunggu!” “Ini tidak | 62 % |
s-elus tengkuknya. “Bagaimana? Sekarang?” “Aku bilang tunggu |
perintah!” |
Sialan cewek itu, berani benar membentak-bentak seorang pemb | 60 % |
u akan berlubang. Dan tubuh orang itu akan roboh. Bisa roboh |
perlahan-lahan |
seperti pohon ditebang, bisa pula tersentak dan mengacaukan | 8 % |
ya. Ia akan datang sebentar lagi. Dan sebetulnya aku pun tak |
perlu |
terlalu repot mencarinya karena pesawat komunikasi yang terp | 12 % |
itu, tentu wajahnya hanya bisa kukira-kira saja. “Kau tidak |
perlu |
tahu, ini bagian dari kontrak kita.” Kontrak semacam ini mem | 18 % |
lama sekali. Seperti juga orang-orang di bawah sana, aku tak |
perlu |
mendengarkannya dengan sungguh-sungguh. Musik keroncong seka | 27 % |
s memancing dia bicara. “Tunggu perintah apa lagi?” “Kau tak |
perlu |
tahu, pokoknya tunggu!” “Ini tidak ada dalam perjanjian.” “A | 63 % |
. Senapan ini dilengkapi peredam. Kamu tahu tembakanku belum |
pernah |
luput, dan aku bisa segera lenyap.” Wajahnya menatap ke atas | 87 % |
i luar negeri.” “Cuma itu?” “Ia meresahkan masyarakat dengan |
pernyataan-pernyataan |
yang tidak benar.” “Lantas?” “Kamu mau apa? Aku tidak tahu b | 90 % |
reka satu per satu. Beberapa di antaranya jelas cuma pegawai |
perusahaan |
catering. Ada satu wanita bertampang juragan. Mungkin satuny | 67 % |
sebetulnya aku pun tak perlu terlalu repot mencarinya karena |
pesawat |
komunikasi yang terpasang pada telingaku siap menunjukkan or | 12 % |
ai firasat? Dari balik teleskop ini, wajah-wajah memunculkan |
pesonanya |
sendiri, yang berbeda dibanding dengan bila kita berhadapan | 48 % |
tu per satu, seolah-olah aku berada di antara mereka. Sebuah |
pesta |
yang meriah. Ada kambing-guling. Hmmm… Garis silang pada tel | 6 % |
rpakaian preman mondar-mandir membawa walkie-talkie. Agaknya |
pesta |
kambing-guling pada tepi kolam renang dalam sebuah hotel di | 32 % |
kan diri dengan sopan, tapi makan banyak-banyak. Tampak pula |
petugas |
berpakaian preman mondar-mandir membawa walkie-talkie. Agakn | 31 % |
lakang orkes, dekat meja prasmanan. Ada beberapa wanita, dan |
petugas-petugas |
berpakaian preman. Yang mana? Aku meneliti mereka satu per s | 66 % |
ubuh orang itu akan roboh. Bisa roboh perlahan-lahan seperti |
pohon |
ditebang, bisa pula tersentak dan mengacaukan kerumunan oran | 8 % |
dia bicara. “Tunggu perintah apa lagi?” “Kau tak perlu tahu, |
pokoknya |
tunggu!” “Ini tidak ada dalam perjanjian.” “Ada! Kamu jangan | 63 % |
agan. Mungkin satunya lagi. Rambutnya lurus dan hitam dengan |
poni |
menutup dahinya. Matanya menatap tajam ke arah si baju batik | 68 % |
elatuk. Kutatap lagi wajah itu, rasanya begitu dekat, bahkan |
pori-porinya |
terlihat dengan jelas. Aku bagaikan menatap bayang-bayang ta | 58 % |
ari lantai 7 seperti ini. Kuangkat kembali senapanku. Kucari |
posisi |
yang enak. Sambil mengunyah kacang aku mengintip kembali lew | 39 % |
an, tapi makan banyak-banyak. Tampak pula petugas berpakaian |
preman |
mondar-mandir membawa walkie-talkie. Agaknya pesta kambing-g | 31 % |
oboh. Bisa roboh perlahan-lahan seperti pohon ditebang, bisa |
pula |
tersentak dan mengacaukan kerumunan orang yang sedang tertaw | 8 % |
bunyikan diri dengan sopan, tapi makan banyak-banyak. Tampak |
pula |
petugas berpakaian preman mondar-mandir membawa walkie-talki | 31 % |
ar hotel ini. Aku ingin buru-buru menembak sasaranku, lantas |
pulang |
dan minum segelas bir. “Hei, kamu masih di situ?” tiba-tiba | 35 % |
m waktunya. Ia akan datang sebentar lagi. Dan sebetulnya aku |
pun |
tak perlu terlalu repot mencarinya karena pesawat komunikasi | 12 % |
penting. Malam cerah dan langit penuh bintang. Bahkan bulan |
pun |
sedang purnama. Kuletakkan senapanku karena pegal. Aku berja | 33 % |
lain. Mungkin ia punya istri, punya anak. Bahkan kupikir ia |
pun |
pantas punya cucu. Mereka akan bertangisan setelah mendengar | 52 % |
ak akan lari. “Jangan lari, tak ada gunanya, tak ada seorang |
pun |
yang akan tahu siapa menembakmu. Senapan ini dilengkapi pere | 87 % |
tembak! Please...” “Siapa?” “Aku…aku bisa celaka.” “Sekarang |
pun |
kamu bisa celaka. Kuhitung sampai tiga. Satu…” “Kamu gila, k | 94 % |
hnya licik dan penuh tipu daya. Sangat memuakkan. Padahal ia |
pun |
sudah tua. Kubidikkan garis silang teleskopku ke jantungnya, | 98 % |
skop. Para wanita dengan pakaian malam yang anggun. Ada yang |
punggungnya |
terbuka. Cantik sekali. Aku tak mengira seorang wanita akan | 16 % |
an berlubang itu, aku berpikir tentang yang lain. Mungkin ia |
punya |
istri, punya anak. Bahkan kupikir ia pun pantas punya cucu. | 52 % |
itu, aku berpikir tentang yang lain. Mungkin ia punya istri, |
punya |
anak. Bahkan kupikir ia pun pantas punya cucu. Mereka akan b | 52 % |
kin ia punya istri, punya anak. Bahkan kupikir ia pun pantas |
punya |
cucu. Mereka akan bertangisan setelah mendengar kematian ora | 52 % |
erwibawa. Ia sudah setengah umur tapi tak tampak telah uzur. |
rambutnya |
disisr rapi ke belakang. Ia tak banyak tertawa dan tersenyum | 45 % |
g. Ada satu wanita bertampang juragan. Mungkin satunya lagi. |
rambutnya |
lurus dan hitam dengan poni menutup dahinya. Matanya menatap | 68 % |
” Jadi seperti inilah semua pembunuhan itu berlangsung. Mata |
rantai |
tanpa ujung dan pangkal. Wanita ini tentu hanya salah satu m | 72 % |
h setengah umur tapi tak tampak telah uzur. Rambutnya disisr |
rapi |
ke belakang. Ia tak banyak tertawa dan tersenyum. Orang-oran | 45 % |
kan lagi senapanku. Mengintip kelakuan orang tanpa diketahui |
rasanya |
menyenangkan. sepasang mata bola dari balik jendela Belum ha | 26 % |
bola dari balik jendela Belum habis juga lagu keroncong itu. |
rasanya |
lama sekali. Seperti juga orang-orang di bawah sana, aku tak | 27 % |
ra kumatikan lagi. Acara televisi selalu buruk. Sunyi sekali |
rasanya |
kamar hotel ini. Aku ingin buru-buru menembak sasaranku, lan | 35 % |
hanya membidik dan menekan pelatuk. Kutatap lagi wajah itu, |
rasanya |
begitu dekat, bahkan pori-porinya terlihat dengan jelas. Aku | 57 % |
Tentu lebih menarik lagi kalau tubuh itu terpental ke kolam |
renang |
dengan suara bergedebur sehingga airnya muncrat membasahi pa | 9 % |
ehingga airnya muncrat membasahi pakaian para tamu dan kolam |
renang |
itu segera berwarna merah karena darah dan wanita-wanita ber | 10 % |
walkie-talkie. Agaknya pesta kambing-guling pada tepi kolam |
renang |
dalam sebuah hotel di tepi pantai ini dihadiri orang-orang p | 32 % |
at mike yang tergantung di bawah daguku. “Dia di sudut kolam |
renang |
sebelah selatan, dekat payung hijau.” Kugeserkan senapanku k | 42 % |
tang sebentar lagi. Dan sebetulnya aku pun tak perlu terlalu |
repot |
mencarinya karena pesawat komunikasi yang terpasang pada tel | 12 % |
nya. Agak tegang juga aku menunggu perintah menembak. Itulah |
repotnya |
selalu bekerja berdasarkan kontrak. Tidak bisa seenaknya sen | 55 % |
dak bersalah." “Itu bukan urusanmu, tahun lalu kamu menembak |
ribuan |
orang yang tidak bersalah.” “Itu urusanku sendiri, katakan c | 85 % |
roncong itu dengan sungguh-sungguh. Mereka bercakap sendiri, |
riuh |
dan tawa sesekali pecah dari tiap kerumunan. Tak semuanya tu | 3 % |
u sudah siap menembak. Satu tekanan telunjuk akan mengakhiri |
riwayat |
lelaki itu. Garis silang pada teleskop kugeser agak ke sampi | 76 % |
ahi itu akan berlubang. Dan tubuh orang itu akan roboh. Bisa |
roboh |
perlahan-lahan seperti pohon ditebang, bisa pula tersentak d | 8 % |
, dan kulihat dari teleskop dia memang berkata-kata sendiri. |
rupanya |
betul dia. Ia mendengar lewat giwang dan berbicara padaku le | 70 % |
entikan kehidupan orang itu, akukah atau Kamu? Orang itu tak |
sadar |
sama sekali kalau malaikan maut telah mengelus-elus tengkukn | 59 % |
a kambing-guling. Hmmm… Garis silang pada teleskop itu terus |
saja |
bergerak. Sesekali berhenti pada dahi seseorang, dan mengiku | 6 % |
. Dari balik teleskop kuteliti orang-orang yang makin banyak |
saja |
berdatangan. Ada sesuatu yang terasa kurang enak setiap kali | 22 % |
Mata rantai tanpa ujung dan pangkal. Wanita ini tentu hanya |
salah |
satu mata rantai. Kualihkan senapanku kembali pada sasaran. | 72 % |
n kehidupan orang itu, akukah atau Kamu? Orang itu tak sadar |
sama |
sekali kalau malaikan maut telah mengelus-elus tengkuknya. “ | 59 % |
p. Angin laut yang basah terasa asin di bibirku. Iseng-iseng |
sambil |
menunggu sasaran, aku mencari orang yang berbicara padaku. D | 15 % |
ti ini. Kuangkat kembali senapanku. Kucari posisi yang enak. |
sambil |
mengunyah kacang aku mengintip kembali lewat teleskop. Garis | 39 % |
atian Ninoy di Filipina…. Tapi aku tidak tahu politik. Jadi, |
sambil |
menatap wajah yang akan berlubang itu, aku berpikir tentang | 51 % |
menahan diri untuk tidak ikut terbakar. Ia mengangguk-angguk |
sambil |
mencuri pandang ke sekelilingnya. Seperti khawatir ada yang | 75 % |
u…aku bisa celaka.” “Sekarang pun kamu bisa celaka. Kuhitung |
sampai |
tiga. Satu…” “Kamu gila, kamu merusak segala-galanya.” “Dua. | 94 % |
n, tersenyum dan tertawa. Ada ibu-ibu berdiri dengan kaku di |
samping |
suaminya yang sibuk bicara dengan tangan bergerak-gerak ke s | 30 % |
Ataukah karena perasaanku saja. Namun sungguh mati, aku akan |
sangat |
berbahagia kalau korbanku kali ini adalah seseorang yang mem | 25 % |
ia harus menjawab banyak pertanyaan. Dan aku merasa bahwa ia |
sangat |
hati-hati menjawab. Wajahnya menunjukkan niat bersopan santu | 50 % |
elapak tangan yang lain. Wajahnya licik dan penuh tipu daya. |
sangat |
memuakkan. Padahal ia pun sudah tua. Kubidikkan garis silang | 98 % |
angat hati-hati menjawab. Wajahnya menunjukkan niat bersopan |
santun |
yang tidak menyebalkan. Apakah yang akan terjadi kalau ia ku | 50 % |
sering terjadi. Aku dibayar untuk menembak, siapa yang jadi |
sasaran |
bukan urusanku. “Tapi satu hal kau boleh tahu.” “Apa?" “Oran | 19 % |
.” “Pengkhianat?” “Ya, pengkhianat bangsa dan negara.” Jadi, |
sasaranku |
adalah seorang pengkhianat bangsa dan negara. Apakah aku ter | 21 % |
u. Lewat teleskop pada senapan ini, aku memperhatikan mereka |
satu |
per satu, seolah-olah aku berada di antara mereka. Sebuah pe | 5 % |
ntuk menembak, siapa yang jadi sasaran bukan urusanku. “Tapi |
satu |
hal kau boleh tahu.” “Apa?" “Orang itu pengkhianat.” “Pengkh | 20 % |
as-petugas berpakaian preman. Yang mana? Aku meneliti mereka |
satu |
per satu. Beberapa di antaranya jelas cuma pegawai perusahaa | 67 % |
apa di antaranya jelas cuma pegawai perusahaan catering. Ada |
satu |
wanita bertampang juragan. Mungkin satunya lagi. Rambutnya l | 67 % |
rantai tanpa ujung dan pangkal. Wanita ini tentu hanya salah |
satu |
mata rantai. Kualihkan senapanku kembali pada sasaran. Lelak | 73 % |
eperti khawatir ada yang mendengar. Aku sudah siap menembak. |
satu |
tekanan telunjuk akan mengakhiri riwayat lelaki itu. Garis s | 76 % |
laka.” “Sekarang pun kamu bisa celaka. Kuhitung sampai tiga. |
satu…” |
“Kamu gila, kamu merusak segala-galanya.” “Dua....” Hmm, ala | 95 % |
sahaan catering. Ada satu wanita bertampang juragan. Mungkin |
satunya |
lagi. Rambutnya lurus dan hitam dengan poni menutup dahinya. | 68 % |
h datang orangnya?” “Dia memakai baju batik merah, kebetulan |
satu-satunya |
yang merah di sini, jadi enak untuk kamu.” Kulihat ke bawah, | 37 % |
ak melakukan itu. Aku hanya bekerja berdasarkan kontrak. “Di |
sebelah |
mana dia?” tanyaku lewat mike yang tergantung di bawah daguk | 42 % |
yang tergantung di bawah daguku. “Dia di sudut kolam renang |
sebelah |
selatan, dekat payung hijau.” Kugeserkan senapanku ke kanan. | 42 % |
n jelas. Aku bagaikan menatap bayang-bayang takdir. Siapakah |
sebenarnya |
yang menghentikan kehidupan orang itu, akukah atau Kamu? Ora | 58 % |
ng yang mesti kubunuh. Memang belum waktunya. Ia akan datang |
sebentar |
lagi. Dan sebetulnya aku pun tak perlu terlalu repot mencari | 12 % |
“Dari tadi aku sudah siap, yang mana orangnya?” “Sabar dong, |
sebentar |
lagi.” Dari teras lantai 7 hotel ini, aku masih mengintip le | 14 % |
masih tertawa-tawa dan tersenyum-senyum. Aku juga tersenyum. |
sebentar |
lagi wajahmu akan ketakutan tanpa tahu malu. Tapi aku tidak | 41 % |
uh. Memang belum waktunya. Ia akan datang sebentar lagi. Dan |
sebetulnya |
aku pun tak perlu terlalu repot mencarinya karena pesawat ko | 12 % |
reka satu per satu, seolah-olah aku berada di antara mereka. |
sebuah |
pesta yang meriah. Ada kambing-guling. Hmmm… Garis silang pa | 6 % |
gnya. “Kamu sudah siap?” terdengar suara pada headphone itu, |
sebuah |
suara yang merdu. “Dari tadi aku sudah siap, yang mana orang | 13 % |
e. Agaknya pesta kambing-guling pada tepi kolam renang dalam |
sebuah |
hotel di tepi pantai ini dihadiri orang-orang penting. Malam | 32 % |
di telingaku mengiang suara penyanyi itu, yang memulai lagi |
sebuah |
lagu keroncong, lagu kesenangan orang-orang tua. Ini memang | 99 % |
ng, bisa pula tersentak dan mengacaukan kerumunan orang yang |
sedang |
tertawa-tawa itu, menumpahkan gelas pada nampang yang dibawa | 8 % |
ting. Malam cerah dan langit penuh bintang. Bahkan bulan pun |
sedang |
purnama. Kuletakkan senapanku karena pegal. Aku berjalan ke | 33 % |
hkan senapanku kembali pada sasaran. Lelaki setengah tua itu |
sedang |
mendengarkan cerita seseorang di hadapannya dengan sabar. Or | 73 % |
” Kuarahkan senapanku ke sana. Dan aku melihat orang itu. Ia |
sedang |
bercerita dengan berapi-api. Tangannya bergerak kian kemari, | 96 % |
ulah repotnya selalu bekerja berdasarkan kontrak. Tidak bisa |
seenaknya |
sendiri. Aku dibayar untuk mengarahkan garis silang teleskop | 55 % |
g suaminya yang sibuk bicara dengan tangan bergerak-gerak ke |
segala |
penjuru. Bapak-bapak yang dari wajahnya tampak berjiwa pegaw | 30 % |
ingin buru-buru menembak sasaranku, lantas pulang dan minum |
segelas |
bir. “Hei, kamu masih di situ?” tiba-tiba terdengar lagi sua | 35 % |
nya muncrat membasahi pakaian para tamu dan kolam renang itu |
segera |
berwarna merah karena darah dan wanita-wanita berteriak: “Au | 10 % |
m kamar, mengambil kacang dari meja. Kupasang televisi, tapi |
segera |
kumatikan lagi. Acara televisi selalu buruk. Sunyi sekali ra | 34 % |
sekarang tolol, atau kamu akan mati!” “Justru kamu yang bisa |
segera |
mati.” “Omong kosong! Kamu tak tahu di mana aku.” “Kamu mema | 83 % |
redam. Kamu tahu tembakanku belum pernah luput, dan aku bisa |
segera |
lenyap.” Wajahnya menatap ke atas, ke arahku. Kulihat ia ber | 88 % |
tubuh itu terpental ke kolam renang dengan suara bergedebur |
sehingga |
airnya muncrat membasahi pakaian para tamu dan kolam renang | 10 % |
pi segera kumatikan lagi. Acara televisi selalu buruk. Sunyi |
sekali |
rasanya kamar hotel ini. Aku ingin buru-buru menembak sasara | 35 % |
idupan orang itu, akukah atau Kamu? Orang itu tak sadar sama |
sekali |
kalau malaikan maut telah mengelus-elus tengkuknya. “Bagaima | 59 % |
tra tanda mata darimu Busyet! Lagu keroncong itu lagi, jelas |
sekali |
di telingaku. Pasti ia berada di dekat orkes. Kucari-cari se | 64 % |
erlu mendengarkannya dengan sungguh-sungguh. Musik keroncong |
sekarang |
ini seperti benda museum, para senimannya kurang jenius untu | 28 % |
padaku,” kataku lagi, “apa kesalahan orang itu?” “Tembak dia |
sekarang |
tolol, atau kamu akan mati!” “Justru kamu yang bisa segera m | 82 % |
lagi, karena ingin meyakinkan, memang dia orangnya. “Tembak |
sekarang!” |
Jadi seperti inilah semua pembunuhan itu berlangsung. Mata r | 71 % |
kah ia seorang pengkhianat?” “Tidak usah tanya-tanya, tembak |
sekarang!” |
Aku menatap lagi matanya, pengkhianat yang bagaimana? “Pengk | 79 % |
-kenang akan masa lalunya. Mereka terserak di bawah sana, di |
sekitar |
kolam renang, tapi tampaknya tak banyak yang mendengarkan la | 2 % |
li di telingaku. Pasti ia berada di dekat orkes. Kucari-cari |
sekitar |
orkes. Teleskopku sempat mampir di dada penyanyi keroncong y | 64 % |
upasang televisi, tapi segera kumatikan lagi. Acara televisi |
selalu |
buruk. Sunyi sekali rasanya kamar hotel ini. Aku ingin buru- | 34 % |
tegang juga aku menunggu perintah menembak. Itulah repotnya |
selalu |
bekerja berdasarkan kontrak. Tidak bisa seenaknya sendiri. A | 55 % |
ang paling mematikan, untuk kemudian menekan pelatuknya. Aku |
selalu |
mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku tidak membunuh oran | 56 % |
i tidak ada dalam perjanjian.” “Ada! Kamu jangan main gila.” |
selendang |
sutra tanda mata darimu Busyet! Lagu keroncong itu lagi, jel | 63 % |
Kau tidak perlu tahu, ini bagian dari kontrak kita.” Kontrak |
semacam |
ini memang sering terjadi. Aku dibayar untuk menembak, siapa | 19 % |
sudah tua. Kubidikkan garis silang teleskopku ke jantungnya, |
sementara |
di telingaku mengiang suara penyanyi itu, yang memulai lagi | 98 % |
berada di dekat orkes. Kucari-cari sekitar orkes. Teleskopku |
sempat |
mampir di dada penyanyi keroncong yang membusung itu. Ada be | 65 % |
memang dia orangnya. “Tembak sekarang!” Jadi seperti inilah |
semua |
pembunuhan itu berlangsung. Mata rantai tanpa ujung dan pang | 72 % |
amu mau apa? Aku tidak tahu banyak.” “Aku ingin tahu, apakah |
semua |
itu merupakan alasan yang cukup untuk membunuhnya.” “Itu buk | 90 % |
ndiri, riuh dan tawa sesekali pecah dari tiap kerumunan. Tak |
semuanya |
tua memang, bahkan banyak wanita muda. Paling tidak itulah y | 4 % |
g tidak itulah yang menarik perhatianku. Lewat teleskop pada |
senapan |
ini, aku memperhatikan mereka satu per satu, seolah-olah aku | 5 % |
bunuh bayaran. Tanganku tiba-tiba bergerak sendiri menggeser |
senapan |
itu. Dengan indra keenam ia kucari di antara kerumunan orang | 61 % |
rasaan aneh tiba-tiba merasuki diriku. Aku malah mengarahkan |
senapan |
pada wanita itu. “Laras senapanku mengarah padamu manis,” ka | 81 % |
unanya, tak ada seorang pun yang akan tahu siapa menembakmu. |
senapan |
ini dilengkapi peredam. Kamu tahu tembakanku belum pernah lu | 87 % |
t penuh bintang. Bahkan bulan pun sedang purnama. Kuletakkan |
senapanku |
karena pegal. Aku berjalan ke dalam kamar, mengambil kacang | 33 % |
olam renang sebelah selatan, dekat payung hijau.” Kugeserkan |
senapanku |
ke kanan. Kulewati lagi wajah-wajah berlemak, klimis, dan ge | 43 % |
sendiri. Aku dibayar untuk mengarahkan garis silang teleskop |
senapanku |
pada tempat yang paling mematikan, untuk kemudian menekan pe | 56 % |
al. Wanita ini tentu hanya salah satu mata rantai. Kualihkan |
senapanku |
kembali pada sasaran. Lelaki setengah tua itu sedang mendeng | 73 % |
iriku. Aku malah mengarahkan senapan pada wanita itu. “Laras |
senapanku |
mengarah padamu manis,” kataku dingin. “Apa-apaan ini?” Dala | 81 % |
rang yang harus kamu tembak.” “Berkacamata?” “Ya.” Kuarahkan |
senapanku |
ke sana. Dan aku melihat orang itu. Ia sedang bercerita deng | 96 % |
mudian menekan pelatuknya. Aku selalu mengatakan pada diriku |
sendiri |
bahwa aku tidak membunuh orang, aku hanya membidik dan menek | 57 % |
bentak seorang pembunuh bayaran. Tanganku tiba-tiba bergerak |
sendiri |
menggeser senapan itu. Dengan indra keenam ia kucari di anta | 61 % |
guh. Musik keroncong sekarang ini seperti benda museum, para |
senimannya |
kurang jenius untuk membuatnya lebih berkembang. Di manakah | 28 % |
Keroncong Pembunuhan Oleh: |
seno |
Gumira Ajidarma hampir malam di Yogya ketika keretaku tiba L | 0 % |
op pada senapan ini, aku memperhatikan mereka satu per satu, |
seolah-olah |
aku berada di antara mereka. Sebuah pesta yang meriah. Ada k | 5 % |
Ada yang punggungnya terbuka. Cantik sekali. Aku tak mengira |
seorang |
wanita akan terlibat dalam pembunuhan seperti ini. “Siapa sa | 17 % |
“Ya, pengkhianat bangsa dan negara.” Jadi, sasaranku adalah |
seorang |
pengkhianat bangsa dan negara. Apakah aku termasuk pahlawan | 21 % |
ita cantik terpaksa kulewati begitu saja. Dan, nah, itu dia, |
seorang |
lelaki yang mamakai baju batik berwarna merah. Wajahnya tamp | 44 % |
i ketika mengetahui cara kematiannya. Biar saja. Bukankah ia |
seorang |
pengkhianat bangsa dan negara? Ia pantas mendapatkan hukuman | 54 % |
u perintah!” Sialan cewek itu, berani benar membentak-bentak |
seorang |
pembunuh bayaran. Tanganku tiba-tiba bergerak sendiri mengge | 60 % |
irinya. Dan aku menatap mata orang itu. Astaga. Benarkah dia |
seorang |
pengkhianat? “Kau tidak keliru? Benarkah ia seorang pengkhia | 78 % |
rkah dia seorang pengkhianat? “Kau tidak keliru? Benarkah ia |
seorang |
pengkhianat?” “Tidak usah tanya-tanya, tembak sekarang!” Aku | 78 % |
k beranjak akan lari. “Jangan lari, tak ada gunanya, tak ada |
seorang |
pun yang akan tahu siapa menembakmu. Senapan ini dilengkapi | 87 % |
ngintip kelakuan orang tanpa diketahui rasanya menyenangkan. |
sepasang |
mata bola dari balik jendela Belum habis juga lagu keroncong | 26 % |
g. Dan tubuh orang itu akan roboh. Bisa roboh perlahan-lahan |
seperti |
pohon ditebang, bisa pula tersentak dan mengacaukan kerumuna | 8 % |
ku tak mengira seorang wanita akan terlibat dalam pembunuhan |
seperti |
ini. “Siapa sasaranku?” tanyaku minggu lalu, ketika dia meme | 17 % |
, ketika dia memesan penembakan ini. Dilakukan lewat telepon |
seperti |
itu, tentu wajahnya hanya bisa kukira-kira saja. “Kau tidak | 18 % |
la Belum habis juga lagu keroncong itu. Rasanya lama sekali. |
seperti |
juga orang-orang di bawah sana, aku tak perlu mendengarkanny | 27 % |
rkannya dengan sungguh-sungguh. Musik keroncong sekarang ini |
seperti |
benda museum, para senimannya kurang jenius untuk membuatnya | 28 % |
rah di sini, jadi enak untuk kamu.” Kulihat ke bawah, mereka |
seperti |
kerumunan makhluk-makhluk kecil, tentu tak terlalu jelas man | 38 % |
ak terlalu jelas mana yang berbaju batik merah dari lantai 7 |
seperti |
ini. Kuangkat kembali senapanku. Kucari posisi yang enak. Sa | 39 % |
gin meyakinkan, memang dia orangnya. “Tembak sekarang!” Jadi |
seperti |
inilah semua pembunuhan itu berlangsung. Mata rantai tanpa u | 72 % |
a mengangguk-angguk sambil mencuri pandang ke sekelilingnya. |
seperti |
khawatir ada yang mendengar. Aku sudah siap menembak. Satu t | 75 % |
enak di sana. Apakah karena banyak yang memakai baju resmi, |
seragam |
yang kubenci? Ataukah karena perasaanku saja. Namun sungguh | 24 % |
u, ini bagian dari kontrak kita.” Kontrak semacam ini memang |
sering |
terjadi. Aku dibayar untuk menembak, siapa yang jadi sasaran | 19 % |
ngan sungguh-sungguh. Mereka bercakap sendiri, riuh dan tawa |
sesekali |
pecah dari tiap kerumunan. Tak semuanya tua memang, bahkan b | 4 % |
g. Hmmm… Garis silang pada teleskop itu terus saja bergerak. |
sesekali |
berhenti pada dahi seseorang, dan mengikutinya. Kalau kuteka | 6 % |
i, aku akan sangat berbahagia kalau korbanku kali ini adalah |
seseorang |
yang memuakkan. Kuedarkan lagi senapanku. Mengintip kelakuan | 25 % |
sasaran. Lelaki setengah tua itu sedang mendengarkan cerita |
seseorang |
di hadapannya dengan sabar. Orang yang bercerita itu tampak | 73 % |
kuteliti orang-orang yang makin banyak saja berdatangan. Ada |
sesuatu |
yang terasa kurang enak setiap kali aku menatap wajah orang- | 22 % |
an kupikir ia pun pantas punya cucu. Mereka akan bertangisan |
setelah |
mendengar kematian orang ini, dan tangis itu akan makin menj | 53 % |
atik berwarna merah. Wajahnya tampan dan berwibawa. Ia sudah |
setengah |
umur tapi tak tampak telah uzur. Rambutnya disisr rapi ke be | 45 % |
ata rantai. Kualihkan senapanku kembali pada sasaran. Lelaki |
setengah |
tua itu sedang mendengarkan cerita seseorang di hadapannya d | 73 % |
banyak saja berdatangan. Ada sesuatu yang terasa kurang enak |
setiap |
kali aku menatap wajah orang-orang di bawah itu. Memang waja | 22 % |
m dengan poni menutup dahinya. Matanya menatap tajam ke arah |
si |
baju batik merah! “Tembaklah dia sekarang,” ujarnya pelan da | 68 % |
kuknya. “Bagaimana? Sekarang?” “Aku bilang tunggu perintah!” |
sialan |
cewek itu, berani benar membentak-bentak seorang pembunuh ba | 60 % |
inya karena pesawat komunikasi yang terpasang pada telingaku |
siap |
menunjukkan orangnya. “Kamu sudah siap?” terdengar suara pad | 13 % |
ekelilingnya. Seperti khawatir ada yang mendengar. Aku sudah |
siap |
menembak. Satu tekanan telunjuk akan mengakhiri riwayat lela | 75 % |
macam ini memang sering terjadi. Aku dibayar untuk menembak, |
siapa |
yang jadi sasaran bukan urusanku. “Tapi satu hal kau boleh t | 19 % |
an lari, tak ada gunanya, tak ada seorang pun yang akan tahu |
siapa |
menembakmu. Senapan ini dilengkapi peredam. Kamu tahu tembak | 87 % |
hat dengan jelas. Aku bagaikan menatap bayang-bayang takdir. |
siapakah |
sebenarnya yang menghentikan kehidupan orang itu, akukah ata | 58 % |
wa. Ada ibu-ibu berdiri dengan kaku di samping suaminya yang |
sibuk |
bicara dengan tangan bergerak-gerak ke segala penjuru. Bapak | 30 % |
a. Sebuah pesta yang meriah. Ada kambing-guling. Hmmm… Garis |
silang |
pada teleskop itu terus saja bergerak. Sesekali berhenti pad | 6 % |
mengunyah kacang aku mengintip kembali lewat teleskop. Garis |
silang |
itu kembali beredar dari wajah ke wajah. Mereka masih tertaw | 40 % |
uninya dengan hormat. Ada juga yang berwajah menjilat. Garis |
silang |
pada teleskopku berhenti tepat di antara kedua matanya. “Apa | 46 % |
bisa seenaknya sendiri. Aku dibayar untuk mengarahkan garis |
silang |
teleskop senapanku pada tempat yang paling mematikan, untuk | 56 % |
u tekanan telunjuk akan mengakhiri riwayat lelaki itu. Garis |
silang |
pada teleskop kugeser agak ke samping, supaya lubang peluru | 76 % |
Sangat memuakkan. Padahal ia pun sudah tua. Kubidikkan garis |
silang |
teleskopku ke jantungnya, sementara di telingaku mengiang su | 98 % |
kucari di antara kerumunan orang banyak. Wajah-wajah cantik |
silih |
berganti mengisi teleskopku. Aku harus memancing dia bicara. | 62 % |
nyum dan tertawa. Ada ibu-ibu berdiri dengan kaku di samping |
suaminya |
yang sibuk bicara dengan tangan bergerak-gerak ke segala pen | 30 % |
enarik lagi kalau tubuh itu terpental ke kolam renang dengan |
suara |
bergedebur sehingga airnya muncrat membasahi pakaian para ta | 10 % |
gaku siap menunjukkan orangnya. “Kamu sudah siap?” terdengar |
suara |
pada headphone itu, sebuah suara yang merdu. “Dari tadi aku | 13 % |
Kamu sudah siap?” terdengar suara pada headphone itu, sebuah |
suara |
yang merdu. “Dari tadi aku sudah siap, yang mana orangnya?” | 13 % |
las bir. “Hei, kamu masih di situ?” tiba-tiba terdengar lagi |
suara |
itu. “Ya, kenapa?” “Jangan main-main! Aku tahu kamu tidak di | 36 % |
ng teleskopku ke jantungnya, sementara di telingaku mengiang |
suara |
penyanyi itu, yang memulai lagi sebuah lagu keroncong, lagu | 99 % |
ng terpasang pada telingaku siap menunjukkan orangnya. “Kamu |
sudah |
siap?” terdengar suara pada headphone itu, sebuah suara yang | 13 % |
pada headphone itu, sebuah suara yang merdu. “Dari tadi aku |
sudah |
siap, yang mana orangnya?” “Sabar dong, sebentar lagi.” Dari | 13 % |
tidak di tempat!” Aku bergegas kembali ke teras. “Bagaimana? |
sudah |
datang orangnya?” “Dia memakai baju batik merah, kebetulan s | 37 % |
baju batik berwarna merah. Wajahnya tampan dan berwibawa. Ia |
sudah |
setengah umur tapi tak tampak telah uzur. Rambutnya disisr r | 45 % |
g ke sekelilingnya. Seperti khawatir ada yang mendengar. Aku |
sudah |
siap menembak. Satu tekanan telunjuk akan mengakhiri riwayat | 75 % |
i belakang orkes.” Dan kulihat wajahnya menjadi pucat. “Kamu |
sudah |
melanggar kontrak.” “Aku tidak mau menembak orang yang tidak | 84 % |
licik dan penuh tipu daya. Sangat memuakkan. Padahal ia pun |
sudah |
tua. Kubidikkan garis silang teleskopku ke jantungnya, semen | 98 % |
tanyaku lewat mike yang tergantung di bawah daguku. “Dia di |
sudut |
kolam renang sebelah selatan, dekat payung hijau.” Kugeserka | 42 % |
seragam yang kubenci? Ataukah karena perasaanku saja. Namun |
sungguh |
mati, aku akan sangat berbahagia kalau korbanku kali ini ada | 24 % |
si, tapi segera kumatikan lagi. Acara televisi selalu buruk. |
sunyi |
sekali rasanya kamar hotel ini. Aku ingin buru-buru menembak | 34 % |
aki itu. Garis silang pada teleskop kugeser agak ke samping, |
supaya |
lubang peluru pada kepalanya tidak membuat pembagian yang te | 76 % |
a dalam perjanjian.” “Ada! Kamu jangan main gila.” selendang |
sutra |
tanda mata darimu Busyet! Lagu keroncong itu lagi, jelas sek | 63 % |
gar suara pada headphone itu, sebuah suara yang merdu. “Dari |
tadi |
aku sudah siap, yang mana orangnya?” “Sabar dong, sebentar l | 13 % |
rdengar lagi suara itu. “Ya, kenapa?” “Jangan main-main! Aku |
tahu |
kamu tidak di tempat!” Aku bergegas kembali ke teras. “Bagai | 36 % |
u juga tersenyum. Sebentar lagi wajahmu akan ketakutan tanpa |
tahu |
malu. Tapi aku tidak melakukan itu. Aku hanya bekerja berdas | 41 % |
ti? Aku teringat kematian Ninoy di Filipina…. Tapi aku tidak |
tahu |
politik. Jadi, sambil menatap wajah yang akan berlubang itu, | 51 % |
“Justru kamu yang bisa segera mati.” “Omong kosong! Kamu tak |
tahu |
di mana aku.” “Kamu memakai cheongsam dengan belahan di paha | 83 % |
“Jangan lari, tak ada gunanya, tak ada seorang pun yang akan |
tahu |
siapa menembakmu. Senapan ini dilengkapi peredam. Kamu tahu | 87 % |
tahu siapa menembakmu. Senapan ini dilengkapi peredam. Kamu |
tahu |
tembakanku belum pernah luput, dan aku bisa segera lenyap.” | 87 % |
yataan yang tidak benar.” “Lantas?” “Kamu mau apa? Aku tidak |
tahu |
banyak.” “Aku ingin tahu, apakah semua itu merupakan alasan | 90 % |
rahku dengan pandang menghiba. “Jangan tembak aku! Aku tidak |
tahu |
apa-apa!” “Siapa yang menyuruhmu?” “Aku tidak tahu apa-apa.” | 93 % |
Aku tidak tahu apa-apa!” “Siapa yang menyuruhmu?” “Aku tidak |
tahu |
apa-apa.” “Leontinmu manis...” “Ah, jangan, jangan tembak! P | 93 % |
au menembak orang yang tidak bersalah." “Itu bukan urusanmu, |
tahun |
lalu kamu menembak ribuan orang yang tidak bersalah.” “Itu u | 85 % |
lurus dan hitam dengan poni menutup dahinya. Matanya menatap |
tajam |
ke arah si baju batik merah! “Tembaklah dia sekarang,” ujarn | 68 % |
serak di bawah sana, di sekitar kolam renang, tapi tampaknya |
tak |
banyak yang mendengarkan lagu keroncong itu dengan sungguh-s | 3 % |
p sendiri, riuh dan tawa sesekali pecah dari tiap kerumunan. |
tak |
semuanya tua memang, bahkan banyak wanita muda. Paling tidak | 4 % |
hi seseorang, dan mengikutinya. Kalau kutekankan telunjukku, |
tak |
pelak lagi dahi itu akan berlubang. Dan tubuh orang itu akan | 7 % |
ktunya. Ia akan datang sebentar lagi. Dan sebetulnya aku pun |
tak |
perlu terlalu repot mencarinya karena pesawat komunikasi yan | 12 % |
ang anggun. Ada yang punggungnya terbuka. Cantik sekali. Aku |
tak |
mengira seorang wanita akan terlibat dalam pembunuhan sepert | 17 % |
nya lama sekali. Seperti juga orang-orang di bawah sana, aku |
tak |
perlu mendengarkannya dengan sungguh-sungguh. Musik keroncon | 27 % |
bawah, mereka seperti kerumunan makhluk-makhluk kecil, tentu |
tak |
terlalu jelas mana yang berbaju batik merah dari lantai 7 se | 38 % |
. Wajahnya tampan dan berwibawa. Ia sudah setengah umur tapi |
tak |
tampak telah uzur. Rambutnya disisr rapi ke belakang. Ia tak | 45 % |
tak tampak telah uzur. Rambutnya disisr rapi ke belakang. Ia |
tak |
banyak tertawa dan tersenyum. Orang-orang mengerumuninya den | 45 % |
ing dengan bila kita berhadapan langsung dengan orangnya. Ia |
tak |
banyak bicara, namun tampaknya ia harus menjawab banyak pert | 49 % |
enghentikan kehidupan orang itu, akukah atau Kamu? Orang itu |
tak |
sadar sama sekali kalau malaikan maut telah mengelus-elus te | 59 % |
harus memancing dia bicara. “Tunggu perintah apa lagi?” “Kau |
tak |
perlu tahu, pokoknya tunggu!” “Ini tidak ada dalam perjanjia | 62 % |
i!” “Justru kamu yang bisa segera mati.” “Omong kosong! Kamu |
tak |
tahu di mana aku.” “Kamu memakai cheongsam dengan belahan di | 83 % |
ng itu!” Wanita itu tampak beranjak akan lari. “Jangan lari, |
tak |
ada gunanya, tak ada seorang pun yang akan tahu siapa menemb | 86 % |
tu tampak beranjak akan lari. “Jangan lari, tak ada gunanya, |
tak |
ada seorang pun yang akan tahu siapa menembakmu. Senapan ini | 87 % |
anis, ia bisa pecah berantakan oleh peluruku, dan peluru itu |
tak |
akan berhenti di situ.” Wajah itu kembali menatap ke arahku | 92 % |
erak-gerak ke segala penjuru. Bapak-bapak yang dari wajahnya |
tampak |
berjiwa pegawai, menyembunyikan diri dengan sopan, tapi maka | 30 % |
menyembunyikan diri dengan sopan, tapi makan banyak-banyak. |
tampak |
pula petugas berpakaian preman mondar-mandir membawa walkie- | 31 % |
jahnya tampan dan berwibawa. Ia sudah setengah umur tapi tak |
tampak |
telah uzur. Rambutnya disisr rapi ke belakang. Ia tak banyak | 45 % |
seorang di hadapannya dengan sabar. Orang yang bercerita itu |
tampak |
berapi-api, namun lelaki itu kelihatannya menahan diri untuk | 74 % |
sendiri, katakan cepat apa kesalahan orang itu!” Wanita itu |
tampak |
beranjak akan lari. “Jangan lari, tak ada gunanya, tak ada s | 86 % |
Mereka terserak di bawah sana, di sekitar kolam renang, tapi |
tampaknya |
tak banyak yang mendengarkan lagu keroncong itu dengan sungg | 3 % |
adapan langsung dengan orangnya. Ia tak banyak bicara, namun |
tampaknya |
ia harus menjawab banyak pertanyaan. Dan aku merasa bahwa ia | 49 % |
rang lelaki yang mamakai baju batik berwarna merah. Wajahnya |
tampan |
dan berwibawa. Ia sudah setengah umur tapi tak tampak telah | 44 % |
ra bergedebur sehingga airnya muncrat membasahi pakaian para |
tamu |
dan kolam renang itu segera berwarna merah karena darah dan | 10 % |
m perjanjian.” “Ada! Kamu jangan main gila.” selendang sutra |
tanda |
mata darimu Busyet! Lagu keroncong itu lagi, jelas sekali di | 63 % |
iri dengan kaku di samping suaminya yang sibuk bicara dengan |
tangan |
bergerak-gerak ke segala penjuru. Bapak-bapak yang dari waja | 30 % |
kemari, mengepal dan memukul-mukulkan tinjunya pada telapak |
tangan |
yang lain. Wajahnya licik dan penuh tipu daya. Sangat memuak | 97 % |
itu, berani benar membentak-bentak seorang pembunuh bayaran. |
tanganku |
tiba-tiba bergerak sendiri menggeser senapan itu. Dengan ind | 61 % |
ku melihat orang itu. Ia sedang bercerita dengan berapi-api. |
tangannya |
bergerak kian kemari, mengepal dan memukul-mukulkan tinjunya | 96 % |
a akan bertangisan setelah mendengar kematian orang ini, dan |
tangis |
itu akan makin menjadi-jadi ketika mengetahui cara kematiann | 53 % |
emuakkan. Kuedarkan lagi senapanku. Mengintip kelakuan orang |
tanpa |
diketahui rasanya menyenangkan. sepasang mata bola dari bali | 26 % |
um. Aku juga tersenyum. Sebentar lagi wajahmu akan ketakutan |
tanpa |
tahu malu. Tapi aku tidak melakukan itu. Aku hanya bekerja b | 41 % |
seperti inilah semua pembunuhan itu berlangsung. Mata rantai |
tanpa |
ujung dan pangkal. Wanita ini tentu hanya salah satu mata ra | 72 % |
an terlibat dalam pembunuhan seperti ini. “Siapa sasaranku?” |
tanyaku |
minggu lalu, ketika dia memesan penembakan ini. Dilakukan le | 17 % |
ku hanya bekerja berdasarkan kontrak. “Di sebelah mana dia?” |
tanyaku |
lewat mike yang tergantung di bawah daguku. “Dia di sudut ko | 42 % |
Leontin yang indah, terpajang di dadanya yang tipis. “Apa?” |
tanyaku |
lagi, karena ingin meyakinkan, memang dia orangnya. “Tembak | 71 % |
nya. Mereka terserak di bawah sana, di sekitar kolam renang, |
tapi |
tampaknya tak banyak yang mendengarkan lagu keroncong itu de | 3 % |
rna merah karena darah dan wanita-wanita berteriak: “Auuww!” |
tapi |
aku belum menemukan orang yang mesti kubunuh. Memang belum w | 11 % |
bawah itu. Memang wajah mereka adalah wajah orang baik-baik, |
tapi |
entahlah apa yang kurang enak di sana. Apakah karena banyak | 23 % |
ya tampak berjiwa pegawai, menyembunyikan diri dengan sopan, |
tapi |
makan banyak-banyak. Tampak pula petugas berpakaian preman m | 31 % |
dalam kamar, mengambil kacang dari meja. Kupasang televisi, |
tapi |
segera kumatikan lagi. Acara televisi selalu buruk. Sunyi se | 34 % |
enyum. Sebentar lagi wajahmu akan ketakutan tanpa tahu malu. |
tapi |
aku tidak melakukan itu. Aku hanya bekerja berdasarkan kontr | 41 % |
merah. Wajahnya tampan dan berwibawa. Ia sudah setengah umur |
tapi |
tak tampak telah uzur. Rambutnya disisr rapi ke belakang. Ia | 45 % |
ia kutembak mati? Aku teringat kematian Ninoy di Filipina…. |
tapi |
aku tidak tahu politik. Jadi, sambil menatap wajah yang akan | 51 % |
tu dengan sungguh-sungguh. Mereka bercakap sendiri, riuh dan |
tawa |
sesekali pecah dari tiap kerumunan. Tak semuanya tua memang, | 4 % |
at bangsa dan negara? Ia pantas mendapatkan hukumannya. Agak |
tegang |
juga aku menunggu perintah menembak. Itulah repotnya selalu | 54 % |
i khawatir ada yang mendengar. Aku sudah siap menembak. Satu |
tekanan |
telunjuk akan mengakhiri riwayat lelaki itu. Garis silang pa | 76 % |
tampan dan berwibawa. Ia sudah setengah umur tapi tak tampak |
telah |
uzur. Rambutnya disisr rapi ke belakang. Ia tak banyak terta | 45 % |
au Kamu? Orang itu tak sadar sama sekali kalau malaikan maut |
telah |
mengelus-elus tengkuknya. “Bagaimana? Sekarang?” “Aku bilang | 59 % |
rak kian kemari, mengepal dan memukul-mukulkan tinjunya pada |
telapak |
tangan yang lain. Wajahnya licik dan penuh tipu daya. Sangat | 97 % |
ggu lalu, ketika dia memesan penembakan ini. Dilakukan lewat |
telepon |
seperti itu, tentu wajahnya hanya bisa kukira-kira saja. “Ka | 18 % |
ta muda. Paling tidak itulah yang menarik perhatianku. Lewat |
teleskop |
pada senapan ini, aku memperhatikan mereka satu per satu, se | 5 % |
sta yang meriah. Ada kambing-guling. Hmmm… Garis silang pada |
teleskop |
itu terus saja bergerak. Sesekali berhenti pada dahi seseora | 6 % |
awan jika menembaknya? Kugerakkan lagi senapanku. Dari balik |
teleskop |
kuteliti orang-orang yang makin banyak saja berdatangan. Ada | 22 % |
mengamati wajah itu. Adakah ia mempunyai firasat? Dari balik |
teleskop |
ini, wajah-wajah memunculkan pesonanya sendiri, yang berbeda | 48 % |
eenaknya sendiri. Aku dibayar untuk mengarahkan garis silang |
teleskop |
senapanku pada tempat yang paling mematikan, untuk kemudian | 56 % |
ekarang,” ujarnya pelan dalam headphone-ku, dan kulihat dari |
teleskop |
dia memang berkata-kata sendiri. Rupanya betul dia. Ia mende | 69 % |
lunjuk akan mengakhiri riwayat lelaki itu. Garis silang pada |
teleskop |
kugeser agak ke samping, supaya lubang peluru pada kepalanya | 76 % |
engarah padamu manis,” kataku dingin. “Apa-apaan ini?” Dalam |
teleskop |
kulihat wajahnya mendongak ke arahku dengan kaget. “Katakan | 81 % |
n hormat. Ada juga yang berwajah menjilat. Garis silang pada |
teleskopku |
berhenti tepat di antara kedua matanya. “Apakah harus kulaku | 46 % |
. Pasti ia berada di dekat orkes. Kucari-cari sekitar orkes. |
teleskopku |
sempat mampir di dada penyanyi keroncong yang membusung itu. | 64 % |
memuakkan. Padahal ia pun sudah tua. Kubidikkan garis silang |
teleskopku |
ke jantungnya, sementara di telingaku mengiang suara penyany | 98 % |
i meja. Kupasang televisi, tapi segera kumatikan lagi. Acara |
televisi |
selalu buruk. Sunyi sekali rasanya kamar hotel ini. Aku ingi | 34 % |
pot mencarinya karena pesawat komunikasi yang terpasang pada |
telingaku |
siap menunjukkan orangnya. “Kamu sudah siap?” terdengar suar | 12 % |
nyi keroncong yang membusung itu. Ada beberapa kerumunan. Di |
telingaku |
juga berdentang bunyi gelas dan piring. Ia mungkin di belaka | 65 % |
bidikkan garis silang teleskopku ke jantungnya, sementara di |
telingaku |
mengiang suara penyanyi itu, yang memulai lagi sebuah lagu k | 98 % |
ir ada yang mendengar. Aku sudah siap menembak. Satu tekanan |
telunjuk |
akan mengakhiri riwayat lelaki itu. Garis silang pada telesk | 76 % |
? Benarkah ia seorang pengkhianat?” “Tidak usah tanya-tanya, |
tembak |
sekarang!” Aku menatap lagi matanya, pengkhianat yang bagaim | 79 % |
bagaimana? Kenapa tidak diadili saja?” “Apa urusanmu tolol? |
tembak |
dia sekarang, atau kontrak kubatalkan!” Perasaan aneh tiba-t | 80 % |
u kembali menatap ke arahku dengan pandang menghiba. “Jangan |
tembak |
aku! Aku tidak tahu apa-apa!” “Siapa yang menyuruhmu?” “Aku | 93 % |
idak tahu apa-apa.” “Leontinmu manis...” “Ah, jangan, jangan |
tembak! |
Please...” “Siapa?” “Aku…aku bisa celaka.” “Sekarang pun kam | 94 % |
siapa menembakmu. Senapan ini dilengkapi peredam. Kamu tahu |
tembakanku |
belum pernah luput, dan aku bisa segera lenyap.” Wajahnya me | 87 % |
bayar untuk mengarahkan garis silang teleskop senapanku pada |
tempat |
yang paling mematikan, untuk kemudian menekan pelatuknya. Ak | 56 % |
itu. “Ya, kenapa?” “Jangan main-main! Aku tahu kamu tidak di |
tempat!” |
Aku bergegas kembali ke teras. “Bagaimana? Sudah datang oran | 36 % |
, sambil menatap wajah yang akan berlubang itu, aku berpikir |
tentang |
yang lain. Mungkin ia punya istri, punya anak. Bahkan kupiki | 52 % |
awa itu, menumpahkan gelas pada nampang yang dibawa pelayan. |
tentu |
lebih menarik lagi kalau tubuh itu terpental ke kolam renang | 9 % |
memesan penembakan ini. Dilakukan lewat telepon seperti itu, |
tentu |
wajahnya hanya bisa kukira-kira saja. “Kau tidak perlu tahu, | 18 % |
at ke bawah, mereka seperti kerumunan makhluk-makhluk kecil, |
tentu |
tak terlalu jelas mana yang berbaju batik merah dari lantai | 38 % |
berlangsung. Mata rantai tanpa ujung dan pangkal. Wanita ini |
tentu |
hanya salah satu mata rantai. Kualihkan senapanku kembali pa | 72 % |
ang berwajah menjilat. Garis silang pada teleskopku berhenti |
tepat |
di antara kedua matanya. “Apakah harus kulakukan sekarang?” | 47 % |
dir membawa walkie-talkie. Agaknya pesta kambing-guling pada |
tepi |
kolam renang dalam sebuah hotel di tepi pantai ini dihadiri | 32 % |
kambing-guling pada tepi kolam renang dalam sebuah hotel di |
tepi |
pantai ini dihadiri orang-orang penting. Malam cerah dan lan | 32 % |
siap, yang mana orangnya?” “Sabar dong, sebentar lagi.” Dari |
teras |
lantai 7 hotel ini, aku masih mengintip lewat teleskop. Angi | 14 % |
i, aku masih mengintip lewat teleskop. Angin laut yang basah |
terasa |
asin di bibirku. Iseng-iseng sambil menunggu sasaran, aku me | 15 % |
g-orang yang makin banyak saja berdatangan. Ada sesuatu yang |
terasa |
kurang enak setiap kali aku menatap wajah orang-orang di baw | 22 % |
pada telingaku siap menunjukkan orangnya. “Kamu sudah siap?” |
terdengar |
suara pada headphone itu, sebuah suara yang merdu. “Dari tad | 13 % |
dan minum segelas bir. “Hei, kamu masih di situ?” tiba-tiba |
terdengar |
lagi suara itu. “Ya, kenapa?” “Jangan main-main! Aku tahu ka | 36 % |
rkan kontrak. “Di sebelah mana dia?” tanyaku lewat mike yang |
tergantung |
di bawah daguku. “Dia di sudut kolam renang sebelah selatan, | 42 % |
balkan. Apakah yang akan terjadi kalau ia kutembak mati? Aku |
teringat |
kematian Ninoy di Filipina…. Tapi aku tidak tahu politik. Ja | 51 % |
iat bersopan santun yang tidak menyebalkan. Apakah yang akan |
terjadi |
kalau ia kutembak mati? Aku teringat kematian Ninoy di Filip | 50 % |
orang tua memang menyukai lagu keroncong, ini membuat mereka |
terkenang-kenang |
akan masa lalunya. Mereka terserak di bawah sana, di sekitar | 2 % |
u kesenangan orang-orang tua. Ini memang akan membuat mereka |
terkenang-kenang |
akan masa lalunya. Inilah keroncong fantasiii | 100 % |
akan datang sebentar lagi. Dan sebetulnya aku pun tak perlu |
terlalu |
repot mencarinya karena pesawat komunikasi yang terpasang pa | 12 % |
h, mereka seperti kerumunan makhluk-makhluk kecil, tentu tak |
terlalu |
jelas mana yang berbaju batik merah dari lantai 7 seperti in | 38 % |
ya lubang peluru pada kepalanya tidak membuat pembagian yang |
terlalu |
simetris. Peluruku akan menembus mata kirinya. Dan aku menat | 77 % |
terbuka. Cantik sekali. Aku tak mengira seorang wanita akan |
terlibat |
dalam pembunuhan seperti ini. “Siapa sasaranku?” tanyaku min | 17 % |
ap lagi wajah itu, rasanya begitu dekat, bahkan pori-porinya |
terlihat |
dengan jelas. Aku bagaikan menatap bayang-bayang takdir. Sia | 58 % |
nku adalah seorang pengkhianat bangsa dan negara. Apakah aku |
termasuk |
pahlawan jika menembaknya? Kugerakkan lagi senapanku. Dari b | 21 % |
ang tersembunyi dalam leontin kalungnya. Leontin yang indah, |
terpajang |
di dadanya yang tipis. “Apa?” tanyaku lagi, karena ingin mey | 71 % |
wajah berlemak, klimis, dan gemerlapan. Wanita-wanita cantik |
terpaksa |
kulewati begitu saja. Dan, nah, itu dia, seorang lelaki yang | 44 % |
erlu terlalu repot mencarinya karena pesawat komunikasi yang |
terpasang |
pada telingaku siap menunjukkan orangnya. “Kamu sudah siap?” | 12 % |
ang dibawa pelayan. Tentu lebih menarik lagi kalau tubuh itu |
terpental |
ke kolam renang dengan suara bergedebur sehingga airnya munc | 9 % |
dengar lewat giwang dan berbicara padaku lewat mikrofon yang |
tersembunyi |
dalam leontin kalungnya. Leontin yang indah, terpajang di da | 70 % |
Bisa roboh perlahan-lahan seperti pohon ditebang, bisa pula |
tersentak |
dan mengacaukan kerumunan orang yang sedang tertawa-tawa itu | 8 % |
u? Di mana-mana orang mengunyah makanan, menyeruput minuman, |
tersenyum |
dan tertawa. Ada ibu-ibu berdiri dengan kaku di samping suam | 29 % |
ni membuat mereka terkenang-kenang akan masa lalunya. Mereka |
terserak |
di bawah sana, di sekitar kolam renang, tapi tampaknya tak b | 2 % |
telah uzur. Rambutnya disisr rapi ke belakang. Ia tak banyak |
tertawa |
dan tersenyum. Orang-orang mengerumuninya dengan hormat. Ada | 45 % |
a pula tersentak dan mengacaukan kerumunan orang yang sedang |
tertawa-tawa |
itu, menumpahkan gelas pada nampang yang dibawa pelayan. Ten | 8 % |
silang itu kembali beredar dari wajah ke wajah. Mereka masih |
tertawa-tawa |
dan tersenyum-senyum. Aku juga tersenyum. Sebentar lagi waja | 40 % |
ah. Ada kambing-guling. Hmmm… Garis silang pada teleskop itu |
terus |
saja bergerak. Sesekali berhenti pada dahi seseorang, dan me | 6 % |
. Mereka bercakap sendiri, riuh dan tawa sesekali pecah dari |
tiap |
kerumunan. Tak semuanya tua memang, bahkan banyak wanita mud | 4 % |
: Seno Gumira Ajidarma hampir malam di Yogya ketika keretaku |
tiba |
Lagu keroncong membuatku ngantuk, padahal malam ini aku haru | 1 % |
tas pulang dan minum segelas bir. “Hei, kamu masih di situ?” |
tiba-tiba |
terdengar lagi suara itu. “Ya, kenapa?” “Jangan main-main! A | 36 % |
ni benar membentak-bentak seorang pembunuh bayaran. Tanganku |
tiba-tiba |
bergerak sendiri menggeser senapan itu. Dengan indra keenam | 61 % |
Tembak dia sekarang, atau kontrak kubatalkan!” Perasaan aneh |
tiba-tiba |
merasuki diriku. Aku malah mengarahkan senapan pada wanita i | 80 % |
. Tak semuanya tua memang, bahkan banyak wanita muda. Paling |
tidak |
itulah yang menarik perhatianku. Lewat teleskop pada senapan | 4 % |
eperti itu, tentu wajahnya hanya bisa kukira-kira saja. “Kau |
tidak |
perlu tahu, ini bagian dari kontrak kita.” Kontrak semacam i | 18 % |
gi suara itu. “Ya, kenapa?” “Jangan main-main! Aku tahu kamu |
tidak |
di tempat!” Aku bergegas kembali ke teras. “Bagaimana? Sudah | 36 % |
bentar lagi wajahmu akan ketakutan tanpa tahu malu. Tapi aku |
tidak |
melakukan itu. Aku hanya bekerja berdasarkan kontrak. “Di se | 41 % |
ati menjawab. Wajahnya menunjukkan niat bersopan santun yang |
tidak |
menyebalkan. Apakah yang akan terjadi kalau ia kutembak mati | 50 % |
bak mati? Aku teringat kematian Ninoy di Filipina…. Tapi aku |
tidak |
tahu politik. Jadi, sambil menatap wajah yang akan berlubang | 51 % |
enembak. Itulah repotnya selalu bekerja berdasarkan kontrak. |
tidak |
bisa seenaknya sendiri. Aku dibayar untuk mengarahkan garis | 55 % |
atuknya. Aku selalu mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku |
tidak |
membunuh orang, aku hanya membidik dan menekan pelatuk. Kuta | 57 % |
intah apa lagi?” “Kau tak perlu tahu, pokoknya tunggu!” “Ini |
tidak |
ada dalam perjanjian.” “Ada! Kamu jangan main gila.” selenda | 63 % |
berapi-api, namun lelaki itu kelihatannya menahan diri untuk |
tidak |
ikut terbakar. Ia mengangguk-angguk sambil mencuri pandang k | 74 % |
kugeser agak ke samping, supaya lubang peluru pada kepalanya |
tidak |
membuat pembagian yang terlalu simetris. Peluruku akan menem | 77 % |
ta orang itu. Astaga. Benarkah dia seorang pengkhianat? “Kau |
tidak |
keliru? Benarkah ia seorang pengkhianat?” “Tidak usah tanya- | 78 % |
gkhianat yang bagaimana? “Pengkhianat yang bagaimana? Kenapa |
tidak |
diadili saja?” “Apa urusanmu tolol? Tembak dia sekarang, ata | 79 % |
wajahnya menjadi pucat. “Kamu sudah melanggar kontrak.” “Aku |
tidak |
mau menembak orang yang tidak bersalah." “Itu bukan urusanmu | 84 % |
sudah melanggar kontrak.” “Aku tidak mau menembak orang yang |
tidak |
bersalah." “Itu bukan urusanmu, tahun lalu kamu menembak rib | 85 % |
u bukan urusanmu, tahun lalu kamu menembak ribuan orang yang |
tidak |
bersalah.” “Itu urusanku sendiri, katakan cepat apa kesalaha | 85 % |
“Ia meresahkan masyarakat dengan pernyataan-pernyataan yang |
tidak |
benar.” “Lantas?” “Kamu mau apa? Aku tidak tahu banyak.” “Ak | 90 % |
n-pernyataan yang tidak benar.” “Lantas?” “Kamu mau apa? Aku |
tidak |
tahu banyak.” “Aku ingin tahu, apakah semua itu merupakan al | 90 % |
p ke arahku dengan pandang menghiba. “Jangan tembak aku! Aku |
tidak |
tahu apa-apa!” “Siapa yang menyuruhmu?” “Aku tidak tahu apa- | 93 % |
aku! Aku tidak tahu apa-apa!” “Siapa yang menyuruhmu?” “Aku |
tidak |
tahu apa-apa.” “Leontinmu manis...” “Ah, jangan, jangan temb | 93 % |
angannya bergerak kian kemari, mengepal dan memukul-mukulkan |
tinjunya |
pada telapak tangan yang lain. Wajahnya licik dan penuh tipu | 97 % |
unya pada telapak tangan yang lain. Wajahnya licik dan penuh |
tipu |
daya. Sangat memuakkan. Padahal ia pun sudah tua. Kubidikkan | 97 % |
padahal malam ini aku harus membunuh seseorang. Orang-orang |
tua |
memang menyukai lagu keroncong, ini membuat mereka terkenang | 1 % |
uh dan tawa sesekali pecah dari tiap kerumunan. Tak semuanya |
tua |
memang, bahkan banyak wanita muda. Paling tidak itulah yang | 4 % |
i. Kualihkan senapanku kembali pada sasaran. Lelaki setengah |
tua |
itu sedang mendengarkan cerita seseorang di hadapannya denga | 73 % |
nkan telunjukku, tak pelak lagi dahi itu akan berlubang. Dan |
tubuh |
orang itu akan roboh. Bisa roboh perlahan-lahan seperti poho | 7 % |
nampang yang dibawa pelayan. Tentu lebih menarik lagi kalau |
tubuh |
itu terpental ke kolam renang dengan suara bergedebur sehing | 9 % |
dua matanya. “Apakah harus kulakukan sekarang?” “Nanti dulu, |
tunggu |
komando!” Dan aku mengamati wajah itu. Adakah ia mempunyai f | 47 % |
mengelus-elus tengkuknya. “Bagaimana? Sekarang?” “Aku bilang |
tunggu |
perintah!” Sialan cewek itu, berani benar membentak-bentak s | 60 % |
a. “Tunggu perintah apa lagi?” “Kau tak perlu tahu, pokoknya |
tunggu!” |
“Ini tidak ada dalam perjanjian.” “Ada! Kamu jangan main gil | 63 % |
tajam ke arah si baju batik merah! “Tembaklah dia sekarang,” |
ujarnya |
pelan dalam headphone-ku, dan kulihat dari teleskop dia mema | 69 % |
i inilah semua pembunuhan itu berlangsung. Mata rantai tanpa |
ujung |
dan pangkal. Wanita ini tentu hanya salah satu mata rantai. | 72 % |
arna merah. Wajahnya tampan dan berwibawa. Ia sudah setengah |
umur |
tapi tak tampak telah uzur. Rambutnya disisr rapi ke belakan | 45 % |
ita.” Kontrak semacam ini memang sering terjadi. Aku dibayar |
untuk |
menembak, siapa yang jadi sasaran bukan urusanku. “Tapi satu | 19 % |
rang ini seperti benda museum, para senimannya kurang jenius |
untuk |
membuatnya lebih berkembang. Di manakah wanita yang bersuara | 28 % |
merah, kebetulan satu-satunya yang merah di sini, jadi enak |
untuk |
kamu.” Kulihat ke bawah, mereka seperti kerumunan makhluk-ma | 38 % |
rdasarkan kontrak. Tidak bisa seenaknya sendiri. Aku dibayar |
untuk |
mengarahkan garis silang teleskop senapanku pada tempat yang | 55 % |
silang teleskop senapanku pada tempat yang paling mematikan, |
untuk |
kemudian menekan pelatuknya. Aku selalu mengatakan pada diri | 56 % |
ampak berapi-api, namun lelaki itu kelihatannya menahan diri |
untuk |
tidak ikut terbakar. Ia mengangguk-angguk sambil mencuri pan | 74 % |
Aku ingin tahu, apakah semua itu merupakan alasan yang cukup |
untuk |
membunuhnya.” “Itu bukan urusanmu. Ini politik.” “Urusanku a | 91 % |
n lalu kamu menembak ribuan orang yang tidak bersalah.” “Itu |
urusanku |
sendiri, katakan cepat apa kesalahan orang itu!” Wanita itu | 86 % |
Pengkhianat yang bagaimana? Kenapa tidak diadili saja?” “Apa |
urusanmu |
tolol? Tembak dia sekarang, atau kontrak kubatalkan!” Perasa | 80 % |
“Kau tidak keliru? Benarkah ia seorang pengkhianat?” “Tidak |
usah |
tanya-tanya, tembak sekarang!” Aku menatap lagi matanya, pen | 78 % |
Ada sesuatu yang terasa kurang enak setiap kali aku menatap |
wajah |
orang-orang di bawah itu. Memang wajah mereka adalah wajah o | 23 % |
tiap kali aku menatap wajah orang-orang di bawah itu. Memang |
wajah |
mereka adalah wajah orang baik-baik, tapi entahlah apa yang | 23 % |
p wajah orang-orang di bawah itu. Memang wajah mereka adalah |
wajah |
orang baik-baik, tapi entahlah apa yang kurang enak di sana. | 23 % |
embali lewat teleskop. Garis silang itu kembali beredar dari |
wajah |
ke wajah. Mereka masih tertawa-tawa dan tersenyum-senyum. Ak | 40 % |
n sekarang?” “Nanti dulu, tunggu komando!” Dan aku mengamati |
wajah |
itu. Adakah ia mempunyai firasat? Dari balik teleskop ini, w | 47 % |
Filipina…. Tapi aku tidak tahu politik. Jadi, sambil menatap |
wajah |
yang akan berlubang itu, aku berpikir tentang yang lain. Mun | 51 % |
orang, aku hanya membidik dan menekan pelatuk. Kutatap lagi |
wajah |
itu, rasanya begitu dekat, bahkan pori-porinya terlihat deng | 57 % |
an oleh peluruku, dan peluru itu tak akan berhenti di situ.” |
wajah |
itu kembali menatap ke arahku dengan pandang menghiba. “Jang | 92 % |
tawa dan tersenyum-senyum. Aku juga tersenyum. Sebentar lagi |
wajahmu |
akan ketakutan tanpa tahu malu. Tapi aku tidak melakukan itu | 41 % |
n penembakan ini. Dilakukan lewat telepon seperti itu, tentu |
wajahnya |
hanya bisa kukira-kira saja. “Kau tidak perlu tahu, ini bagi | 18 % |
ngan bergerak-gerak ke segala penjuru. Bapak-bapak yang dari |
wajahnya |
tampak berjiwa pegawai, menyembunyikan diri dengan sopan, ta | 30 % |
dia, seorang lelaki yang mamakai baju batik berwarna merah. |
wajahnya |
tampan dan berwibawa. Ia sudah setengah umur tapi tak tampak | 44 % |
rtanyaan. Dan aku merasa bahwa ia sangat hati-hati menjawab. |
wajahnya |
menunjukkan niat bersopan santun yang tidak menyebalkan. Apa | 50 % |
nis,” kataku dingin. “Apa-apaan ini?” Dalam teleskop kulihat |
wajahnya |
mendongak ke arahku dengan kaget. “Katakan padaku,” kataku l | 81 % |
an belahan di paha, kamu ada di belakang orkes.” Dan kulihat |
wajahnya |
menjadi pucat. “Kamu sudah melanggar kontrak.” “Aku tidak ma | 84 % |
tembakanku belum pernah luput, dan aku bisa segera lenyap.” |
wajahnya |
menatap ke atas, ke arahku. Kulihat ia berkeringat dingin. G | 88 % |
dan memukul-mukulkan tinjunya pada telapak tangan yang lain. |
wajahnya |
licik dan penuh tipu daya. Sangat memuakkan. Padahal ia pun | 97 % |
an, aku mencari orang yang berbicara padaku. Dan aku melihat |
wajah-wajah |
pada teleskop. Para wanita dengan pakaian malam yang anggun. | 16 % |
payung hijau.” Kugeserkan senapanku ke kanan. Kulewati lagi |
wajah-wajah |
berlemak, klimis, dan gemerlapan. Wanita-wanita cantik terpa | 43 % |
h itu. Adakah ia mempunyai firasat? Dari balik teleskop ini, |
wajah-wajah |
memunculkan pesonanya sendiri, yang berbeda dibanding dengan | 48 % |
gan indra keenam ia kucari di antara kerumunan orang banyak. |
wajah-wajah |
cantik silih berganti mengisi teleskopku. Aku harus memancin | 62 % |
dari tiap kerumunan. Tak semuanya tua memang, bahkan banyak |
wanita |
muda. Paling tidak itulah yang menarik perhatianku. Lewat te | 4 % |
cara padaku. Dan aku melihat wajah-wajah pada teleskop. Para |
wanita |
dengan pakaian malam yang anggun. Ada yang punggungnya terbu | 16 % |
punggungnya terbuka. Cantik sekali. Aku tak mengira seorang |
wanita |
akan terlibat dalam pembunuhan seperti ini. “Siapa sasaranku | 17 % |
kurang jenius untuk membuatnya lebih berkembang. Di manakah |
wanita |
yang bersuara lembut itu? Di mana-mana orang mengunyah makan | 28 % |
i antaranya jelas cuma pegawai perusahaan catering. Ada satu |
wanita |
bertampang juragan. Mungkin satunya lagi. Rambutnya lurus da | 67 % |
unuhan itu berlangsung. Mata rantai tanpa ujung dan pangkal. |
wanita |
ini tentu hanya salah satu mata rantai. Kualihkan senapanku | 72 % |
iba-tiba merasuki diriku. Aku malah mengarahkan senapan pada |
wanita |
itu. “Laras senapanku mengarah padamu manis,” kataku dingin. | 81 % |
tu urusanku sendiri, katakan cepat apa kesalahan orang itu!” |
wanita |
itu tampak beranjak akan lari. “Jangan lari, tak ada gunanya | 86 % |
dan kolam renang itu segera berwarna merah karena darah dan |
wanita-wanita |
berteriak: “Auuww!” Tapi aku belum menemukan orang yang mest | 11 % |
Kulewati lagi wajah-wajah berlemak, klimis, dan gemerlapan. |
wanita-wanita |
cantik terpaksa kulewati begitu saja. Dan, nah, itu dia, seo | 43 % |
wah sana, di sekitar kolam renang, tapi tampaknya tak banyak |
yang |
mendengarkan lagu keroncong itu dengan sungguh-sungguh. Mere | 3 % |
a tua memang, bahkan banyak wanita muda. Paling tidak itulah |
yang |
menarik perhatianku. Lewat teleskop pada senapan ini, aku me | 4 % |
satu, seolah-olah aku berada di antara mereka. Sebuah pesta |
yang |
meriah. Ada kambing-guling. Hmmm… Garis silang pada teleskop | 6 % |
itebang, bisa pula tersentak dan mengacaukan kerumunan orang |
yang |
sedang tertawa-tawa itu, menumpahkan gelas pada nampang yang | 8 % |
yang sedang tertawa-tawa itu, menumpahkan gelas pada nampang |
yang |
dibawa pelayan. Tentu lebih menarik lagi kalau tubuh itu ter | 9 % |
ta-wanita berteriak: “Auuww!” Tapi aku belum menemukan orang |
yang |
mesti kubunuh. Memang belum waktunya. Ia akan datang sebenta | 11 % |
tak perlu terlalu repot mencarinya karena pesawat komunikasi |
yang |
terpasang pada telingaku siap menunjukkan orangnya. “Kamu su | 12 % |
udah siap?” terdengar suara pada headphone itu, sebuah suara |
yang |
merdu. “Dari tadi aku sudah siap, yang mana orangnya?” “Saba | 13 % |
one itu, sebuah suara yang merdu. “Dari tadi aku sudah siap, |
yang |
mana orangnya?” “Sabar dong, sebentar lagi.” Dari teras lant | 14 % |
7 hotel ini, aku masih mengintip lewat teleskop. Angin laut |
yang |
basah terasa asin di bibirku. Iseng-iseng sambil menunggu sa | 15 % |
irku. Iseng-iseng sambil menunggu sasaran, aku mencari orang |
yang |
berbicara padaku. Dan aku melihat wajah-wajah pada teleskop. | 15 % |
wajah-wajah pada teleskop. Para wanita dengan pakaian malam |
yang |
anggun. Ada yang punggungnya terbuka. Cantik sekali. Aku tak | 16 % |
teleskop. Para wanita dengan pakaian malam yang anggun. Ada |
yang |
punggungnya terbuka. Cantik sekali. Aku tak mengira seorang | 16 % |
ini memang sering terjadi. Aku dibayar untuk menembak, siapa |
yang |
jadi sasaran bukan urusanku. “Tapi satu hal kau boleh tahu.” | 19 % |
kan lagi senapanku. Dari balik teleskop kuteliti orang-orang |
yang |
makin banyak saja berdatangan. Ada sesuatu yang terasa kuran | 22 % |
orang-orang yang makin banyak saja berdatangan. Ada sesuatu |
yang |
terasa kurang enak setiap kali aku menatap wajah orang-orang | 22 % |
wajah mereka adalah wajah orang baik-baik, tapi entahlah apa |
yang |
kurang enak di sana. Apakah karena banyak yang memakai baju | 23 % |
entahlah apa yang kurang enak di sana. Apakah karena banyak |
yang |
memakai baju resmi, seragam yang kubenci? Ataukah karena per | 24 % |
sana. Apakah karena banyak yang memakai baju resmi, seragam |
yang |
kubenci? Ataukah karena perasaanku saja. Namun sungguh mati, | 24 % |
n sangat berbahagia kalau korbanku kali ini adalah seseorang |
yang |
memuakkan. Kuedarkan lagi senapanku. Mengintip kelakuan oran | 25 % |
jenius untuk membuatnya lebih berkembang. Di manakah wanita |
yang |
bersuara lembut itu? Di mana-mana orang mengunyah makanan, m | 28 % |
tertawa. Ada ibu-ibu berdiri dengan kaku di samping suaminya |
yang |
sibuk bicara dengan tangan bergerak-gerak ke segala penjuru. | 30 % |
dengan tangan bergerak-gerak ke segala penjuru. Bapak-bapak |
yang |
dari wajahnya tampak berjiwa pegawai, menyembunyikan diri de | 30 % |
gnya?” “Dia memakai baju batik merah, kebetulan satu-satunya |
yang |
merah di sini, jadi enak untuk kamu.” Kulihat ke bawah, mere | 37 % |
erumunan makhluk-makhluk kecil, tentu tak terlalu jelas mana |
yang |
berbaju batik merah dari lantai 7 seperti ini. Kuangkat kemb | 38 % |
tai 7 seperti ini. Kuangkat kembali senapanku. Kucari posisi |
yang |
enak. Sambil mengunyah kacang aku mengintip kembali lewat te | 39 % |
rdasarkan kontrak. “Di sebelah mana dia?” tanyaku lewat mike |
yang |
tergantung di bawah daguku. “Dia di sudut kolam renang sebel | 42 % |
aksa kulewati begitu saja. Dan, nah, itu dia, seorang lelaki |
yang |
mamakai baju batik berwarna merah. Wajahnya tampan dan berwi | 44 % |
ersenyum. Orang-orang mengerumuninya dengan hormat. Ada juga |
yang |
berwajah menjilat. Garis silang pada teleskopku berhenti tep | 46 % |
lik teleskop ini, wajah-wajah memunculkan pesonanya sendiri, |
yang |
berbeda dibanding dengan bila kita berhadapan langsung denga | 48 % |
ati-hati menjawab. Wajahnya menunjukkan niat bersopan santun |
yang |
tidak menyebalkan. Apakah yang akan terjadi kalau ia kutemba | 50 % |
unjukkan niat bersopan santun yang tidak menyebalkan. Apakah |
yang |
akan terjadi kalau ia kutembak mati? Aku teringat kematian N | 50 % |
na…. Tapi aku tidak tahu politik. Jadi, sambil menatap wajah |
yang |
akan berlubang itu, aku berpikir tentang yang lain. Mungkin | 51 % |
menatap wajah yang akan berlubang itu, aku berpikir tentang |
yang |
lain. Mungkin ia punya istri, punya anak. Bahkan kupikir ia | 52 % |
ntuk mengarahkan garis silang teleskop senapanku pada tempat |
yang |
paling mematikan, untuk kemudian menekan pelatuknya. Aku sel | 56 % |
u bagaikan menatap bayang-bayang takdir. Siapakah sebenarnya |
yang |
menghentikan kehidupan orang itu, akukah atau Kamu? Orang it | 58 % |
r orkes. Teleskopku sempat mampir di dada penyanyi keroncong |
yang |
membusung itu. Ada beberapa kerumunan. Di telingaku juga ber | 65 % |
Ada beberapa wanita, dan petugas-petugas berpakaian preman. |
yang |
mana? Aku meneliti mereka satu per satu. Beberapa di antaran | 66 % |
a mendengar lewat giwang dan berbicara padaku lewat mikrofon |
yang |
tersembunyi dalam leontin kalungnya. Leontin yang indah, ter | 70 % |
t mikrofon yang tersembunyi dalam leontin kalungnya. Leontin |
yang |
indah, terpajang di dadanya yang tipis. “Apa?” tanyaku lagi, | 71 % |
leontin kalungnya. Leontin yang indah, terpajang di dadanya |
yang |
tipis. “Apa?” tanyaku lagi, karena ingin meyakinkan, memang | 71 % |
dengarkan cerita seseorang di hadapannya dengan sabar. Orang |
yang |
bercerita itu tampak berapi-api, namun lelaki itu kelihatann | 74 % |
ambil mencuri pandang ke sekelilingnya. Seperti khawatir ada |
yang |
mendengar. Aku sudah siap menembak. Satu tekanan telunjuk ak | 75 % |
supaya lubang peluru pada kepalanya tidak membuat pembagian |
yang |
terlalu simetris. Peluruku akan menembus mata kirinya. Dan a | 77 % |
nya, tembak sekarang!” Aku menatap lagi matanya, pengkhianat |
yang |
bagaimana? “Pengkhianat yang bagaimana? Kenapa tidak diadili | 79 % |
natap lagi matanya, pengkhianat yang bagaimana? “Pengkhianat |
yang |
bagaimana? Kenapa tidak diadili saja?” “Apa urusanmu tolol? | 79 % |
embak dia sekarang tolol, atau kamu akan mati!” “Justru kamu |
yang |
bisa segera mati.” “Omong kosong! Kamu tak tahu di mana aku. | 83 % |
Kamu sudah melanggar kontrak.” “Aku tidak mau menembak orang |
yang |
tidak bersalah." “Itu bukan urusanmu, tahun lalu kamu menemb | 85 % |
" “Itu bukan urusanmu, tahun lalu kamu menembak ribuan orang |
yang |
tidak bersalah.” “Itu urusanku sendiri, katakan cepat apa ke | 85 % |
kan lari. “Jangan lari, tak ada gunanya, tak ada seorang pun |
yang |
akan tahu siapa menembakmu. Senapan ini dilengkapi peredam. | 87 % |
itu?” “Ia meresahkan masyarakat dengan pernyataan-pernyataan |
yang |
tidak benar.” “Lantas?” “Kamu mau apa? Aku tidak tahu banyak | 90 % |
banyak.” “Aku ingin tahu, apakah semua itu merupakan alasan |
yang |
cukup untuk membunuhnya.” “Itu bukan urusanmu. Ini politik.” | 91 % |
enghiba. “Jangan tembak aku! Aku tidak tahu apa-apa!” “Siapa |
yang |
menyuruhmu?” “Aku tidak tahu apa-apa.” “Leontinmu manis...” | 93 % |
“Dua....” Hmm, alangkah gugupnya dia. “Ia ada di depan orang |
yang |
harus kamu tembak.” “Berkacamata?” “Ya.” Kuarahkan senapanku | 95 % |
, mengepal dan memukul-mukulkan tinjunya pada telapak tangan |
yang |
lain. Wajahnya licik dan penuh tipu daya. Sangat memuakkan. | 97 % |
tungnya, sementara di telingaku mengiang suara penyanyi itu, |
yang |
memulai lagi sebuah lagu keroncong, lagu kesenangan orang-or | 99 % |
oncong Pembunuhan Oleh: Seno Gumira Ajidarma hampir malam di |
yogya |
ketika keretaku tiba Lagu keroncong membuatku ngantuk, padah | 0 % |
The End